Ajus Linggih Usulkan Perda Perlindungan Produk Lokal

Ajus Linggih Usulkan Perda Perlindungan Produk Lokal

Pulau Dewata telah memiliki Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018. Namun regulasi tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali itu masih memiliki celah dalam penegakan hukumnya. 

Oleh karenanya, Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih mengusulkan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) baru. Perda itu nantinya untuk memperkuat pemasaran dan pemanfaatan produk pertanian lokal Bali.

"Perda itu untuk menyempurnakan Pergub Bali Nomor 99 Tahun 2018," katanya Kamis (17/10/2024). 

Tokoh muda yang akrab disapa Ajus Linggih itu menjelaskan, Perda baru ini akan memuat beberapa hal. Pertama, mewajibkan 80 persen hasil pertanian, peternakan, perikanan maupun produk lokal Bali diserap pelaku usaha pariwisata khususnya hotel berbintang maupun restoran dan cafe.

"Selanjutnya, Perda ini akan memuat sanksi tegas bagi yang tidak menggunakan produk lokal Bali. Penerapan sanksi dan implementasi harga akan dipantau satgas khusus, yang terbentuk, sebagai tindak lanjut dari keberadaan Perda baru itu," sebut Ketua Umum BPD HIPMI Bali itu. 

Kemudian, Perda ini diikuti dengan pembentukan Perusahaan Daerah (Perusda). Perusda baru tersebut berperan untuk menyerap hasil bumi di Pulau Seribu Pura. 

"Perusda ini juga bertugas mendistribusikan seluruh produk lokal Bali ke pelaku usaha," jelasnya. 

Ajus Linggih meyakini, Perda baru ini bakal memiliki banyak manfaat. Di antaranya, meningkatkan kesejahteraan petani, peternak dan nelayan Bali. 

Perda ini juga dapat mengurangi kebocoran ekonomi Bali. Selain itu, Perda baru ini dapat mengotimalkan serapan hasil bumi Bali oleh industri pariwisata. 

"Saya yakin, Peraturan Daerah ini juga dapat mengurangi alih fungsi lahan pertanian menjadi hotel maupun villa," tegasnya.

Ia tidak memungkiri, alih fungsi lahan sebagai masalah nyata bagi Bali. Kondisi itu dipicu keengganan masyarakat menggarap lahan pertanian. 

"Perkembangan indeks nilai tukar petani yang turun terus, menjadi penyebab masyarakat berpikir lebih menguntungkan menjual lahannya ketimbang menggarap lahan itu," bebernya. 

"Kondisi ini mengakibatkan produksi beras di Indonesia termasuk di Bali terjun bebas sejak tahun 2014," tutupnya.

Admin
Author : Admin

Kabardewata.com | Media cerdas dari Bali adalah media online independen, berintegritas dan terpercaya menjadi rujukan informasi oleh pembaca.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait