Rencana pengesahan RUU KUHP terkait pasal perzinaan memiliki pesan moral yang baik namun jangan sampai regulasi ini menjadi kontraproduktif yang mengakibatkan kunjungan wisatawan asing menurun ke Indonesia atau berpindah ke destinasi kompetitor di Asia Tenggara.
Demikian disampaikan Ketua IHGMA DPD Bali, Dr. Yoga Iswara, BBA., BBM., MM., CHA., Senin (24 Oktober), menanggapi dinamika yang berkembang dan menjadi viral di kalangan industri pariwisata nasional. Dalam tanggapannya, Dr. Yoga Iswara berharap agar eksekutif dan legislatif bijak membuat keputusan jangan sampai RUU ini membuat kontraproduktif kebijakan pembangunan pariwisata pemerintah yang sudah dilaksanakan selama ini.
“Kami berterima kasih kepada pemerintah yang mengambil terobosan strategis dalam pengembangan 10 Bali Baru dan lima destinasi superprioritas seperti di Labuan Bajo dan Mandalika dengan investasi triliunan rupiah. Mohon jangan sampai proyek strategis untuk kesejahteraan masyarakat ini dihambat oleh regulasi yang membuat takut wisatawan berlibur di Indonesia,” ujar CEO freshWater Asia ini dalam rilis diterima Kabar Dewata, Senin( 24/10/2022).
Rencana pengesahan RUU KUHP terkait pasal perzinaan kembali viral dan menuai kontroversial setelah sempat meredup di tahun 2019. Saat itu, Presiden Jokowi meminta DPR untuk menunda pengesahan revisi aturan permasyarakatan pada tanggal 24 September 2019.
Setidaknya ada 4 RUU yang ditunda yaitu RUU Pertanahanan, RUU Mineral dan Batubara, RUU Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan RUU Pemasyarakatan untuk bisa mendapatkan masukan, subtansi yang lebih baik sesuai keinginan masyarakat.
Sejalan dengan pendapat sejumlah ketua organisasi profesi di bidang pariwisata di Indonesia, Yoga Iswara menyampaikan bahwa permasalahan ini perlu dicarikan solusi dan dikemas lebih baik lagi tanpa harus menimbulkan masalah baru, khususnya di sektor pariwisata nasional yang sedang berfokus pada tahapan pemulihan pasca-pandemi Covid-19.
“Pesan moral dari rencana regulasi tersebut bisa kita pahami dan maksudnya baik, namun hal ini tidak serta bisa dipahami dan berlaku bagi wisatawan asing yang memiliki aturan, norma serta budaya yang berbeda,” ujar Dr. Yoga Iswara.
Yoga Iswara yang juga Corporate GM Maca Group ini menambahkan walaupun pasangan di luar nikah yang menginap di hotel tidak serta merta dapat digerebek tanpa ada aduan, artinya yaitu hanya dapat diadukan oleh suami/istri bagi mereka yang terikat perkawinan atau orang tua/anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
“Mengingat hal ini sudah masuk ke ranah sangat privat yang seyogianya dapat dikemas lebih baik lagi tanpa harus menimbulkan permasalahan baru contohnya terdapat pasal-pasal yang 'disalah artikan" oleh media asing atau kompetitor kita tanpa melakukan klarifikasi lebih lanjut oleh pasal atau ayat lainnya yang dapat menciptakan persepsi negatif dan sangat merugikan,” ujar Yoga Iswara.
Yoga Iswara menegaskan bahwa kalangan pelaku bisnis perhotelan sudah memiliki kebijakan dan aturan untuk mencegah terjadinya praktik human trafficking (pedagangan manusia), khususnya pada anak-anak di bawah umur.
Hal itu dilakukan dengan melatih dan mengedukasi para karyawan hotel untuk melihat gerak- gerik praktik perdagangan manusia dan bagaimana melaporkannya dengan smart, namun kita juga tetap memiliki etika untuk tetap menjaga setiap privasi tamu yang menginap.
“Batasan ini harus jelas untuk menghindari salah tafsir dan persepsi yang berpotensi besar dapat merugikan pariwisata nasional,” ujar Yoga lulusan Doktor Pariwisata Udayana.
Tuangkan Komentar Anda