Asoasiasi Perjalanan Asia Pasifik atau Pacific Asia Travel Association (PATA) berpandangan, Bali memiliki modal kuat dalam mewujudkan kepariwisataan berkualitas.
Berbicara kualitas, tentu pemerintah dan stakeholder terkait tidak lagi berpikir soal angka kedatangan wisatawan mancanegara.Namun diperlukan formulasi khusus, agar pengembangan pariwisata berkualitas tetap pada koridor yang benar.
Salah satunya bisa diejawantahkan dengan dukungan Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana adalah konsep masyarakat Hindu Bali yang mengedepankan harmonisasi hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Wakil Ketua PATA Bali dan Nusa Tenggara Chapter, Ida Bagus Vendata Wijaya mengatakan, pariwisata berkualitas tidak berbanding lurus dengan pembatasan kunjungan pelancong.
"Menurut saya sih ada sedikit miskonsepsi, dimana kalau pariwisata berkualitas itu bukan artinya pariwisata berkualitas, pasti ada kuantitas disitu," ungkapnya kepada wartawan disela-sela Focus Group Disscusion bertajuk "Industri Pariwisata Berkualitas Berbasis Tri Hita Karana, di Art Gallery Hotel Grya Santrian, Sanur, Jumat (19/5/2023).
"Yang berkualitas itu maksudnya apa? Maksudnya mereka yang datang ke Bali untuk menikmati apa Bali itu sebenarnya, adatnya seperti apa, budaya seperti apa," lanjutnya.
Vendata Wijaya membeberkan, konsep pariwisata berkualitas tidak lagi berbicara soal buying power dan length of stay.
Namun lebih jauh dari itu, wisatawan mancanegara harus memiliki tujuan jelas ketika datang ke Bali.Salah satunya untuk menikmati seni, budaya, dan adat istiadat masyarakat.
"Bukan hanya untuk berfoto-foto, dan segala macamnya. Tetapi juga datang dan melihat, bukan hanya di Bali Selatan, juga ke Bali Utara. Banyak pariwisata yang mempunyai buying power yang besar, yang tidak hanya stay atau menikmati Bali Selatan saja," bebernya.
"Mereka juga ke Bali Utara, ada yang menginap di rumah-rumah yang ownernya langsung orang Bali. Mereka (owner) itu ada yang petani yang menyuplai semua produknya ke hotel-hotel, itu yang dimaksudkan dengan pariwisata berkualitas," sambungnya.
Ia berharap, modal kepariwisataan Bali dapat diperkuat dengan Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana disebut bakal menjadi pondasi kuat dalam mewujudkan pariwisata berkualitas.
"Menjadi pondasi atau landasan dari pembangunan kita. Tri Hita Karana itu seimbang. Kita sebagai orang Bali yang beradat, harus menunjukkan kepada wisatawan, bagaimana sih orang Bali, orang Hindu yang beradat itu mencari keseimbangan antara bekerja, beradat, dan keTuhanan," bebernya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjokorda Pemayun mengapresiasi komitmen PATA yang secara khusus memikirkan skema pengembangan berkualitas.
Diakui, Tri Hita Karana merupakan modal kuat Bali untuk mewujudkan kepariwisataan berkualitas.
"Tentu yang berkualitas ini kita akan sinergikan dengan regulasi yang sudah jelas mengamanatkan, baik itu Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Kepariwisataan Budaya Bali, dan Pergub Nomor 28 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Pariwisata," sebutnya.
"Pada tata kelola disebutkan ada dua dari sisi destinasi, kemudian dari sisi wisatawan itu sendiri," imbuhnya.
Terkait Perda Nomor 5 Tahun 2020 dan Pergub Nomor 28 Tahun 2020, Tjok Pemayun memastikan Pemerintah Provinsi Bali sudah bergerak untuk mengawal keberhasilan kedua regulasi tersebut.
Implementasi kedua regulasi ini diawali dengan pembentukan Satuan Tugas (satgas) pariwisata.
"Kami sudah berkali-kali, tim dari Dinas Pariwisata sudah turun, baik itu dari sisi usaha pariwisata, pembinaannya, termasuk dengan pramuwisatanya seperti apa, termasuk kita dengan tim pengawasan orang asing dan tim pemantauan orang asing, termasuk dengan Polda Bali," pungkasnya.
Focus Group Disscusion (FGD) yang diselenggarakan PATA Bali dan Nusa Tenggara Chapter menghadirkan tiga narasumber.
Ketiga narasumber itu meliputi Guru Besar Ilmu Pariwisata, Budaya, dan Agama Prof. Dr. I Ketut Sumadi, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana, dan Ketua Perhumas Denpasar Bali Dr. Ni Made Eka Mahadewi.