Pelaku Usaha SPA Dorong Revisi UU Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Pelaku Usaha SPA Dorong Revisi UU Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Kenaikan pajak termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Undang-Undang itu salah satunya mengisyaratkan ihwal tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas kesenian dan hiburan. 

Regulasi tersebut secara efektif berlaku pada 1 Januari 2024. Undang-Undang ini mengkategorikan diskotek, karaoke, klub malam, bar dan mandi uap/spa sebagai obyek hiburan tertentu/spesial yang dikenakan pajak paling rendah 40% dan tertinggi 75%. 

Pemerintah Daerah Provinsi Bali bersama Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan beberapa penggeliat spa di Bali melakukan kajian dan evaluasi terkait kenaikan pajak hiburan yang dibebankan minimal 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun pada Kamis 18 Januari 2024, mengatakan seharusnya spa di Bali tidak digolongkan sebagai industri hiburan karena spa merupakan upaya untuk menuju kebugaran dan kesehatan.

Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata, Akhyaruddin Yusuf, SE, mengatakan,“dari UU no 28 tahun 2009 kan sudah disebutkan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, spa termasuk dalam kategori hiburan dan rekreasi. Tetapi kenapa protesnya sekarang. Nggak dari dulu?,” ungkapnya.

Menanggapi hal ini, Asosiasi Spa Wellness, yakni IWMA (Indonesia Wellness Master Association), WHEA (Wellness & Healthcare Entrepreneur Association) dan IWSPA (Indonesia Wellness Spa Professional Association) mengadakan audiensi bersama bertepat di Kantor Dinas Pariwisata, Bali, Kamis 18 Januari 2024.

"Kami menilai, Jasa SPA lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata.  Apalagi, secara definisi SPA memang bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan Kesehatan.

Selain itu, SPA juga merupakan bagian dari wellness sebagai payung besarnya. Itu sebabnya,lebih tepat disebut sebagai SPA Wellness, yang tujuannya mencakup Kesehatan promotion dan prevention.

Hal ini diperkuat dengan tercakupnya SPA sebagai salah satu Standar Baku Mutu KesehatanLingkungan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2Tahunn2023. Beleid ini mendefinisikan SPA sebagai terapi dengan karakteristik tertentu yangkualitasnya dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami.

"Kami mengimbau kepada pemerintah untuk segera meninjau kembali, ketentuan mengenaipengelompokan SPA sebagai bisnis hiburan. Jika dibiarkan, kami khawatir akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan usaha di Indonesia,"paparnya.

"Kita baru saja kembangkan Ethnowellness Nusantara (ETNA). ETNA adalah perpaduan yang menarik antara budaya, kesehatan, dan warisan leluhur menjadi pranata kesehatan tradisional Indonesia,"ungkapnya.

“Spa di Bali ini menggabungkan kearifan lokal lo. Di mana therapist di Bali juga dibekali dengan pengetahuan ETNA. Jadi gak asal-asalan memberikan pijat begitu saja. Di Bali kita gunakan istilah urut untuk massage, meboreh untuk mandi lulur dengan bahan tradisional. Jadi ini bukan spa hiburan,” tambah Akhyaruddin.

Ketua Association of Hospitality Leaders Indonesia (AHLI), I Ketut Swabawa, CHA menambahkan spa yang harus dikenakan pajak 40-75 persen itu spa hiburan di mana orang-orang pada mencari hiburan di sana.

“Contohnya di Makassar. Di sana ada spa yang memberikan diskon 50 persen mulai dari jam 11 malam hingga pagi. Nah spa-spa yang seperti inilah yang disebut spa hiburan dan harus dibebankan pajak 40-75 persen. Kalau spa di Bali kan sebagai wadah kebugaran dan mencari kesehatan, bukan termasuk spa hiburan,” ujar Ketut Swabawa

"Kami harap kenaikan ini ditunda, dan dilakukan judicial review. Ada kesalahan definisi jika spa dimasukkan dalam kategori rekreasi dan hiburan umum. Oleh karena itu perlu dilakukan revisi agar tidak seterusnya begitu," ucapnya.

Perwakilan Bali Hotel Association John TG Nielsen mengatakan dengan adanya kenaikan pajak, pihaknya khawatir hal ini akan berdampak negatif terhadap perputaran ekonomi..

Bahkan berpotensi terjadi pengurangan tenaga kerja akibat harga pelayanan menjadi mahal karena kenaikan tarif pajak yang pada akhirnya berimbas kepada perekonomian masyarakat Bali.

 

 

 

Admin
Author : Admin

Kabardewata.com | Media cerdas dari Bali adalah media online independen, berintegritas dan terpercaya menjadi rujukan informasi oleh pembaca.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait