Kabardewata - Science Techno Park (STP) dinilai bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki beberapa varietas padi, kedelai, sorgum, gandum dan sebagainya di Indonesia. Dimana varietas padi yang semula biasa dihasilkan rata-rata 5 ton perhektar, itu bisa ditingkatkan menjadi 11 ton per hektar. "Itu diakui oleh banyak pihak, hanya tantangannya kita tidak punya cabang di 34 propinsi.
Dengan Agro Techno Park (ATP) kita harapkan merupakan basis kita untuk mendesiminasikan hasil litbang kita, tapi kita itu harus ada kerjasama yag jelas," terang Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jarot Sulistio Wisnubroto ditemui kemarin disela-sela acara Focus Group Discusion Agro Techno Park/ Science Techno Park di Kuta.
Jika STP tersebut berhasil dikembangkan di 34 propinsi di Indonesia, dirinya yakin Indonesia bisa menekan impor pangan kedepannya. Dimana sengan menggunakan STP maka kenaika produksi pangan bisa mencapai 30-40 persen, tapi itu bukan bergantung pada varietas saja tapi pendistribusiannya juga sangat penting berpengaruh. Apalagi biayanya dirasa juga tidak banyak, sekitar 1-2 tahun menghabiskan sekitar 1-2 milyar untuk masing-masing daerah.
Untuk mengawali pembuktian tersebut, pihaknya memilih 3 tempat di wilayah Polewali Mandar (Sulawesi Barat), Klaten (Jawa Tengah), Musi Rawas (Sumatra Selatan). Dimana ketiga tempat tersebut dipilih karena kerjasama, antusias dan semangatnya sangat bagus. Baik itu dari pemda setempat, universitas dan kelompoktani masing-masing juga siap dan sudah ada MoU nya. Sedangkan beberapa daerah diakuinya juga sudah tertarik mengembangkannya, yaitu Tabanan, NTB dan Kalimantan timur.
"Kita ambil contoh 3 daerah ini dulu, jika sukses maka yang lainnya akan menyusul.Ini memang sengaja kami masih dibatasi, agar ketiga derah ini terurus dengan baik, baru menyasar ke daerah lainnya. Satu lagi kita masih memfokuska STP yang ada di Jakarta, dimana itu untuk menjadi centra kelitbangan kita kelak untuk hasilnya diseminasikan ke daerah lain,"papar Jarot.
Pola dalam pengelolaan STP sendiri dijelaskannya tidak hanya melibatkan pemda, universitah dan kelompok tani terkait. Namun nantinya akan ada penyuluhnya untuk bersama-sama belajar, agar kedepan bisa mandiri di bidang pangan serta mampu mendeseminasikan varietasnya.
"Walau nantinya mereka mandiri, tapi tetap akan berhubungan dengan kita. Karena varietas tersebut terus dikembangkan di peneliti-peneliti kita di Batan untuk diseminasikan kembali. Sehingga dengan adanya STP dan ATP ini muncul enterpreuner ship muda di bidang pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan daerah,"harap Jarot.
Sementara itu Direktur Iptek dan Pariwisata Ekonomi Kreatif Bapenas, Masdin Simarmata berharap STP mampu memfasilitasi para wira usahamuda baru dalam mendirikan usahanya dibidang pertanian.
"Dari data forum global enterpruner ship monitor, cukup banyak orang yang ingin menjadi enterpreuner dalam pilihan karier yang sekitar 65 persen adanya di Indonesia. Dibandingkan Malaysia hanya 45 persen. Tapi setelah ditanya berapa orang yang ingin mendirikan usaha dengan. Rentang waktu sukses lebih dari 3 tahun, kita termasuk yang paling rendah. Kita harapkan STP juga mampu memfasilitasi wira usaha baru dalam usahanya di bidang pertanian,"harap Simarmata.
Tuangkan Komentar Anda