Akses Pekerjaan Bagi ODGJ Sebuah Terobosan Untuk Kesejahteraan Hidup

Akses Pekerjaan Bagi ODGJ Sebuah Terobosan Untuk Kesejahteraan Hidup

Kesehatan mental adalah hak asasi manusia yang mendasar bagi semua orang yang penting untuk kesejahteraan hidup secara keseluruhan. 

Kondisi kesehatan mental juga mempengaruhi semakin banyak remaja dan generasi muda. Banyak orang-orang yang mengalami kesehatan mental dikucilkan dari kehidupan bermasyarakat dan mengalami diskriminasi.

Pemerintah Provinsi Bali memberikan perhatian besar terhadap kasus kesehatan jiwa. Alasannya, kasus kesehatan jiwa di Pulau Dewata menunjukkan tren peningkatan tiap tahunnya.  Mengacu pada data, gangguan jiwa dialami 25% penduduk dunia semasa hidup. 

Dari angka itu, hanya 24% didiagnosis mengalami gangguan jiwa, termasuk depresi, dan cemas. Prediksi organisasi kesehatan dunia (WHO), depresi menjadi penyebab utama beban penyakit secara global pada tahun 2030. 

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dr. dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes., mengemukakan, sesuai rencana dan strategi tahun 2023, sebanyak 21.457 orang di Pulau Seribu Pura mengalami gangguan kesehatan jiwa. 

Orang dengan gangguan kesehatan jiwa yang sudah mendapatkan pelayanan hanya 88,5% di tahun 2022, dan tahun 2023 baru menyentuh 25%. 

Sedangkan dari laporan kepolisian, sejak Januari hingga Juli 2023, terdapat 67 kejadian bunuh diri. 

"Kejadian ini seperti fenomena gunung es yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak, terutama yang peduli terhadap kesehatan jiwa di Provinsi Bali," ungkapnya saat menghadiri peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, di Lapangan Niti Mandala Denpasar, Renon, Minggu (15/10/2023). 

Dinas Kesehatan disebut berencana memperjuangkan akses pekerjaan bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Sebelum bekerja, ODGJ itu akan ditampung di sejumlah balai latihan kerja (BLK) yang ada di Bali. Wacana tersebut untuk memberikan jaminan kelayakan hidup bagi ODGJ dan keluarganya. 

"Pada tahap awal dulu, di instansi pemerintah dulu kita pekerjakan disana. Mudahn-mudahan nanti dari pihak swasta bisa menampung mereka juga. Tetapi dengan catatan mereka sudah benar-benar sembuh dan sudah dilatih," bebernya. 

"Itu salah satu cara kita mengubah stigma masyarakat, bahwa orang dengan gangguan jiwa itu bisa sembuh, bisa bekerja, dan bisa berkarya, bahkan nanti bisa menghidupi keluarganya. Itu yang kita harapkan," lanjutnya

"Itu salah satu cara kita mengubah stigma masyarakat, bahwa orang dengan gangguan jiwa itu bisa sembuh, bisa bekerja, dan bisa berkarya, bahkan nanti bisa menghidupi keluarganya. Itu yang kita harapkan," lanjutnya. 

Merespon fenomena yang ada, enam organisasi membentuk Forum Komunikasi Profesional Kesehatan Jiwa.

Enam organisasi itu meliputi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Bali, Ikatan Psikolog Klinis (IPK) HIMPSI Bali, IPK Indonesia Wilayah Bali, Ikatan Konselor Adiksi Indonesia (IKAI) Bali, dan Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI) Bali. 

Forum Komunikasi Profesional Kesehatan Jiwa (Forkom Prokeswa) ini untuk menangani permasalahan yang ada secara holistik dan komprehensif. 

Ketua PDSKJI Cabang Denpasar, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.K.J menyambut baik inisiasi dari Pemerintah Provinsi Bali tersebut. 

Pemberian pelatihan dan membuka akses kerja bagi ODGJ sebagai terobosan yang sangat baik. Meski pada kenyataannya, wacana Pemerintah Provinsi Bali ini bukanlah yang pertama. 

"Dan seperti tema tahun ini adalah kesehatan jiwa itu hak asasi manusia. Jadi sesungguhnya jangan juga dikatakan mempekerjakan orang dengan gangguan jiwa itu adalah hadiah, atau apresiasi. Tapi itu hak asasi mereka," tegasnya. 

"Jadi sudah sepantasnya, sebetulnya teman-teman yang mengalami gangguan kesehatan jiwa itu juga mendapatkan pelatihan kemampuan, selain juga soal penanganan kesehatannya. Dan nantinya bisa diterima dalam lingkungan kerja dan masyarakat," sambungnya. 

Hal senada disampaikan Ketua IPKJI Bali, I Wayan Darsana, S.Kep.,Ns., M.M.Menurutnya, wacana tersebut mengadopsi dari sejumlah program yang sudah ada. 

"Tujuannya program itu adalah salah satunya merubah stigma masyarakat. Jadi penerimaan terhadap orang dengan gangguan jiwa ini masih sangat memprihatinkan," ungkapnya.

Darsana membeberkan, masih banyak masyarakat yang melakukan penolakan hingga rasa takut berlebihan terhadap ODGJ. 

Guna menghilangkan stigma itu, telah dilaksanakan program rehabilitasi berbasis komunitas. 

Program itu untuk memberdayakan ODGJ dengan memberi kerja di beberapa perusahaan atau usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). 

"Stigma itu masih melekat, gangguan jiwa itu menakutkan, selalu mengamuk, selalu meresahkan dan sebagainya. Dan program ini sudah memberdayakan mereka itu dengan mempekerjakan ke masyarakat. Kita sudah ajak beberapa pasien kita ke masyarakat yang memiliki peternakan babi," paparnya.

"Tentu program ini memerlukan kerjasama, untuk pasien dapat dipekerjakan itu, jadi dari psikolog sudah dapat rekomendasi, sedangkan dari perawat mempersiapkan keterampilan yang mereka miliki, sehingga siap untuk dilatih," pungkasnya.

Admin
Author : Admin

Kabardewata.com | Media cerdas dari Bali adalah media online independen, berintegritas dan terpercaya menjadi rujukan informasi oleh pembaca.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait