Nyakan Diwang

Nyakan Diwang

Ada sebuah tradisi turun-temurun yang diselenggarakan krama di Desa Banjar, Kecamatan Banjar,Kabupaten Buleleng, sehari setelah Nyepi. Tradisi itu diberi nama nyakan diwang alias masak di jalan. Seperti apa kisahnya?

Tradisi unik itu dinamakan nyakan diwang. Tradisi yang sudah berusia ratusan tahun itu berupa menanak nasi di luar rumah tepatnya di pinggir-pinggir jalan di Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Buleleng. Ini sesungguhnya salah satu tradisi unik turun temurun yang ada di Bali. Hanya saja, upacara nyakan diwang ini kurang dikenal krama dari luar Kecamatan Banjar, karena belum pernah dipublikasikan media massa.

Menurut kisah leluhur, nyakan diwang itu merupakan rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi. Digelar nyakan diwang itu sebagai bentuk pembersihan rumah terutama penyepian dapur setiap keluarga di Desa Banjar.

“Ini kepercayaan dan tradisi turun temurun yang  diyakini dan dipercaya bahwa dengan melaksanakan upacara nyakan diwang ini seluruh anggota keluarga dan masyarakat lainnya yang melaksanakannya akan terbebas dari leteh (kotor),”
Apa saja sarana upacara nyakan diwang itu? Ternyata amat sederhana. Yakni menanak nasi di luar rumah tepatnya di pinggir-pinggir jalan dengan menggunakan kayu bakar. Lalu yang dimasak itu nasi dengan bahan pokok beras.

Saat ada anggota keluarga yang menanak nasi, anggota keluarga yang lain membentangkan tikar dan duduk-duduk di atas bentangan tikar itu sambil menikmati kopi hitam di pagi buta itu.

Pelaksanaan nyakan diwang itu pun ada waktunya. Yakni tepat pukul 03.00 dinihari. Seluruh krama Desa Banjar tanpa komando secara serentak keluar rumah. Uniknya lagi, di sela-sela menanak nasi itu, ada juga tradisi saling mengunjungi tetangga untuk bersilahturami. Pelaksanaan kunjungan silahturami itu dilakukan tepat pukul 04.00. Ya, intinya saling menyapa dan sekadar berbasa-basi menanyakan jenis masakannya yang dibuat tetangga.

Pelaksanaan nyakan diwang itu atas dasar kesadaran krama setempat. Tanpa ada ancaman sanksi atau hukuman adat dari desa setempat bagi yang tidak melaksanakan. Tetapi krama setempat merasa ada beban secara niskala bila tidak ikut melaksanakan upacara itu. Sebuah apresiasi positif patut dialamatkan kepada krama Desa Banjar, Kecamatan Banjar Buleleng, karena mereka masih setia pada tradisi yang ditinggalkan leluhur
 

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait