DENPASAR – Patung Titi Banda, patung yang berdiri megah di simpang By Pass Ngurah Rai Denpasar menjadi ikon baru kota Denpasar.
Namun tahukah bahwa sebenarnya desain patung tidaklah seperti yang ada saat ini? Mengapa berbeda?
Kepala Bidang Pertamanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Denpasar IB Eka Jayana yang bertanggungjawab dalam proyek Titi Banda menjelaskannya perihal tersebut kepada Tribun Bali.
"Ketika kita diskusi di perjalanan, ada hal-hal yang harus diperbaharui. Nah waktu itu, senimannya bilang dan kasih masukan ke saya. ‘Pak Bagus, kalau ini semua kita wujudkan, maka ini (lingkaran kuning itu) malah akan menjadi sesuatu yang cenderung kelihatan. Sementara tokoh utamanya terhalangani fokusnya’," jelas Eka Jayana di ruang kerjanya Selasa (2/7/2015).
Dijelaskan lebih lanjut, Patung Titi Banda yang menelan anggaran Rp. 5,4 miliar ini mengambil konsep epos Ramahayana dan memiliki cerita tersendiri.
Dijelaskan lebih lanjut, Patung Titi Banda yang menelan anggaran Rp. 5,4 miliar ini mengambil konsep epos Ramahayana dan memiliki cerita tersendiri.
Ceritanya, dalam patung Niti Banda itu, dikisahkan seorang Rama yang ingin menjemput Sintha dari cengceraman Rahwana di negeri Alengka. Rama yang di kelilingi oleh para Wanara atau kera harus membuat jembatan untuk sampai ke negeri Alengka.
"Nah jembatan itulah yang disebut dengan Titi Banda. Begitu cerita umumnya sesuai epos Ramayana" jelas Eka Jayana.
Itulah sebabnya, lanjut dia, mengapa tokoh-tokoh utama dalam patung Titi Banda agar tidak sampai kehilangan fokus. Maka dari itu, sesuai dengan keputusan, akhirnya dibentukalah Titi Banda sebagaimana yang kita lihat sekarang.
Hal serupa juga disampaikan oleh I Wayan Winten, seniman yang sebagai desainer dari Patung Titi Banda.
Guru di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Sukawati ini membenarkan pernyataan Eka Jayana bahwa apabila desain Titi Banda yang pertama tidak jadi digunakan lantaran akan mengganggu fokus dari makna dan filosofi patung itu sendiri.
"Iya betul. Karena sempat dulu kami diskusikan, dan imbau bahwa kalau lingkaran itu ada, pasti fokusnya akan berubah. Sekarang kan bagus dan jelas. Cuma ya kera-keranya kekecilan. Kami juga tidak menyangkan keranya akan kecil begitu kelihatan. Padahal di desainnya besar," jelas Winten.(*)
sumber: tribunbali
Tuangkan Komentar Anda