Akhir bulan September 2000...
Gue lulusan SMA tahun 1997 dan memutuskan meneruskan kuliah sampai berhasil mendapatkan ijazah Diploma 3 yg gue selesaikan hanya dalam waktu dua setengah tahun di sebuah fakultas di kota kelahiran gue. dan berbekal ijazah itu gue coba mengirim lamaran ke beberapa perusahaan di ibukota karena gue pikir perusahaan di kota tempat gue tinggal nggak begitu menjanjikan. makanya gue pilih ke luar kota, siapa tau peruntungan gue memang di sana. namun berbulan-bulan gue tunggu tetapi belum juga ada jawaban dari lamaran gue.
Sudah hampir genap satu tahun gue menganggur di rumah membebani orangtua. dan pada pertengahan Agustus tahun 2000 gue mendapatkan sebuah surat panggilan dari sebuah perusahaan produsen alat-alat elektronik di Karawang. gue sendiri heran karena seingat gue, gue hanya mengirim lamaran ke perusahaan di Jakarta dan Bandung. tapi namanya pengangguran, gue ambil aja kesempatan ini.
dan berangkatlah gue ke Karawang...
di Karawang gue nggak punya kenalan siapa-siapa. maka gue keliling di sekitar perumahan yg letaknya dekat ke kawasan industri biar lebih dekat dengan kantor. selama tes berlangsung gue numpang tidur di sebuah mesjid. untungnya tes nya cuma tiga hari. setelah ada keputusan gue diterima kerja magang, gue putuskan mencari kosan. dengan bantuan tukang ojek yg gue kenal sewaktu ngobrol-ngobrol di mesjid, gue akhirnya menemukan sebuah kontrakan di daerah Perumahan Teluk Jambe.
kontrakan itu lumayan laris. dua lantai di bawah sudah terisi penuh dan hanya ada sisa satu kamar di lantai tiga.
"tinggal yang ini Mas," kata Pak Haji pemilik kosan menunjuk pintu sebuah kamar di ujung koridor..
gue memandang berkeliling sementara Pak Haji membukakan pintu untuk gue melihat-lihat kamarnya. di lantai atas ini cuma ada enam kamar. masing-masing kamar sudah dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi di dalamnya. dengan harga sewa seratus ribu rupiah per bulan, gue terima dan mulai hari itu gue resmi jadi penghuni kamar nomor 23. kamar-kamar di sini terpisah koridor selebar kurang lebih dua meter. tiap sisi ada tiga kamar yg saling berseberangan. gue sendiri merasa cukup beruntung karena mendapat kamar yg posisinya paling ujung. kamar gue dan kamar di depan disambung oleh sebuah tembok pendek berukuran setengah meter sebagai pembatas.
besok gue sudah mulai kerja, maka hari ini juga gue berbenah kamar. menyapu dan mengepel serta membersihkan dinding dari sarang laba-laba yang menempel. nampaknya kamar ini sudah lama tidak ditempati. dan sesi bersih-bersih itu selesai pukul setengah lima sore. gue sedang duduk di kursi kecil depan kamar saat kamar sebelah gue mulai menyetel lagu dengan volume kencang. beginilah nasib anak kos baru, cuma bisa jadi pendengar setia.
setelah capek bersih-bersih dan menyempatkan mendengar tiga buah lagu yg disetel kamar sebelah, gue turun keluar mencari warung makan. limabelas menit kemudian gue sudah berjalan di tangga menuju kamar gue dengan sekantong nasi bungkus di tangan. anak-anak kamar sebelah gue nampaknya masih asyik tidur di kamar mereka, karena gue tau rata-rata penghuni kosan ini adalah karyawan yg bekerja di kawasan industri.
hanya ada satu pintu yg terbuka, pintu kamar seberang gue. di depan pintu seorang wanita sebaya gue sedang duduk memeluk lutut dan memandang kosong ke lantai di bawahnya. rambutnya panjang dibiarkan tergerai sedikit menutupi wajah. hidung mancung dan berperawakan lumayan tinggi. saat itu dia mengenakan sebuah celana jeans pendek se paha, tapi yg menarik perhatian gue adalah kaos kaki yg dipakainya itu. kaos kaki panjang sampai menutupi lutut. Karawang adalah kota yg panas, maka gue sendiri aneh melihatnya memakai kaos kaki yg begitu panjang.
"sore Mbak," sebagai "anak baru" gue memberanikan diri menyapa supaya dinilai sopan.
diam. wanita itu bergeming. jangankan membalas sapaan gue, mengangkat kepalanya pun tidak.
"selamat sore Mbak..." kali ini gue coba keraskan suara.
dia tetap diam.
"sialan," omel gue dalam hati. maka gue putuskan langsung masuk ke kamar dan menyantap nasi bungkus gue.
nggak ada yg spesial di hari pertama gue di kosan. kecuali momen mati lampu pada jam delapan malam, gue memutuskan segera beranjak tidur karena besok pagi gue tidak boleh terlambat datang ke kantor. gue cukup senang listrik mati, karena itu artinya gue bisa dengan tenang tidur. kamar sebelah gue mendadak menjadi "bisu".
entah sudah jam berapa saat itu, dalam kondisi kantuk yg mulai menjalari mata, samar-samar gue seperti mendengar sebuah suara. asalnya dari luar, entah dari sebelah mana. sebuah suara isak tangis seorang wanita, gue yakin. isakan kesedihan yg dalam.
bulu kuduk gue merinding. pikiran gue mulai membayangkan kelebatan-kelebatan sosok yg bahkan nggak pernah gue tau keberadaannya. gue menaikkan selimut sampai menutup kepala. suara itu hilang.
gue diam memasang telinga berusaha menangkap suara-suara lagi. tapi tidak ada suara apa pun. beberapa menit gue masih terjaga memastikan. tetap sunyi. hanya suara degup jantung di dada gue yang terdengar mengalun berkejaran dengan suara detik jam di dinding....
Tuangkan Komentar Anda