Semester I-2024 Industri Asuransi Masih Memiliki Potensi Besar

Semester I-2024 Industri Asuransi Masih Memiliki Potensi Besar

Industri perasuransian di Indonesia mengahadapi jalan terjal. Hal itu dibuktikan oleh koreksi pertumbuhan industri asuransi dalam beberapa waktu terakhir. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengakui terjadi koreksi di industi perasuransian dalam dua tahun terakhir. Pihaknya mencatat, koreksi terbesar terjadi di Unit Link atau Paydi dan disusul asuransi kredit. 

Dikatakan, produk Unit Link telah menemukan equilibrium (titik keseimbangan) baru. Terlebih tata cara penjualan produk Unit Link telah diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 05 Tahun 2022 tentang Produk Asuransi yang dikaitkan dengan Investasi. 

Namun secara forecast, Ogi memandang industri asuransi masih memiliki potensi besar. Potensi itu tergambar dari portofolio yang tecatat di semester I-2024

"Asuransi jiwa telah tumbuh 2 sampai 3 persen. Kalau asuransi umum pertumbuhanya double digit. Sehingga secara agregat itu cukup baik pertumbuhan untuk asuransi," katanya di sela-sela Indonesia Insurance Summit 2024 di Sanur, Kamis (22/8/2024). 

Tren positif juga tergambar dari perbandingan klaim dan premi. Menurutnya pascapandemi Covid-19, proporsi klaim tidak jauh lebih besar dari premi nasabah. 

Oleh karenanya, OJK memperkirakan industri perasuransian di dalam negeri ke depannya akan mengalami pertumbuhan yang baik. Meski ia tidak memungkiri, faktor global akan kembali memengaruhi prediksi tersebut. 

"Geopolitik di luar negeri, tingkat suku bunga, situasi di Timur Tengah, di Rusia, Ukraina dan beberapa di negara lainnya, juga itu berdampak ya kepada industri perasuransian," ungkap Ogi. 

"Tetapi kami melihat industri perasuransian masih tetap bisa tumbuh di tahun-tahun yang akan datang ini dengan baik. Itu prediksi dari kita," lanjut Anggota Dewan Komisioner OJK tersebut. 

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan menyampaikan, industri saat ini sedang mengalami situasi yang tidak ideal. Kondisi itu tercermin dari pelambatan yang dipicu berbagai faktor.

"Melambatnya kan karena penjualan kendaraan bermotor, salah satunya itu. Penjualan kendaraan bermotor roda dua, roda empat memang kan melambat. Kita tahu impactnya ada di kita. Kalau yang lain-lain masih stabil. Masih agak sedikit optimis," bebernya. 

Disinggung kenaikan Pajak Penambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025, Budi mengaku telah memitigasi dampak dari kebijakan itu. Terlebih kebijakan itu bersamaan dengan implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117.

"Ini kan parallel run dengan PSAK 64. Kita harus lihat juga impact pajaknya bagaimana," sebutnya.

"Kita sudah minta relaksasi pajak ke Kementerian Keuangan, tepatnya ke Direktorat Jenderal Pajak, tetapi belum dijawab," sambung Budi.

Admin
Author : Admin

Kabardewata.com | Media cerdas dari Bali adalah media online independen, berintegritas dan terpercaya menjadi rujukan informasi oleh pembaca.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait