Terlalu Bebas Berpendapat, Netizen Alami Krisis Moral?

Terlalu Bebas Berpendapat, Netizen Alami Krisis Moral?

Seperti yang diketahui bahwa kita hidup di negara Indonesia, di mana setiap warga negaranya mempunyai kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Di era millennials ini bahkan media sosialpun memberikan wadah bagi siapapun untuk ikut andil, dalam memberikan kebebasan berpendapat.

Namun penyalahgunaan hak kebebasan berpendapat justru marak dilakukan. Terutama para netizen yang kerap kali melontarkan kalimat pedas. Bahkan tak jarang pula, dari sebuah komentar-komentar tersebut memicu timbulnya aksi bullying.

Suatu komentar yang menggunakan kalimat tidak layak, atau bahkan menyudutkan seseorang dapat merugikan pihak yang terkena dampak dari komentar tersebut.

Selain itu juga dapat memicu terjadinya aksi pencemaran nama baik. Bahkan mereka sengaja menggunakan akun palsu atau fake account hanya untuk mendapat predikat best comment. Kolom komentar yang seharusnya digunakan untuk menyalurkan aspirasi, memuji atau bahkan mengkritik justru digunakan sebagai wadah penebar kebencian dan memiliki unsur SARA. Hal-hal yang seperti ini yang seharusnya kita hindari.

Tidak hanya kolom komentar, tak jarang pula kolom story juga dijadikan sebagai wadah pelacuran statement, atau bahkan terkadang mereka memublikasikan sesuatu yang memiliki unsur SARA dan tidak memiliki makna, serta tidak diketahui kebenarannya, yang akhirnya menjadi bahan pembicaraan publik atau biasa disebut sebagai berita hoaks.

Di era yang serba maju ini, dengan kecanggihan teknologi dan internet, informasi dapat menyebar secepat kilat dalam hitungan detik, entah itu informasi yang baik ataupun buruk tanpa disaring terlebih dahulu. Perkataan dan perilaku seseorang tentu erat kaitannya dengan moral serta mencerminkan kepribadian.

Dari hal inilah dapat kita lihat. Semakin ke sini, kalangan muda justru mengalami krisis moral. Lalu bagaimana mengurangi krisis moral ini? Berikut ini adalah beberapa cara mengurangi krisis moral yang terjadi saat ini:

1. Pendidikan karakter
Pendidikan karakter sangat penting diterapkan dalam dunia sekolah sejak dini. Agar generasi muda yang akan datang dapat berpikir kritis, mengontrol diri dan menyaring mana yang baik dan buruknya.

2. Penegakan hukum
Perlu adanya hukum yang nyata dan tegas serta mengatur bagaimana kita beropini, dan tidak melanggar batas-batas beropini sebagaimana mestinya. Dengan adanya penegakan hukum ini, mengingatkan sekaligus memberikan efek jera bagi si pelaku.

3. Sosialisasi hukum
Harus ada kegiatan sosialisasi tentang hukum bagi yang melanggar kebebasan menggunakan internet. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan dapat menginformasikan, serta mengingatkan kita agar menghindari tindak penyalahgunaan sosial media.

4. Polisi internet atau aplikasi pelacak
Diharapkan ke depannya ada badan atau aplikasi yang dapat digunakan untuk melacak, menyaring hal-hal penebar kebencian dan kurang moral. Selain itu juga dapat menyaring penggunaan fake account.

5. Pendidikan berbasis pesantren
Moral sangat berkaitan erat dengan agama dan norma. Kurangnya pengetahuan agama juga melatarbelakangi krisis moral yang terjadi saat ini. Pendidikan berbasis pesantren bisa mengurangi krisis moral yang terjadi saat ini.

Melalui pendidikan inilah siswa akan dididik sebagaimana mestinya, sesuai dengan basis pesantren, agar ke depannya generasi selanjutnya dapat mengontrol diri dan memiliki perilaku atau akhlak yang baik.

Dari beberapa cara di atas, sebenarnya kembali lagi kepada kita sebagai pengguna sosial media agar bertanggung jawab dengan sosial media itu sendiri dan menjadi smart user,. Artinya dapat memilah dan memilih informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, memberi informasi atau opini dengan bahasa dan tutur kata yang baik.


Ditayangkan sebelumnya dari situs idntimes.com
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait