Orang berkata cinta akan tumbuh seiringnya waktu tapi apakah itu benar? Mungkinkah cinta akan tumbuh di hatinya untukku? Aku hanya bisa memandanginya saat dia tidur seperti ini, memperhatikan matanya yang tertutup, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tipis sungguh ciptaan Tuhan yang luar biasa itulah yang selalu ada di pikiranku ketika melihatnya. Pria yang sedang ada di hadapanku adalah suamiku terhitung sejak 3 bulan lalu. Suamiku bernama Almar dia seorang pengusaha sukses berusia 31 tahun sedangkan aku hanya seorang guru les bahasa inggris di sebuah lembaga les di ibukota berusia 23 tahun dengan penampilan biasa saja. Semua orang pasti bertanya kok bisa kami menikah? dan jawabannya adalah karena kami berjodoh, setidaknya itu yang aku yakini tapi aku juga tak tahu apa yang dia pikirkan tentangku.
Pertemuan kami memang murni sebuah ketidaksengajaan saat itu aku hendak berangkat mengajar tiba-tiba saja seorang pria berlutut di hadapanku dengan sebuah buket bunga dan cincin. Aku hanya menatapnya heran tapi orang itu tak peduli dengan keherananku dan menyatakan cintanya dengan cara yang menurutku begitu alay. Aku berusaha mundur tapi dengan seenaknya orang itu menarik tanganku. Aku mengenali pria itu sebagai salah satu orangtua dari muridku tapi aku juga tak tahu kenapa pria ini tiba-tiba saja menyatakan cinta padaku.
Aku berusaha melepaskan tanganku dari tangan pria itu tapi pria itu malah mempererat pegangannya, aku berusaha berteriak tapi orang-orang berpakaian serba hitam di sekelilingku menatapku garang. Pria yang menyatakan cinta di hadapanku langsung meminta aku menjawabnya dan tentu saja aku menolaknya, gila aja di siang bolong tiba-tiba orang yang tidak aku kenal melamarku yah tentu saja jawabannya pasti tidak. Tapi sepertinya pria itu tidak bisa menerima penolakan dariku, wajah pria itu langsung mengeras dan wajah tidak bersahabat dia tunjukkan padaku.
Aku mundur perlahan tapi pria itu langsung menarik lenganku dan memaksaku untuk ikut dengannya. Aku meronta dan berteriak minta dilepaskan tapi orang itu tak peduli dan malah menyeretku. Tuhan sepertinya masih sayang padaku karena ternyata masih ada orang yang mau menolongku. Seorang pria berteriak minta orang itu melepaskanku dengan gagah berani. Melihatnya aku langsung terpesona dan ketika orang yang memegang lenganku lengah, aku langsung berlindung di belakang pria itu. Pria itu menggenggam tanganku dan anehnya meskipun dia orang asing tapi aku merasa nyaman berada di genggamannya. Orang-orang yang berbaju hitam terlihat geram dan siap untuk menghajar pria itu. Pria itu menggenggam tanganku erat dan membisikkanku untuk berlari dalam hitungan tiga.
Sambil masih berpegangan tangan kami berlari menghindari orang-orang yang mengejar kami. Kami bersembunyi di kerumunan orang yang sedang berkumpul dan mengantre dua barisan. Pria itu mengajakku untuk bergabung dengan barisan orang-orang yang memakai kostum daerah dan gaun pernikahan. Aku dapat melihat orang-orang berbaju hitam masih ada di sekeliling kami dan mencari kami. Antrean orang yang memakai kostum terus maju dan sampailah kami di depan meja panitia dan mereka meminta KTP kami. Aku duduk di depan seorang bapak-bapak yang berpakaian ustadz dan dia menanyai kami.
“Sofia dan Almar kalian siap untuk ijab kobul?” tanya bapak itu sambil meminta tangan pria asing yang bernama Almar itu.
Aku bingung dengan pertanyaan si bapak tadi dan buru-buru menggeleng. Almar menarikku untuk bangun tapi ketika hendak berbalik orang yang mengejar kami ternyata masih menunggu kami. Entah apa yang ada di pikiran Almar dia malah menyutujui untuk melakukan ijab kobul pernikahan. Setelah membeli peralatan salat dan al-quran yang memang disediakan oleh panitia acara nikah masal ini. Aku hanya bisa mematung saking syoknya, bagaimana bisa aku bertemu dengannya dalam hitungan menit saja dan sekarang dia berstatus sebagai suamiku. Yah itulah cerita pertemuan kami, hari itu entah apa yang ku impikan malamnya sehingga dalam satu hari aku dilamar dan menikah dengan laki-laku berbeda dalam kurun waktu beberapa jam saja. Setelah menikah dengan Almar tentu saja hidupku berubah dari seorang guru les biasa menjadi nyonya kaya.
Cinderella mungkin itulah kata yang cocok menggambarkan hidupku saat itu. Dari Sofia gadis desa yang merantau demi uang untuk keluarga menjadi istri pengusaha sukses di bidang furniture bahkan orangtuanya yang asalnya membuka warung makan sekarang jadi pemilik restoran mewah. Tapi lalu bagaimana hidupku setelah menjadi Cinderella? ternyata itu jauh sekali dari ekspektasiku. Kadang aku bertanya bagaimana nasib Cinderella yang asli setelah menikahi prince charming? apakah masih indahkah? Atau sama saja denganku saat ini.
Rumah tanggaku dengan Almar jauh dari kata bahagia. Meskipun kami sudah resmi menikah tapi Almar hanya menganggapku sekedar teman serumah saja. Dia bilang dia menikahiku hanya agar orangtuanya berhenti menjodohkannya dengan anak teman mereka. Almar hanya bersikap sebagai suamiku jika orangtuaku atau orangtuanya datang ke rumah mewah miliknya. Sebagai seorang perempuan tentu saja pasti merasa ingin dicintai apalagi oleh suami sendiri tapi apa boleh dikata jika takdir menggariskan aku harus menikah dengan orang yang tidak mencintaiku sama sekali.
Pernah suatu hari ibu mertuaku bercerita jika Almar pernah ditinggal meninggal oleh wanita yang dicintainya hingga dia tak mau berhubungan dengan wanita lain. Ibu mertuaku sangat menyayangiku karena dia menganggap aku sebagai malaikat yang turun dari langit untuk menemani putranya yang kesepian. Pada kenyataannya akulah yang merasa kedatangan malaikat di hidupku, meskipun Almar tidak mencintaiku tapi harus ku akui aku sudah jatuh cinta padanya saat pertama kalinya bertemu dan bisa melihat sekaligus menatapnya setiap pagi seperti ini saja membuatku bahagia.
Aku terus menandangi setiap jengkal wajah Almar dan tak menyadari Almar juga sedang balas menatapku. Aku langsung memalingkan wajah karena malu dan dengan gugup aku menyuruhnya untuk segera makan. Hening itulah suasana yang tercipta di antara kami, Almar orang yang jarang bicara dan jika aku ajak bicara diam saja malah dia nenyuruhku untuk menuliskan apa saja yang ingin aku sampaikan dan menaruhnya di ruangannya. Ruang kerja Almar adalah ruangan yang paling tak ingin aku masuki karena di ruangan itu penuh dengan foto almarhum pacarnya yang harus ku akui berwajah cantik.
Selama 3 bulan menikah komunikasiku dengan Almar bisa dihitung jari selebihnya dia selalu mengabaikanku. Almar melarangku bekerja di tempat les lagi jadinya aku membuat les sendiri di rumah untuk anak-anak si sekitar kompleks rumah Almar. Setelah menikah dengan Almar aku jarang sekali ke luar rumah kecuali ke supermarket atau menghadiri acara-acara Almar yang selalu membawaku jika diharuskan membawa pasangan.
Hari minggu aku putuskan untuk pergi ke supermarket karena hari minggu Almar ada di rumah jadi jika kami terus bersama rasanya jadi canggung. Aku membeli perlengkapan mandi, dapur dan juga cemilan, setelah selesai belanja dan hendak pulang seseorang menarik lenganku. Aku berbalik ke arah orang itu dan ternyata dia adalah pria gila yang melamarku tempo hari, pria itu menyeringrai meremehkanku dia mengataiku murahan karena mau dinikahi orang yang baru saja dikenal beberapa jam. Dia terus menghinaku sampai kupingku sakit tapi aku tak berani melawan karena takut.
Seorang pria berdehem dan mendekat ke arahku dan membalas perkataan pria gila itu. Si pria gila itu hendak marah tapi tidak jadi karena petugas keamanan menghampiri kami. Aku berbalik ke arah pria itu dan mengucapkan terima kasih. Aku menatap wajah pria itu yang tak asing di mataku, pria itu tersenyum kepadaku.
“Apa kabar princess?” tanyanya sambil tersenyum. Aku menatap pria itu tak mengerti tapi setelah aku perhatikan ternyata pria itu adalah Ian pacar sekaligus cinta pertamaku saat SMA. Aku menutup mulutku tak percaya oh my god akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan orang yang mengisi memori indah dalam album hidupku. Kami berbincang bersama dan berakhir dengan makan siang.
Bersambung....
Tuangkan Komentar Anda