Sepasang Kaos Kaki Hitam Bag. 15

Sepasang Kaos Kaki Hitam Bag. 15

"jadi gimana nih selanjutnya?" tanya gue ke Indra sambil menatap tumpukan obat yg tadi diberikan dokter.

Indra diam sebentar.

"kita tunggu dia bangun dulu, baru kita bicarakan baik-baik apa yg harus kita lakukan." jawabnya.

potongan kain di kedua kakinya sudah diganti dengan perban oleh dr. Yusuf. wanita berkaos kaki hitam itu kini jadi wanita "berkaos kaki" putih. dalam hati gue sendiri nggak pernah menyangka kaos kaki hitam yg dipakainya ternyata untuk menutupi bekas-bekas luka yg dibuatnya sendiri. muncul rasa iba sekaligus takut melihat sosok wanita yg sekarang sedang tertidur di kasur.

gue melangkah keluar kamar menuju tembok balkon favorit gue. haah...betapa tadi gue masih meratapi kesedihan karena kehilangan Eci dan beberapa jam terakhir pikiran gue tersedot ke wanita berkelainan jiwa bernama Mevally. sekarang waktunya gue mengistirahatkan otak gue.

gue duduk di kursi kecil depan kamar yg gue taroh di sudut tembok balkon. sambil menjulurkan kaki gue coba pejamkan mata. menikmati heningnya malam yg sejuk ini.

"Ri," belum juga lima detik gue pejamkan mata suara Indra terdengar memanggil di sebelah kiri gue berada.

"apa?" gue menoleh.

"gue mau buang pakaian bekas tadi," katanya mengangkat sebuah kantong hitam berisi pakaian berlumur darah yg tadi kami pakai sebelum mandi. "sekalian beli nasi goreng. lo mau nitip?"

"boleh tuh."

sial, begitu tersedotnya pikiran gue sampai-sampai gue lupa sejak siang tadi gue belum mengisi perut.

"pedes nggak? telornya dicampur apa dipisah?" tanya Indra lagi.

"pedes tapi telornya dipisah." itu adalah menu favorit gue kalau makan nasi goreng. ternyata Indra masih belum hafal juga padahal gue sering nitip beli nasi goreng ke dia.

"ya udah tolong lo jagain cewek ini yah.." lanjut Indra lalu melangkah menuruni tangga. suara sandalnya beradu dengan lantai keramik terdengar seperti sebuah irama yg memecah keheningan malam ini.

heyy...kok gue baru sadar yaa malam ini sepi banget nih kosan? pada kemana para penghuni kamar yg biasanya begitu berisik dengan lagu-lagu dari speaker mereka? sekarang malah suara jangkrik yg bersahutan menyanyikan senandung mereka.

dan tiba-tiba gue melihatnya! Echi! dia berdiri di depan tempat gue duduk!!

aah..itu di dalam pikiran gue aja. ketika gue buka kedua mata gue, nggak ada siapapun di sana. hanya sebuah kekosongan yg begitu hampa. sama dengan yg gue rasakan sekarang dalam hati gue.

sangat menyakitkan rasanya mendapati kenyataan orang yg kita cintai harus direnggut dengan cara yg begitu tragis. kadang gue menerka seperti apa wajah "malaikat pencabut nyawa" yg sudah membuat gue merasakan sakit yg sangat ini. dan jantung gue selalu berdegup kencang tanda emosi gue naik setiap mencoba menerka hal itu.

gue menarik nafas berat. ah, rasanya nafas gue selalu berat setelah kehilangan Echi. entah apa yg harus gue katakan buat menggambarkan sakit ini.

gue hanya diam membiarkan otak gue bermain dengan bayangan-bayangan yg berkelebat nggak jelas. entah sudah berapa lama gue terdiam saat sebuah suara membawa gue ke alam sadar.

"woii...malah molor di depan kamer!" suara Indra mengagetkan gue.

"eh, lo udah balik Dul. kok gue nggak denger suara lo ya?"

"orang tidur mana bisa denger suara?" Indra tertawa.

dia menarik kursi dari depan kamar nomor 21 dan menyeretnya ke dekat gue.

"laper banget nih gue," katanya.

"kok elo beli tiga bungkus? lo mau makan dua?" tanya gue melihat jumlah bungkusan nasi di kantong di tangan Indra.

"gue beliin buat cewek itu. kasian dia juga laper gue yakin."

kami mulai menyantap nasi di tangan kami. ah, akhirnya perut gue terisi juga..rasanya seperti dua tahun kelaparan! (lebay...lebay....)

"udah jam sepuluh nih," gue mengecek jam di hp. "tuh cewek belum bangun juga, dan gue yakin nggak akan bangun sampe besok pagi. jadi gimana?"

"kita tidur aja deh. besok gue kan shif pagi."

"ya udah gue duluan yaa," gue buka pintu kamar gue.

"eeh...mau kemana lo?" Indra menarik leher kaos gue.

"kan lo bilang kita tidur dul??" protes gue.

"tidur dimane lo?"

"ya di kamer gue laah. masa di kamer lo?!"

"ide bagus. lo tidur di kamer gue."

"lho, kok gitu? kan ada si Meva di sana? lo mau temen lo ini diperkosa sama tuh cewek??"

"aje gile! otak lo isinya bokep mulu!" Indra menepuk jidat gue. "tenang aja lo nggak akan diperkosa sama dia. paling juga kepala lo dikuliti pake silet pencukur jenggot!"

"ogah ah! gue tidur di kamer gue!"

"ya udin gue ikut."

"dari tadi kek bilang lo numpang di kamer gue gitu..kan nggak perlu debat nggak penting."

"yaah...penting nggak penting serah lo aja dah."

dan kami mulai mencari tempat yg nyaman untuk mengirim kami ke alam mimpi.

"eh, pintu kamer gue belum ditutup." kata Indra.

"ya udah tutup sana."

"lo aja deh yg nutup."

dengan terpaksa akhirnya gue beranjak keluar hendak menutup pintu kamar Indra. wanita itu masih tertidur di sana. gue sempatkan memandang wajahnya sesaat. hmm...manis juga sebenarnya. dan wajah itu pun menghilang tertutup daun pintu yg gue tutup..


Ditayangkan sebelumnya dari situs haha.hehe
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait