Uang Rupiah Berbasis Logam Mulia, Kenapa Tidak?

Uang Rupiah Berbasis Logam Mulia, Kenapa Tidak?

Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah menjadi topik yang sangat hangat sampai saat ini yang bisa jadi akan menjadi topik hangat juga dalam kampanye pemilihan Presiden mendatang. Meskipun secara fundamental ekonomi Indonesia sangat baik, namun depresiasi rupiah terhadap dolar tetap terjadi cukup tajam dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, kecuali India, Turki atau Venezuela. 

Secara teoritis dengan fundamental ekonomi yang baik, kecuali defisit transaksi berjalan maka nilai tukar rupiah harusnya menguat. Namun demikian, pendekatan fundamental ekonomi dalam penentuan nilai tukar menjadi kurang relevan jika dilihat secara relatif dengan fundamental ekonomi AS di mana nilai tukar rupiah terhadap dolar ditentukan oleh perbedaan relatif dari fundamental ekonomi seperti jumlah uang beredar, pendapatan nasional, tingkat inflasi, dan suku bunga antara Indonesia dan AS. 

Pendekatan seperti ini sering juga disebut pendekatan moneter. Oleh karena keadaan ekonomi Indonesia dan AS sama-sama baik tetapi efek membaiknya ekonomi AS lebih besar dibandingkan dengan efek membaiknya ekonomi Indonesia maka terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap AS. Terlebih lagi efek dari eksternal lainnya seperti ekspektasi kenaikan federal funds rate, perang dagang, krisis ekonomi Turki dan Venezuela menambah ketidakpastian eksternal yang juga berpengaruh depresiasi nilai tukar rupiah. Fenomena umum yang sering terjadi pada negara berkembang small open economy.

Kenapa Depresiasi Cukup Tajam

Selain penjelasan teoritis di atas, maka penjelasan lainnya adalah karena mata uang pada dasarnya adalah aset, baik rupiah maupun dolar sehingga nilai tukar juga mencerminkan harga aset secara relatif. Hal ini juga berlaku juga pada aset-aset finansial lainnya dalam rupiah terhadap dolar. Nilai aset akan meningkat jika dia lebih disukai dan secara umum dolar lebih disukai dibandingkan dengan rupiah. Pada saat depresiasi, nilai aset mata uang rupiah menurun dibandingkan dengan aset mata uang dollar oleh karena itu pemegang aset akan berpindah memegang dollar dibandingkan dengan memegang rupiah. 

Makanya, pemegang dollar baik itu eksportir, individu, atau spekulan lebih suka mempertahankan dolar daripada memegang rupiah dan pemegang rupiah akan berlomba-lomba menukar rupiah ke dollar. Efek lebih lanjutnya, supply dollar di pasar turun secara tajam tetapi permintaan dolar baik itu dari importir, individu, atau spekulan sangat tinggi. Hal inilah menyebabkan nilai tukar terdepresiasi secara tajam. Hukum permintaan dan penawaran dollar menjadi sangat relevan disini. Permintaan dolar yang tinggi tetapi penawaran yang terbatas menjadikan nilai tukar rupiah terdepresiasi secara tajam.

Menjaga Nilai Tukar tetap Stabil

Dalam keadaan yang normal maka pergerakan nilai tukar cenderung akan stabil. Tetapi dalam keadaan yang tidak pasti baik yang berasal dari domestik maupun eksternal maka nilai tukar cenderung tidak stabil atau terdepresiasi tajam seperti saat ini. Opsi kebijakan Bank Indonesia sangat terbatas dalam keadaan yang tidak pasti, apalagi ketidakpastian itu datang dari luar negeri. Kebijakan moneter, intervensi pasar valas adalah cara yang biasa dilakukan oleh Bank Indonesia. Menganjurkan ekspotir dan pemegang dollar untuk melepas dolarnya juga sudah dilakukan tetapi rupiah tetap saja terdepresiasi. 

Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan tersebut hanya bersifat jangka pendek atau sementara dengan berharap pada pasar untuk kembali tenang dan normal sehingga stabil. Fenomena-fenomena sekarang ini akan cenderung berulang di masa yang akan datang jika masalah utamanya tidak diselesaikan. Masalah utama tersebut adalah mata uang dolar lebih bernilai dibandingkan dengan rupiah. Oleh karena itu, kalau rupiah dibuat lebih bernilai dibandingkan dengan mata uang dolar maka masalah nilai tukar ini akan selesai. Supaya mata uang rupiah lebih bernilai dari dollar maka mata uang rupiah harus menjadi aset yang betul-betul berharga, kalau bisa lebih berharga dari dolar.

Caranya adalah dengan mengubah fisik rupiah dari mata uang yang secara internal tidak bernilai menjadi mata uang yang bernilai dengan kata lain uang rupiah secara fisik mengandung logam mulia, apakah itu platinum, emas, dan perak. Secara teknis, dengan kecanggihan teknologi sekarang ini maka sangat dimungkinkan mengubah mata uang rupiah menjadi mata uang yang mengandung logam mulia. Di dunia ini, selain uang dari kertas dan logam, ada juga mata uang dari plastik misalnya, mata uang Singapura, Australia, dan Indonesia beberapa tahun yang lalu. Uang yang berasal dari plastik sangat mudah dicampur dengan lelehan logam mulia baik itu platinum, emas, dan perak.

Rupiah baru ini tentu saja lebih berharga dibandingkan dengan dollar atau paling tidak nilainya bisa sebanding sebagai aset. Dengan demikian nilai tukarnya akan lebih stabil terhadap dolar ataupun mata uang lainnya karena uang rupiah baru tersebut betul-betul bernilai sebagai aset. Mata uang rupiah baru ini akan diterima bukan hanya oleh masyarakat Indonesia saja tetapi pasti dapat diterima dan berlaku diseluruh dunia dan berpotensi menjadi salah satu devisa negara-negara lain di dunia.

Peran Bank Indonesia, Pemerintah, dan DPR

Undang-undang mengamanatkan agar Bank Indonesia menjaga kestabilan nilai rupiah. Oleh karena itu peran Bank Indonesia sangat penting dalam hal ini. Pemerintah dan DPR diperlukan dalam mengamandemen undang-undang mata uang, sehingga dimungkinkan untuk membuat mata uang baru yang mengandung logam mulia. Jika hal ini terjadi maka pemerintah dan Bank Indonesia juga perlu menetapkan nilai tukar rupiah baru terhadap mata uang asing. Setelah itu, nilai tukar rupiah baru ini dibiarkan dengan sistem nilai tukar mengambang. 


Ditayangkan sebelumnya dari situs www.cnbcindonesia.com
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait