Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan bahwa Tik Tok akan lebih mudah melakukan penyaringan konten negatif di aplikasinya ketimbang Bigo.
Pasalnya Tik Tok merupakan layanan untuk menyaksikan video singkat yang diunggah setelah direkam sebelumnya. Tidak seperti Bigo yang merupakan layanan live streaming.
"Itu [Tik Tok] sebenarnya bukan live streaming ya, dia video, beda dengan Bigo. Live streaming itu malah lebih susah lagi [menyaring kontennya], tapi dia pun sudah kembangkan AI-nya," kata Semuel saat ditemui di kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (10/7).
Jika Bigo dengan konten yang lebih sulit saja bisa melakukan penyaringan, maka Semuel menganggap Tik Tok akan lebih mudah melakukan penyaringan konten dengan kecerdasan buatan ketimbang Bigo.
Hal ini menanggapi Tik Tok yang baru-baru ini diblokir oleh Kemenkominfo karena banyaknya konten negatif yang beredar di platform tersebut.
Tik Tok pun mengklaim sudah mengembangkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) serta mengerahkan kurator konten untuk menyaring kontennya.
Semuel menyebut sebenarnya Tik Tok adalah aplikasi yang menarik, dan jika digunakan dengan bijaksana maka dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyalurkan bakat.
"Misalnya ada yang nyanyi, ada yang stand-up comedy, mungkin buat sitkom juga cerita-cerita pendek, itu juga menarik, jadi ini meng-empower para kreator kita kalau memang digunakan dengan baik," ujarnya.
Ia juga mengatakan, Tik Tok bisa menjadi semacam platform seleksi sebelum seseorang tampil di televisi. Pasalnya, untuk dapat tampil di televisi bukan hal yang mudah. Aplikasi seperti Tik Tok yang ditonton oleh banyak pengguna memungkinkan para pencari bakat untuk menemukan orang-orang yang layak tampil di televisi.
"Masyarakat dikasih screen kecil, dimana bisa dilihat oleh seluruh pengguna. Sekarang mereka punya 10 juta, itu hanya di Indonesia saja," tutur Semuel.
Tuangkan Komentar Anda