Sebagian besar literatur kitab suci Hindu mengajarkan kecintaan pada lingkungan dan hidup harmoni dengan alam sekitar. Para orang suci seperti Resi, Yogi dan lain-lain, selain dalam kesehariannya mengadakan pencarian spiritual, juga tekun dan tulus mendoakan agar alam lingkungan tetap indah, subur, dan damai. Hal itu menunjukkan bahwa keharmonisan hidup bersama alam tidak dapat dipisahkan dari hidup, praktik, dan tujuan agama atau spiritual. Pepohonan juga disebutkan sebagai harta karun bagi generasi manusia yang akan datang. Jika ia dihancurkan maka kita menghalangi generasi yang akan datang untuk hidup tenang damai sejahtera. Pemikiran indah penuh cinta kasih seperti inilah yang barangkali menjadi dasar dari lahirnya peringatan Tumpek Uduh/Pengatag/Pengarah/Bubuh. Berikut penjelasan singkatnya:
FIlosofi
Tumpek Uduh ini juga disebut Tumpek Wariga, Tumpek Bubuh atau Pengatag, dirayakan setiap 6 bulan sekali di hari Saniscara (Sabtu) Kliwon, wuku Wariga, tepat 25 hari sebelum Hari Raya Galungan. Pemujaan pada Tumpek Uduh adalah persembahan kepada manifestasi Tuhan sebagai Dewa Sangkara penguasa Tumbuh-tumbuhan. Momentum ini sangat baik untuk manusia begitu pentingnya tanaman dan alam dalam arti yang sangat luas, sehingga menjadi harmoni dalam kehidupan ini.
Dasar Lontar di Bali
Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut,
"Wariga, saniscara kliwon, ngaran tumpek panuduh, puja kreti ring sang hyang sangkara, apan sira amredyaken sarwa tumuwuh, kayu-kayu kunang"
Pada wuku Wariga, Sabtu Kliwon disebut Tumpek Panguduh, merupakan hari suci pemujaan Sang Hyang Sangkara, karena beliau adalah dewa penguasa kesuburan semua tumbuhan dan pepohonan.
Apa saja yang harus dilakukan
"Widhi widananya, pras, tulung sasayut, tumpeng, bubur, mwah tumpeng agung 1, iwak guling bawi, itik wenang, saha raka, panyeneng, tatebus, kalinganya, anguduh ikang sarwa ning taru asekar, awoh, agodong, dadi amreta ning urip. Rikang wwang, sasayut nyakra gni 1, maka pangadang ati, anuwuhaken ajnana sandhi"
Adapun sesajen yang dihaturkan berupa peras, tulung sasayut, tumpeng, bubur, tumpeng agung 1, babi guling atau boleh juga guling itik, disertai jajan, panyeneng, tatebus.
Manusia memang tergantung dari alam raya, sebagai bagian dari alam semesta ini, maka umat Hindu Bali sangat memuja dan menghormati alam semesta beserta isinya. Maka dari itu dalam keyakinan beragama dan berketuhanan umat Hindu, memperingati Hari Raya Tumpek Uduh (Tumpek Uye) sebagai salah satu penghormatan terhadap alam raya, yang telah menyediakan makanan yang dikonsumsi oleh manusia
Makna dan esensi terpenting dan makna dari perayaan Tumpek Uduh adalah rasa terima kasih yang sangat dalam terhadap kekayaan alam yang melimpah ruah. Semua puja dan puji dilantunkan para pendeta, pemangku atau pemimpin upacara penuh dengan intisari terima kasih terhadap alam. Sungguh mulia.
Tuangkan Komentar Anda