Upacara Tumpek Wayang

Upacara Tumpek Wayang

Upacara Tumpak Wayang mengandung makna hari kesenian, karena pada hari itu dipercaya lahirnya berbagai jenis alat seni dan kesenian seperti gong, gender,wayang , barong, dll.

Dewa yang dipuja adalah Sang Hyang Iswara, apapun permohonan doa kepada Sang Hyang Iswara ini apabila saat melakukan pertunjukan-pertunjukan seni agar selamat dan sukses tidak ada aral melintang juga kendala yang berarti dan menarik hati bagi para penonton. Upacara ini diperingati setiap Sabtu/Saniscara Kajeng Kliwon, 6 bulan (210 hari) sekali yang merupakan rentetan dari Hari Haya Galungan.

Namun ada hal yang lebih menarik di Bali berkenaan dengan hari tumpak wayang ini, apabila anak lahir pada hari yang sama waktu wuku wayang maka dianggap keramat. Umat Hindu meyakini bahwa anak yang dilahirkan pada hari tersebut patut diselenggarakan upacara lukatan besar yang disebut sapuh leger, agar anak yang baru dilahirkan itu terhindar dari gangguan (buruan) Dewa Kala.

Dalam lontar Sapuh Leger dan Dewa Kala, Batara Siwa memberi izin kepada Dewa Kala untuk memangsa anak/orang yang dilahirkan pada wuku Wayang(cf. Gedong Kirtya, Va. 645). Atas dasar isi lontar tersebut, maka anak yang lahir bertepatan dengan hari ini  harus melaksanakan kegiatan upacara pementasanWayang Sapuh Leger dengan peralatan yang lengkap berikut sesajennya. Umat Hindu Bali percaya dan meyakini bahwa anak yang lahir pada Tumpek Wayangmemiliki sifat-sifat negatif karena hari itu dianggap memiliki nilai cemer (kotor) yang membawa sial. Anak tersebut dikhawatirkan dirundung malapetaka, akibat dikejar-kejar Dewa Kala. Dengan upacara mementaskan Wayang Sapuh Leger ini si anak yang baru lahir tersebut di yakini dapat terhindar  dari kejaran Dewa Kala dan juga dapat memusnahkan sifat-sifat negatif  pada anak tersebut.

Menurut Mitos Umat Hindu Bali kenapa hari tersebut secara spasial sangat sakral, karena pada hari tersebut merupakan rentetan terakhir dari tumpek, maka dianggap angker dan berbahaya, karena hari itu dikuasai oleh butha dan kala, dewa Kala sendiri adalah hasil hubungan (sex relation) yang tidak dikehendaki dan wajar antara Batara Siwa dan istrinya Dewi Uma. Mereka melakukan tidak pada tempatnya yang disebut kama salah.

Menurut cerita dalam Lontar Tatwa Kala, Wayang Sapu Leger menjadi sarana upacara permohonan ke dewa Kala agar anak yang lahir pada Sabtu/Saniscara Kajeng Kliwon (sama dengan hari kelahiran dewa Kala) tidak dimakan dan digantikan dengan banten/sesajen yang sudah disediakan.

Sementara dalam salah satu naskah Lontar Kala bila di artikan dalam bahasa Indonesia kira kira berbunyi,setelah dikejar sang Pancakumara oleh Dewa Kala, sampai menjelang tengah malam ada seorang pria/dalang bernama Mpu Leger mempertunjukkan wayang pada waktu Tumpek Wayang. Setelah menghadap di depan kelir segera juru gender membunyikan gamelannya, suaranya merdu dan nyaring....

Pagelaran Wayang Sapuh Leger saat Tumpek Wayang bersifat kepercayaan,dan keagamaan, ini terlihat dari kisah lakon yang dibawakan juga dan mempunyai makna pemahaman yang mendalam prilaku kehidupan Masyarakat Hindu Bali.

Kata''kala'' berarti waktu, jadi Batara Kala adalah dewa waktu atau penguasa waktu. Wayang sapuh leger mengandung ajaran, petunjuk, dan mengandung pesan,agar manusia tdak menyia nyiakan waktunya dan dengan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi diri sendiri.

Dari pemaparan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tumpak wayang mempunyai dua makna bahwa satu makna mempunyai pengertian ungkapan terimakasih dan yang satunya lagi mempunyai maksud bagaimana kita diajarkan lebih menghargai waktu.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait