Tabanan, Fakultas Pertanian (FP), Universitas Warmadewa (Unwar) memperkenalkan teknologi pengolahan ubi talas menjadi mie. Teknologi pengolahan ini diperkenalkan kepada Kelompok Wanita Tani (KWT) Dharma Santhi, Desa Baru, Kecamatan Marga, Tabanan dalam kegiatan International Community Service yang digelar secara hybrid dengan melibatkan Faculty of Applied Sciences, Universiti Teknologi Mara (UiTM) Malaysia pada Sabtu (9/10/2021).
Akademisi FP Unwar, Dr. Ir. Luh Suriati, MSi mengungkapkan pemilihan ubi talas sebagai bahan dasar mie merupakan upaya untuk memanfaatkan bahan lokal yang mudah didapatkan dan belum digunakan secara maksimal. Apalagi pemanfaatan ubi talas hanya direbus dan dijadikan camilan selingan. Disisi lain produksi ubi talas di Desa Baru cukup melimpah dan cenderung hanya dijadikan pakan ternak.
Suriati menyampaikan ubi talas di olah menjadi mie karena selama ini masyarakat khususnya anak-anak sangat menyukai panganan mie. Sajian mie talas akan bermanfaat bagi kesehatan anak apabila kemudian dalam pembuatannya bahan dasar mie berupa ubi talas dipadukan dengan sayuran.
“Perlu juga kita ketahui bahwa anak-anak selama ini seringkali sulit memakan sayuran. Kalau di Indonesia itu, pola makan sayur anak-anakk agak rendah karena mungkin berserat mereka susah mengunyah. Maka produk ini sepertinya bisa menawarkan alternative. Anak-anak itu selain mengkonsumsi kegemarannya terhadap mie juga dia mendapatkan nutrisi dari talas dan sayuran yang kita tambahkan” kata Suriati.
Ia memaparkan berdasarkan hasil penelitian, beberapa komponen talas yang sangat dominan adalah karbohidrat, dimana kandungan pati sekitar 70 sampai 80%. Artinya mie berbahan ubi talas dengan campuran sayur dapat dijadikan sebagai makanan pengganti nasi.
Suriati berharap pengolahan ubi talas menjadi mie dapat menambah pengetahuan ibu rumah tangga dalam menyiapkan berbagai olahan berbahan dasar talas. Langkah ini juga diharapkan dapat menjadi sumber ekonomi bagi keluarga di Desa Baru, Marga, Tabanan.
Akademisi dari Faculty of Applied Sciences, Universiti Teknologi Mara (UiTM) Malaysia, Dr. Raseetha Vani memperkenalkan olahan roti berbahan ubi talas. Salah satu tantangan selama ini dalam pemanfaatan ubi talas adalah adanya persepsi masyarakat terkait timbulnya rasa gatal usai mengkonsumsi talas.
“Apabila kulitnya dikupas dengan baik dan kita Kukus dengan baik tidak akan menyebabkan gatal apabila dikonsumsi. Rasa gatal itu adalah persepsi masyarakat. Padahal ia mempunyai antioksidan yang mempunyai fungsi bagi kesehatan” papar Raseetha.
Sedangkan akademisi dari Faculty of Applied Sciences, UiTM, Malaysia lainnya Dr. Aida Azmi memperkenalkan pemanfaatan ubi talas sebagai selai. Langkah ini diharapkan dapat memaksimalkan pemanfaatan ubi talas oleh masyarakat, sehingga difersifikasi pangan dapat dilakukan secara optimal.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Dharma Shanti, Eka Rahayuningsih, mengakui selama ini ubi talas cenderung dimanfaatkan sebagai pakan babi. Produksi yang melimpah dan harga yang rendah menyebabkan masyarakat enggan untuk menjual ubi talas ke pasar.
“Masa panen terbuang, termasuk buat pakan babi saja. Bawa ke pasar dihargai dengan harga murah. Kalau kita bawa ke pengepul dihargai 2000 rupiah perkilo. Kalau sampai dibawa ke pasar, mungkin sampai 4000 rupiah” tutur Eka.
Eka berharap dengan adanya pengenalan pemanfaatan ubi talas menjadi mie, roti dan selai maka masyarakat dapat memanfaatkan ubi talas lebih optimal. Kedepan dengan optimalnya pemanfaatan ubi talas maka harga ubi talas juga menjadi meningkat dan memberikan dampak ekonomi bagi petani.
KWT Dharma Santhi yang dibentuk 2019 dengan jumlah anggota sebanyak 20 orang selama ini mencoba mengembangkan usaha. Kegiatan kelompok adalah yang berhubungan dengan pembuatan untuk keperluan upacara adat di Bali, termasuk membuat olahan pangan untuk upacara adat. Kegiatan pelatihan pengolahan pangan olahan talas diharapkan kelompok mampu memproduksi dan memasarkan produk olahannya lebih luas dengan proses pengemasan yang baik, pemasaran dan manajemen produksi yang lebih baik.
Produk pangan olahan talas diharapkan memiliki ijin untuk produksi pangan dari Dinas Kesehatan berupa sertifikat PIRT sehingga produk yang dihasilkan memiliki legalitas produksi sehingga memiliki jangkauan pasar yang lebih luas. Dengan demikian akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.(mul)
Tuangkan Komentar Anda