Denpasar, Bali 2014. Dari sektor pariwisata, tiap tahunnya Bali menyumbang devisa tak kurang dari Rp. 4 trilyun. Karena itu, Bali dinilai layak mendapat perlakuan khusus melalui dana bagi hasil dari pemerintah pusat. Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Ir. H Ahmadi Noor Supit dalam kunjungan kerja di Denpasar.
Penegasan itu disampaikannya menanggapi tuntutan dana bagi hasil dari sektor pariwisata yang disampaikan langsung oleh Gubernur Pastika. Dalam kesempatan itu Gubernur mengurai, dari devisa pariwisata yang disumbang tersebut, Bali berharap bisa mendapat dana bagi hasil seperti daerah lainnya yang menyumbang devisa dari hasil sumber daya alam. Alasannya, Bali membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menjaga kelestarian heritage yang selama ini menjadi daya tarik pariwisata. Selain untuk menjaga kelestarian budaya dan objek wisata.
Bali juga membutuhkan support dana dari pusat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Saat ini, tambah Gubernur, Bali tengah memprogramkan sejumlah rencana strategis diantaranya pengembangan jalan tol Kuta-Tanah Lot-Soka-Seririt, Tol Beringkit-Purnama, Soka-Gilimanuk, Jalan Lingkar Nusa Penida, Kereta Api Monorel, pengembangan Bandara Bali Utara dan peningkatan infrastruktur pelabuhan. Semua program tersebut merupakan bagian dari upaya menyeimbangkan pembangunan Bali Selatan dan Bali Utara.
Gubernur juga mengungkap bahwa diantara gemerlap sektor pariwisata, masih ada kabupaten yang rata-rata pendapatan perkapitanya jauh di bawah rata-rata nasional sebesar Rp. 20 juta/tahun. Karangasem misalnya, pendapatan perkapita penduduknya hanya sebesar Rp. 12,7 juta/tahun, Buleleng Rp. 18,63 juta/tahun dan Bangli Rp. 16,96 juta/tahun. "Hanya Badung yang melebihi rata-rata nasional yaitu mencapai Rp. 32,80 juta/tahun," ujarnya. Dari gambaran tersebut, Bali masih sangat membutuhkan dana perimbangan dari pusat untuk mempercepat pembangunan.
Hanya saja, Gubernur memahami bahwa harapan untuk mendapat dana bagi hasil itu tak serta merta bisa terpenuhi. Karena, hal tersebut terkait dengan politik anggaran yang memang belum memungkinkan untuk pengalokasian dana bagi hasil pariwisata untuk Bali. Namun dia tetap berharap Tim Badan Anggaran DPR RI bisa memperjuangkan tuntutan Bali tersebut. "Minimal kita dapat Rp. 5 Trilyun. Saya rasa cukup untuk pemeliharaan heritage yang ada dan infrastruktur pendukungnya," tambah Gubernur. Selain politik anggaran tentang dana bagi hasil, Gubernur juga sempat menyinggung UU tentang jalan yang cenderung menyulitkan dalam pemeliharaan. "UU membatasi ada jalan nasional, provinsi dan kabupaten. Sementara jalan-jalan pariwisata kami lebih banyak ada di kabupaten dan dalam kondisi rusak. Karena aturan, provinsi atau pusat tak bisa membantu," urainya
Ketua Tim Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit sangat memahami tuntutan Bali. Hanya saja, harapan tersebut memang tak bisa begitu saja dipenuhi karena sistem alokasi anggaran diatur dalam Undang-Undang. Pihaknya berjanji akan memperjuangkan regulasi anggaran yang lebih berkeadilan bagi daerah seperti Bali.
Hal senada juga disampaikan dua anggota Badan Anggaran Dapil Bali Gede Sumarjaya Linggih dan I Wayan Koster. Keduanya sepakat untuk memperjuangkan perubahan aturan agar Bali bisa mendapat dana bagi hasil dari pariwisata. Karena aturan saat ini hanya memakai pendekatan pendapatan dari Sumber Daya Alam dan hal itu sangat tidak menguntungkan bagi Bali.
Tuangkan Komentar Anda