Matahari senja menyapa seakan ingin membangunkanku. Dengan enggan ku buka selimut yang melingkar di tubuhku perlahan-lahan. Lalu ku gosok kedua mataku sembari menatap jam yang tergantung di dinding kamarku. Tiba-tiba terdengar suara yang tak asing di telingaku. “Nayla.. Nayla.. Nayla,” suara itu memanggil namaku. Suara itu semakin dekat dan tiba-tiba…
“darrr.. cepetan mandi kita nanti telat! mana upacara lagi” omel Tania, Tania adalah temanku sejak kecil.
“Iya bawel, ini mau mandi. Santai aja kali baru jam enam.” jawabku dengan santainya.
“Nay.. kamu masih ngantuk ya? ini udah jam setengah tujuh kali, nih lihat kalau gak percaya.” bantah Tania sembari menyodorkan jam tangannya.
“Oh no… tunggu yah aku mandi dulu,” dengan kekuatan turbo aku langsung menuju kamar mandi.
Setengah jam sudah, aku dan Tania pun berangkat. Setelah sampai di sekolah untung saja dewi fortuna berpihak pada kami, sehingga kami tidak telat dan untungnya lagi tidak upacara. kami pun masuk ke kelas masing-masing. Aku baru ingat ini hari pertamaku di kelas 3 SMA. Entah mengapa mataku tertuju di pintu kelas menanti seseorang penuh harap agar ia satu kelas denganku. Dia adalah seorang yang spesial di hatiku. Aku mengenalnya sejak SMP, tepatnya kami mulai akrab pada kelas 1 SMP. Entah rasa apa yang ada padaku, dengan kecewa ku lipat wajahku mengarah ke lantai, namun sebuah suara mengejutkanku suara yang memanggil namanya.
“Alex, kamu di kelas ini juga” kata Ivan temannya.
“iya van, berarti kita sekelas dong?” jawabnya. “iya, ayo masuk nanti ada guru lagi” balas Ivan.
“oke!!” katanya sembari memasuki kelas. Entah kenapa saat ia masuk aku seperti tak percaya. Hati ini seakan menari-nari dan ingin rasanya aku bersorak riang tapi itu semua tak mungkin, karena itu sangat memalukan. Alex duduk di belakangku, itu yang membuatku semakin senang.
“Hai..Nay apa kabar?” sapa Alex.
“alhamdulillah baik, kalau kamu gimana?” jawabku dengan agak sedikit nervous.
“baik,” balasnya. “senang ya kita bisa sekelas lagi” sambungku. Dan senyum yang mendarat di bibirnya membuat hati ini semakin berdetak kencang.
—
Hari ini aku pulang bersama teman sebangkuku Tari. Tari kelihatannya baik walaupun kami baru saling mengenal.
“Nay.. kelihatannya kamu deket sama Alex kalian kenal di mana?” tanya Tari. “Oh itu.. aku kenal sama Alex waktu SMP, dan kita sahabatan udah lama” jawabku.
“kenapa kamu tanya begitu?” sambungku. “oh.. eng..gak cuma tanya aja kok” jawab Tari agak gugup. Semakin hari hubunganku dan Alex makin dekat seperti dulu lagi. Getaran-getaran aneh pun muncul jika aku sedang bersamanya, cara matanya memandangku selalu membuatku rindu. Senang hatiku saat ku dengar suaranya yang memanggil namaku.
“Nay.. hari ini kerja kelompok di rumah aku ya sekalian ajak si Tari juga” ajak Alex.
“Ya aku cari si Tari dulu, nanti aku langsung ke rumah kamu.” balas ku.
“oke. Nanti sms aku aja ya kalau udah sampai di rumah aku,” jawab Alex dengan seulas senyum yang manis di bibirnya. Entah kenapa aku takut untuk kehilangan senyum dan tatapan matanya kini. Aku ingin selalu bersamanya.
“Hey tar, dari mana saja kamu? aku cari dari tadi.” omelku. “Sorry Nay, aku tadi ada urusan di kantor.” kata Tari. “Ya udah yuk buruan Alex udah nunggu nih, dia dari tadi sms.” ajakku.
“Ayo! Nay ngomong-ngomong… aku boleh minta nomor Alex gak?” kata Tari yang mengejutkanku.
“boleh sih.. tapi untuk apa?” tanyaku penasaran.
“enggak untuk apa-apa kok, cuma buat tanya kapan aja mau kerja kelompoknya.” jawab Tari yang sedikit membuatku lega. “oh begitu ini nomornya” responku sembari mengulurkan handphone. terima kasih ya Nay..” ucap Tari.
“Sama-sama, ayo buruan! Alex sudah nunggu nih.”
Sepulangnya dari rumah Alex aku memutuskan untuk menceritakan semua perasaanku pada Alex selama ini ke Tari.
“Tar.. sebenar..nya aku sudah lama suka sama Alex. Tapi aku gak mau Alex tahu, kerena kalau Alex tahu pasti akan ada jarak antara kami. Jadi please jangan bilang ke Alex tentang semuanya. Aku menceritakan ini semua ke kamu karena kamu sahabatku.” pengakuanku pada Tari.
“oke.. tenang aja Nayla rahasia kamu aman kok sama aku. Karena aku kan sahabat kamu” balas Tari.
“terima kasih, kamu memang sahabat terbaikku.”
Pagi datang membangunkanku dari mimpi. Rasanya aku tak sabar untuk ke sekolah, aku tak sabar ingin melihat wajah dan mendengar suara Alex. Ku tengok jam dindingku, oh my god!! betapa terkejutnya aku melihat jam itu menunjukkan pukul 7 tepat. Dengan gesit aku langsung meraih handuk dan menuju ke kamar mandi. Akhirnya aku sudah tiba di sekolah tapi kali ini dewi fortuna tidak berpihak padaku, aku terlambat tapi aku senang karena aku tak sendirian Alex pun juga terlambat. Untung guru piket sedang berbaik hati kami pun disuruh masuk ke kelas. Tiba-tiba Alex menggenggam tanganku sembari menarikku. Aku ingin waktu berhenti agar momen indah ini tak akan berakhir. Betapa hangatnya genggaman tangan itu, aku tak ingin genggaman itu terlepas.
Tak terasa 6 bulan sudah aku di kelas 3 SMA dan selama itu juga perasaanku untuk Alex makin bertambah. Persahabatanku dan Tari pun makin erat. Hari terus berganti entah kenapa semakin hari sikap Tari semakin berubah padaku, ia menjadi sangat tertutup kepadaku dan sikapnya mencurigakan seperti ada yang disembunyikan. Aku pun berusaha untuk menutup mata atas semua perubahan Tari, bagiku ia tetap lah sahabatku. Ku baringkan tubuhku di atas kasur lembutku sembari memejamkan mata sejenak namun tiba-tiba terdengar handphone berdering ternyata sebuah pesan masuk dari Tari.
Dari: Tari
“Nayla.. Aku boleh tanya gak sama kamu? kalau aku jadian sama Alex kamu marah gak?”
Untuk: Tari
“itu semua terserah, jika memang kalian saling suka silahkan aku tak berhak untuk marah karena aku bukan siapa-siapanya.”
Dari: Tari
“baiklah. Tapi persahabatan kita tak akan hancur kan?”
Untuk: Tari
“tenang aja Tari, persahabatan kita tak akan pernah hancur lagi pula tak mungkin hanya karena 1 orang cowok kita bertengkar.”
Bersambung...
Tuangkan Komentar Anda