The Lost Child (PART II)

The Lost Child (PART II)

Ruangan kembali diterangi cahaya lilin, tetapi ane sadar bahwa kondisi di sekeliling ane sudah berubah. Ini sudah bukan di rumah yang ane masuki. Atau mungkin ane berada di ruangan lain di dalam rumah itu, ane nggak tau. Di depan ane berdiri seseorang berpakaian rapi, seorang pria memakai jas dan celana panjang hitam. Dia memegang semacam jam antik di tangan kanannya. Mukanya pucat seperti mayat. 

“ ini bukan tempatmu, kembalilah “
“ tidak, saya harus menolong anak ini “
“ tetapi ada bagian sulit yang tidak bisa dibongkar “

Ane tau, yang dia bicarakan adalah mengenai memori yang membeku atau terhambat di dalam pikiran Mark. Dalam beberapa kali perbaikan memori, ane juga ada satu dua kali bertemu dengan karakter yang ingin menyampaikan hal yang sama. Karakter ini adalah bagian dari diri klien yang ingin agar memorinya tidak diakses lebih lanjut lagi.

“ tidak, Anda harus kembali “ suara orang itu terdengar datar.
“ biarkan saya melanjutkan prosesnya “ ane tetap berpegang pada pendirian ane

Pria tersebut lalu memutar jam yang ada di tangannya, bersamaan dengan tindakannya itu, kondisi di sekeliling ane tampak berputar kencang. Ane harus menutup mata karena semakin dilihat kepala ane bisa merasa pusing. Beberapa menit kemudian ane bisa mendengar suara gumaman anak-anak kecil. Kali ini ane sudah berada di lingkungan yang berbeda .

Situasinya berwarna agak kekuningan, seperti foto-foto klasik. Ane berdiri di depan bangunan sekolah. 

“ ingin bertemu siapa ? “ tanya seorang wanita, wajahnya agak menyeramkan. Ia memiliki rambut pendek , agak kurus dan saat melangkah kakinya seperti agak melayang di udara.

“ Mark “ jawab ane
“ tidak ada yang namanya Mark di tempat ini “ 
“ Klara “ ane memberikan satu nama lagi, nama adik Mark yang usianya kira-kira tiga setengah tahun.
“ baiklah sebentar lagi anak-anak keluar “

Dan memang benar kata-katanya. Sebaris anak-anak tampak keluar menuju gerbang sekolah. Wajah mereka ada yang jelas dan ada yang tidak jelas. Setiap anak menyebutkan namanya di depan wanita itu, dan tidak ada yang bernama Klara. Setiap setelah menyebutkan nama, anak-anak itu menghilang entah kemana. Ane mencoba menunggu dengan sabar sampai semua anak menghilang.

“ tidak ada lagi? “ tanya ane

“ hmm masih ada satu tetapi Anda harus melihatnya sendiri di dalam sana “ katanya sambil tersenyum mencurigakan.

Wanita itu lalu melangkah ke dalam bangunan sekolah. Ane mengikutinya dari belakang. Isi bangunan sekolah itu terlihat agak aneh, seluruh dindingnya berwarna putih. Di dalam kelas kursi tertata rapi. Ada beberapa sosok hitam terkadang kelihatan di dalam kelas, entah siapa mereka dan apa yang merka lakukan. 

“ itu tempatnya “ si wanita menunjuk ke kelas yang ada di pojok

Dia berhenti pada posisi berdirinya seolah meminta agar ane sendiri yang masuk ke dalam kelas itu. Ane lalu melangkahkan kaki dan berjalan menuju kelas tersebut. Isinya sama seperti kelas-kelas lainnya hanya saja ada sesuatu yang ganjil. Di belakang kelas ada sebuah peti mati berukuran tidak terlalu besar. Peti itu sudah tertutup.

Saat ane berjalan mendekati benda itu, tiba-tiba ane merasakan sesuatu bergerak cepat mendahului langkah ane. Hanya dalam sekejap wanita yang tadi jadi penunjuk jalan sudah berdiri di pinggir peti mati. Ia masih tampak tersenyum. Pada jendela-jendela kelas ane bisa melihat beberapa sosok hitam tampak berdiri mengamati ane.

“ kami sudah menunggumu “ kata si wanita itu ke ane
“ menunggu untuk apa ? “ tanya ane penasaran
“ anak ini butuh teman “ jawabnya

Jelas di telinga ane sayup-sayup terdengar suara ketukan dari arah peti mati. Seseorang di dalamnya yang melakukan ketukan itu.

“ yang di dalam situ masih hidup? “ tanya ane
“ tidak ada bedanya, sebentar lagi ia akan mati lemas “ jawab si wanita

Ane berjalan ke arah peti mati, melewati tubuh si wanita , semakin dekat ke peti mati ane bisa mendengar suara ketukan semakin jelas. Mendadak dari meja yang ada di samping ane muncul sebuah tangan yang menggenggam lengan ane. Dengan cepat ane berusaha melepaskan genggaman itu. Tetapi sudah muncul tangan lain yang memegang pergelangan kaki ane. Sekuat tenaga ane berusaha melepaskan diri. 

“ tolong! “ terdengar suara anak kecil dari dalam peti mati.

Usaha ane untuk mendekati peti itu masih terhambat dengan tangan-tangan yang menahan ane. Wanita yang ada di dalam kelas bersama ane mulai bergerak mendekati peti. Saat melewati ane yang masih tertahan sama tangan-tangan yang bermunculan, dia kelihatan menunjukkan senyum sinis. Tepat di depan peti mati ia memberi isyarat kepada sosok-sosok hitam yang ada di balik jendela. 

Salah satu sosok hitam melemparkan sebuah botol yang kemudian ditangkap oleh si wanita. Ane masih bisa dengar teriakan minta tolong dari dalam peti mati. Tetapi kelihatannya si wanita nggak peduli, dia lalu membuka botol dan menuangkan isinya ke atas peti mati. Ane bisa mencium bau minyak tanah.

“ hentikan! “ 

Tetapi teriakan ane tidak dipedulikan. Si wanita malah tertawa senang dengan apa yang dia lakukan. Seorang sosok hitam kelihatan berjalan memasuki kelas, dia membawa sebatang lilin yang sudah menyala di tangannya. Tanpa perlu berpikir jauh, ane sudah menyadari akan digunakan untuk apa lilin itu. Ane semakin berusaha keras melepaskan diri. Tetapi sosok hitam itu tanpa kesulitan berjalan melewati ane. Dia lalu menyerahkan lilin yang ada di tangannya ke si wanita.

“ tolong ! tolong ! “ suara teriakan panik terdengar dari dalam peti mati.

“ dari debu kembali menjadi debu “ kata si wanita, ia mengatakannya seolah-olah yang ada di dalam peti tersebut sudah tidak bernyawa lagi.

Sosok hitam yang tadi menyerahkan lilin sudah berjalan kembali ke luar ruangan. Suara ketukan dari dalam peti terdengar semakin keras, sepertinya seseorang yang berada di dalamnya menyadari bahwa bahaya sudah semakin mengancam. 

“ jangan! Kumohon jangan bakar dia, dia masih hidup “ teriak seorang anak laki-laki yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Itu Mark, akhirnya ia muncul dalam proses ini.

“ diamlah, jangan berisik, dia sudah mati “ bentak si wanita. “ biarkan api ini menyelesaikan semuanya”

“ Jangan! “ Mark menjerit ia berusaha berlari menuju ke peti mati, tetapi sebuah tangan yang keluar dari papan tulis dengan cepat mencekal kerah bajunya dari belakang. Tubuh Mark bergerak ditarik sampai merapat ke papan tulis. Ia hanya bisa menjerit-jerit menyaksikan si wanita menyulutkan api ke atas peti mati yang sudah dilumuri minyak tanah.


Ditayangkan sebelumnya dari situs hancurkan666
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait