Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI menetapkan pengenaan pajak penghasilan dari para investor valuta asing (valas) menyusul permintaan pengenaan pajak baik dari investor ataupun pialang valas. Jual beli valas berapapun juga dari keuntungannya dikenakan pajak. Terkait hal tersebut, Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Bali, Hajah Ayu Astuti Dhama, mengatakan masih belum ada sosialisasi lebih lanjut mengenai ketetapan baru tersebut. Selain itu, perhitungan pajak tersebut diambil darimana itu masih menjadi pertanyaan.
"Kita ini kan bidangnya di penukaran uang bukan perdagangan. Kalau perdagangan baru kena pajak. Dasarnya darimana mau dikenakan pajak itulah yang kami masih tidak mengerti," paparnya saat ditemui di kantornya di Denpasar.
Yang jelas, ungkapnya, sebagai pedagang valas berijin sudah melakukan kewajiban membayar pajak melalui badan hukum. "Kalau ditambah lagi dengan pajak transaksi bukankah ini memberatkan kami dan juga pasti berimbas ke konsumen juga nantinya," sebutnya.
Padahal, di luar negeri pun ketetapan pajak untuk transaksi tidak diberlakukan. "Apalagi nanti masuk ke masa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bagaimana nanti kita akan bersaing. Mereka penukaran biasa saja tidak ada komisi. Ataupun kena pajak, jelasnya. Seharusnya, kata Ayu yang pertama harus diperhatikan dan ditertibkan oleh pemerintah adalah penertiban bagi money changer yang ilegal alias tidak berijin. Karena selain tidak perlu membayar pajak, money changer ilegal inilah yang merugikan baik pemerintah, money changer legal maupun masyarakat yang hendak menukarkan uang.
"Money changer ilegal sekarang makin menjamur dan makmur saja. Mereka tidak perlu membayar pajak. Dan tidak perlu berkewajiban untuk membuat laporan keuangan ke BI. Sedangkan kami yang sudah legal, sudah membayar pajak dan membuat laporan. Malah masih dicekoki dengan beragam macam peraturan dan kewajiban baru," keluh Ayu.
Karena itu, Ayu berharap agar pemerintah melalui aparat yang berwenang lebih berperan aktif lagi dalam menindak money changer ilegal ini. "Kami berharap terbitnya suatu undang-undang untuk perlindungan yang jelas sehingga bisa berbisnis dengan baik dan tidak mengganggu citra pariwisata. Katanya sudah dari dulu ini akan dibahas. Tapi sampai sekarang masih belum ada. Kenapa lama sekali? Apa sebenarnya problemnya?" imbuh Ayu.
Dikatakannya, saat ini jumlah anggota yang tergabung dalam APVA Bali sebanyak 124 anggota berijin. "Yang tergabung di APVA hanya yang berijin, kalau yang tidak berijin tidak kami terima.
Disini banyak ada yang tidak berijin, bahkan lebih dominan yang tidak berijin daripada yg berijin. Kalau Money Changer yang tidak berijin ini kayak jamur dimusim hujan apalagi kalau kurs naik. Mereka lebih banyak berada di kawasan Kuta, Sanur, Nusa Dua. Mereka (ilegal) banyak muncul di bulan Agustus dan Desember, " sebutnya.Ditahun ini APVA semakin berbenah untuk meningkatkan citra pariwisata Bali. Sebab pariwisata Bali tidak terlepas dari pelayanan APVA yakni dengan menghindari cercaan bahwa tamu selalu ditipu pedagang valuta asing ilegal. Untuk itu, APVA Bali tetap berupaya mengkampanyekan agar wisatawan mempergunakan Money Changer berijin yakni dengan menyebarkan stiker yang ditempel di loket berijin
Tuangkan Komentar Anda