DENPASAR - Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana (Unud) Prof Dr Wayan Windia menyerukan ancaman boikot kunjungan wisata ke kawasan Catur Angga Batukaru, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Bali.
Kawasan itu merupakan satu-kesatuan dengan tiga kawasan lainnya di Bali yang dikukuhkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Bunia (WBD) karena keberadaan sistem irigasi subaknya.
"Upaya boikot itu dengan mengajak biro perjalanan wisata (BPW) untuk tidak mengantarkan tamu menyaksikan panorama pemandangan sawah bertingkat-tingkat di sana jika Pemerintah Kabupaten Tabanan tidak mampu menyelesaikan friksi atau masalah dalam kawasan tersebut. Subak di sana bisa terancam," kata Prof Windia di Denpasar, Senin (29/6/2015).
Windia menyerukan ancaman boikot itu pada acara penandatanganan kesepakatan dengan 12 Dekan Fakultas Pertanian dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli pertanian untuk kesejahteraan petani di Bali dan Indonesia kemarin.
Atas ancaman boikot itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Tabanan, I Wayan Adnyana, menyatakan keterkejutannya.
Windia menyayangkan sikap Pemkab Tabanan yang dinilainya hanya menginginkan peningkatan kunjungan wisatawan demi pendapatan asli daerah (PAD) tanpa memperhatikan aspek kelestarian alam.
Padahal, menurut Windia, Pemkab Tabanan seharusnya bertanggungjawab terhadap proposal pengajuan subak kawasan Catur Angga sebagai WBD, yang akhirnya disetujui UNESCO.
Namun, pengakuan UNESCO terhadap kawasan Catur Angga sebagai WBD ternyata diikuti oleh rencana pemodal membangun fasilitas pariwisata di sana, yang dinilai Windia justru bisa mengancam eksistensi subak itu sendiri.
"Jika Pemkab Tabanan tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut, kami akan mengajak BPW untuk memboikot kunjungan wisatawan ke Jatiluwih, seperti boikot yang pernah dilakukan ke desa tradisional Trunyan, Kintamani, beberapa tahun lalu," ujar Windia.
Ia mengharapkan Pemkab Tabanan memperhatikan permasalahan terkait kelestarian dan kelangsungan subak Jatiluwih sebagai WBD. Bukan sekadar memperhatikan upaya untuk meningkatkan kunjungan pelancong ke daerah itu.
Sebelumnya ada dua pemilik modal yang ingin membangun vila dan rumah makan di dalam kawasan WBD Catur Angga, Batukaru, Jatiluwih. Kedua investor itu berasal dari Surabaya (Jawa Timur) dan Bali. Ketika dimintai tanggapannya tentang ancaman boikot itu, Kepala Disbudpar Tabanan, I Wayan Adnyana, tampak terkejut.
"Aduh, apalagi yang dipermasalahkan. Kami dari pihak Pemkab Tabanan sudah melakukan penutupan terhadap bangunan yang melanggar zonasi peruntukan di kawasan itu," ujar Adnyana dengan nada tinggi, Senin (29/6/2015).
Ia menambahkan, saat ini telah ada Peraturan Bupati (Perbup) Tabanan yang mengatur kawasan Jatiluwih.
Di antaranya tidak boleh ada bangunan baru pasca ditetapkannya kawasan itu sebagai WBD pada 2012.
"Kami sedang rancang juga peraturan daerah (perda) agar lebih kuat lagi aturannya. Saat ini sedang digodok rancangan perda itu di Bappeda. Jadi, bukan kami tidak berbuat apa-apa di sana," terang Adnyana.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Tabanan, I Wayan Sarba mengatakan pihaknya sudah melakukan penghentian proses pembangunan dua bangunan di kawasan Jatiluwih. Bahkan Satpol PP telah menyegel bangunan yang diduga akan digunakan sebagai restoran.
"Terakhir kami terpaksa segel, karena pemiliknya terus melanjutkan pembangunan. Padahal dia sudah menandatangani surat pernyataan tidak akan melanjutkan pembangunan," jelas Sarba. Sedangkan proses pembangunan vila, menurut Sarba, sudah dihentikan sama sekali.
Untuk pembangunan vila, kata dia, investornya saat ini sedang mengurus izin.
"Pemiliknya saat diundang ke kantor menyatakan akan mengurus izinnya, tapi sepertinya tidak akan keluar karena saat ini sedang proses pembuatan perda yang mengatur zonasi di wilayah Jatiluwih," jelasnya. (*)
sumber: tribunbali
Tuangkan Komentar Anda