Bali identik dengan berbagai macam tari yang mewarnai berbagai hiburannya. Padahal sebenarnya tari-tari Bali tersebut seharusnya menjadi tarian sakral untuk berbagai upacara adat dan budaya. Bahkan sekarang ini beberapa tarian lebih sering diketahui sebagai tarian komersial untuk mendukung industri pariwisata Bali dalam hal mendatangkan turis. Tarian-tarian berikut ini pun sengaja dihadirkan untuk “menjual” tempat-tempat wisata tertentu.
1. Tari Barong
Filosofi Tari Barong berasal dari arti kata Barong itu sendiri yaitu bahruang, seekor hewan mitologi yang besar dan kuat serta dipercaya dapat melindungi. Oleh sebab itu tarian ini pun dipresentasikan kepada masyarakat pada beberapa upacara adat untuk memberikan simbol perlindungan.
Tari Barong diwujudkan dalam binatang berkaki empat atau berkaki dua, terkadang juga manusia purba. Setiap penari yang melakoninya akan menggunakan topeng kayu. Menariknya topeng kayu tersebut berasal dari tempat-tempat sakral seperti kuburan. Sehingga masyarakt Bali pun menyucikan tarian ini. Sedangkan saat ditarikan Tari Barong dihadirkan tanpa lakon dan diiringin musik gamelan.
Uniknya lagi, Tari Barong memiliki beberapa perbedaan antara satu pertunjukkan dengan pertunjukkan lainnya. Perbedaan tersebut terdapat pada topeng dan bentuk badannya. Bentuk topeng Barong terbagi menjadi 6 yaitu Barong Singa yang melambangkan kebaikan, Barong Landung yang berwujud raksasa, Barong Celeng berbentuk babi hutan, Baron Macan, Barong Naga dan Barong Pilangrejo yang berbentuk singa.
2. Tari Kecak
Tari Kecak diyakini sebagai tarian untuk menghubungkan manusia dengan Dewa-Dewa Hindu untuk berkomunikasi mengenai harapan-harapan yang dikehendaki Yang Maha agar dilakukan oleh manusia. Tarian ini berupa sebuah alur cerita tentang Ramayana. Tarian ini pun dapat dihadirkan dalam berbagai variasi. Namun inti tarian ini sebenarnya mengenai kisah Ramayana yang melawan Rahwana. Puluhan laki-laki diperlukan dalam Tari Kecak untuk menyerukan suara “cak” untuk menjadi pengiring tarian ritual tersebut. Beberapa lakon pun diperlukan sebagai Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman dan Sugriwa.
Dalam pertunjukkan biasanya akan ada orang yang tidak sadarkan diri. Orang tersebut akan berada dalam masa desosiasi atau masa kerasukan roh. Inilah saatnya Dewa-Dewa melakukan komunikasi dengan manusia.
3. Tari Pendet
Saat masyarakat Bali pergi ke pura untuk melakukan upacara adat Tari Pendet biasanya dipertontonkan untuk menjadi simbol pemujaan pada Dewa-Dewa. Lambang tari ini sendiri adalah untuk menyambut kedatangan Dewata ke dunia. Tarian ini awalnya hanya dapat dilakukan oleh para wanita yang belum menikah. Namun sekarang ini Tari Pendek dapat dilakukan oleh individu atau berkelompok baik wanita atau pria. Biasanya mereka telah melakukan latihan tarian rutin di setiap banjarnya. Wanita atau pria yang lebih muda akan mengikuti mereka yang lebih senior sehingga pengaturan posisi penari dapat terlihat dari senior ke junior mulai dari depan ke belakang. Para penari pun membawa kendi, cawan serta perlengkapan sesajen lainnya ketika mempersembahkan tarian di depan umum. Ini juga menjadi tanda penyambutan datangnya para dewa tersebut. Baju yang dikenakan para penari tidaklah sama. Setiap penari memiliki baju adat yang berbeda tergantung dari mana berasalnya banjar mereka.
Sekarang ini Tari Pendet yang telah menjadi komersial dijadikan sebagai tarian selamat datang para tamu atau turis yang datang dari luar daerah untuk berbagai tujuan. Bahkan beberapa tempat wisata, restoran hingga hotel pun menghadirkan Tari Pendet di depan khalayak umum tanpa tujuan adat sama sekali.
Tuangkan Komentar Anda