Denpasar, Bali.Lembaga Penyiaran di Bali diminta untuk tidak bersiaran saat pelaksanaan Nyepi Tahun Baru Caka 1936 yang jatuh pada 31 Maret 2014 mendatang. Penghentian siaran dimulai pada Hari Senin, 31 Maret 2014 pukul 06.00 Wita hingga 1 April 2014 pukul 06.00 Wita. Himbauan tersebut disampaikan kepada lembaga penyiaran TV dan radio yang bersiaran di wilayah Bali, termasuk TV berjaringan, TV berlangganan atau TV kabel. Himbauan tersebut tertuang dalam surat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali nomor 483 tertanggal 7 Maret 2014.
Himbauan penghentian siaran saat Nyepi merupakan bentuk penghormatan bagi umat Hindu di Bali yang sedang melaksanakan Catur Brata Penyepian. Mengingat Nyepi merupakan suatu kearifan local dan bagian dari kebudayaan Bali. KPID Bali berharap lembaga penyiaran berkomitmen untuk melaksanakan himbauan tersebut. Komitmen lembaga penyiaran akan menjadi perhatian khusus dan menjadi dasar penilaian bagi KPID Bali dalam melaksanakan pengawasan, pemantauan dan monitoring. Termasuk dalam penilaian proses perizinan lembaga penyiaran baik untuk permohonan baru maupun perpanjangan.
Dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 pasal 4 ayat (1) disebutkan “penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat dan perekat social”. Tentunya siaran di saat Nyepi bertentangan dengan konsep Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang/menikmati hiburan). Pada pasal 4 ayat (2) disebutkan “…penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan”. Hal ini memiliki arti bahwa penyiaran selain sebagai bisnis juga memiliki peran dalam melestarikan kebudayaan. Dalam hal ini Nyepi menjadi suatu tradisi masyarakat Hindu Bali yang juga harus dihormati oleh lembaga penyiaran.
Melihat lebih jauh pada pasal 5 poin (b) Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 disebutkan bahwa penyiaran diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa. Tegas sekali disebutkan bahwa lembaga penyiaran berperan dalam meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama. Sementara Nyepi mengandung nilai-nilai agama Hindu dan agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Kemudian pada pasal 5 poin (J) disebutkan bahwa penyiaran diarahkan untuk memajukan kebudayaan nasional. Jelas tersirat bahwa penyiaran memiliki peran penting memajukan kebudayaan nasional. Sedangkan Nyepi merupakan bagian kebudayaan nasional yang ada di Bali.
Secara umum dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran disebutkan bahwa spektrum frekuensi merupakan sumber daya alam yang terbatas dan milik publik. Frekuensi yang dikategorikan sebagai milik publik tentunya harus digunakan demi kepentingan publik dan menghormati hak publik. Nyepi dalam hal ini merupakan hak publik bagi umat Hindu di Bali untuk terbebas dari siaran TV dan radio selama satu hari penuh. Sangat tidak elegan jika kemudian lembaga penyiaran mengabaikan himbauan KPID Bali. Jika tetap diabaikan berarti lembaga penyiaran tersebut tidak menghargai hak publik, termasuk tidak menghargai kepentingan pemilik frekuensi.
Mematikan siaran selama satu hari saat Nyepi berarti lembaga penyiaran secara tidak langsung juga telah turut serta dalam upaya mengurangi emisi karbondioksida. Dimana emisi karbondioksida akan berdampak pada pemanasan global. Dengan menghentikan siaran selama satu hari menjadi langkah awal bagi lembaga penyiaran untuk melakukan efisiensi penggunaan listrik. Seperti diketahui bersama bahwa hampir keseluruhan energi listrik yang digunakan di Bali dibangkitkan dengan menggunakan solar. Tentu sangat disayangkan jika lembaga penyiaran tidak mendukung upaya pengurangan terhadap emisi gak buang. Padahal selama ini media penyiaran melalui pemberitaanya sangat gencar menyerukan dan memberitakan upaya pengurangan emisi karbondioksida dalam upaya mengatasi pemanasan global.
Tuangkan Komentar Anda