Kabardewata - Dalam perkembanganya Pulau Serangan kini tidak sebatas sebagai tempat konservasi penyu. Pulau Serangan juga telah menjadi salah satu tujuan wisatawa di wilayah Kota Denpasar. Dengan semakin berkembangnya program konservasi penyu, semakin banyak pula wisatawan baik mancanegara dan domestik berkunjung ke Pulau Serangan.
Kedatangan wisatawan tersebut tidak sebatas melihat program konservasi penyu, tetapi juga belajar tentang penyu dan cara konservasi penyu. Peningkatan kunjungan wisatawan pada akhirnya membawa berkah bagi masyarakat serangan. “makin banyak yang berkunjung, semakin ada peningkatan penjualan dan pendapatan yang saya dapatkan dari berjualan makanan dan minuman” kata Ni Nyoman Mayuri, salah seorang pedagang di kawasan Pulau Serangan.
Menurut Mayuri, dampak dari konservasi penyu tidak saja memberi dampak lingkungan, tetapi juga memberi kontribusi bagi pedagang kecil. Ia mengakui jika dalam satu hari rata-rata mampu mendapatkan keuntungan mencapai Rp. 300.000. Namun jika kunjungan wisatawan cukup banyak, seperti masa liburan sekolah dan masa libur akhir tahun bisa mendapatkan keuntungan sekitar Rp. 700.000 hingga Rp. 1 juta. “ini sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan untuk makan di rumah, walaupun hanya berjualan makanan dan minuman” jelas Mayuri.
Mayuri menuturkan ketika makin banyak wisatawan yang datang berkunjunga ke Pulau Serangan, semakin dirasakan manfaatnya oleh warga Serangan. Beberapa warga serangan selain sebagai nelayan mulai mengembangkan profesinya sebagai pengerajin. Kerajinan yang dibuat berupa patung penyu dari batok kelapa. Kerajinan tersebut cukup diminati wisatawan sebagai oleh-oleh wisata dari Pulau Serangan.
Wayan Sudira, salah seorang Staf Pusat Konservasi dan Pendidikan Penyu (TCEC) juga mengakui mendapatkan manfaat dari kegiatan konservasi penyu yang kini menjadi daya tarik bagi wisatawan di Pulau Serangan. Dimana konservasi penyu menjadi tempat bagi warga serangan untuk mendapatkan penghasilan. Konservasi penyu juga menjadi tempat bagi pemuda Serangan untuk belajar tentang pentingnya menjaga satwa langka penyu. “kami mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya menjaga penyu disini. Menjaga pantai dan ekosistemnya” papar Wayan Sudira.
Permasalahan yang cukup besar dialami dalam konservasi penyu di serangan adalah tidak adanya tenaga ahli yang mendampingi. Kondisi ini menyebabkan wisatawan sering mendapatkan informasi yang tidak memuaskan. Belum lagi sebagian besar staf di TCEC adalah tenaga lokal dan tidak memiliki dasar pendidikan terkait satwa penyu. “ sebelumnya ada pendampingan dari WWF dan Universitas Udayana, sekarang sama sekali tidak ada, sehingga kami lebih banyak belajar dari literatur dan pengetahuan seadanya” kata Wayan Sudira.
Selain permasalahan tenaga ahli, upaya konservasi yang telah menjadi daya tarik bagi wisatawan ini juga terganjal permasalahan dana operasional. Guna menutupi kebutuhan dana operasional TCEC hanya bergantung dari dana donasi dan adopsi dari wisatawan yang berkunjung ke TCEC. Sedangkan dana bantuan dari pemerintah Kota Denpasar atau Pemerintah Provinsi Bali sangat jarang didapatkan. Padahal kegiatan konservasi penyu di TCEC serangan telah menjadi magnet bagi wisatawan untuk berlibur. Selain itu, upaya konservasi yang dilakukan masyarakat Serangan telah memberi citra positif bagi Bali dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.
Dalam kondisi keterbatasan dana operasional kegiatan konservasi penyu, yang cukup melegakan adalah banyaknya wisatawan yang bersedia mengeluarkan uang untuk melakukan donasi atau mengadopsi penyu. Tentunya para wisatawan tersebut ingin terlibat dalam upaya pelestarian penyu. Para wisatawan tersebut tidak hanya datang untuk melihat penyu tentapi berkontribusi bagi kelestarian satwa langka tersebut. Salah seorang wisatawan asal Australia, Eliga Colley contohnya datang untuk melihat konservasi penyu dan tergerak untuk melakukan adopsi. Bagi Colley turut serta dalam upaya konservasi merupakan pilihan dalam menyelamatkan penyu dari kepunahan. “ langkah konservasi harus didukung, apalagi ini satwa langka dan dilindungi” katanya.
Upaya konservasi di Pulau penyu kini telah berkembang menjadi sebuah wisata konservasi yang menjanjikan. Bukan semata bagi kelestarian satwa dan lingkungan, tetapi juga menjanjikan penghidupan bagi masyarakat dan Desa Serangan. Tokoh Masyarakat Desa Serangan Wayan Geria mengakui dari aktivitas konservasi penyu dan dampak wisatanya, Desa Serangan mendapatkan pemasukan mencapai sekitar Rp. 100 juta per-tahun. Sedangkan selama 2015, pemasukan Desa Serangan dari aktivitas pariwisata mencapai Rp. 15 juta per-bulan. “apalagi kegiatanya bukan hanya konservasi penyu sekarang, ada konservasi terumbu karang dan aktivitas penanaman mangrove” jelas Wayan Geria.
Geria mengakui perkembangan wisata konservasi di Pulau Penyu Serangan sudah berkembang pesat. Awalnya Cuma kegiatan konservasi penyu yang bertujuan melestarikan penyu sebagai satwa langka. Konservasi melalui TCEC juga dilakukan untuk menyediakan penyu bagi kegiatan upacara di Bali agar tidak lagi ada pengambilan penyu dari alam dengan alasan upacara agama. “usaha konservasi kini telah menunjukkan hasil, masyarakat juga sudah sadar akan pentingnya menjaga penyu, manfaat pariwisata juga sudah dirasakan” ujar Geria.
Geria menambahkan dalam upaya lebih menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Serangan, kini secara rutin digelar festival Pulau Serangan. Agenda tahunan ini akan tetap dipertahankan dan sekaligus sebagai icon Serangan sebagai desa wisata. “Dengan festival Pulau Serangan kita harapkan lebih banyak wisatawan yang datang” ucap Geria.(Muliarta)
Tuangkan Komentar Anda