Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 17

Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 17

gue hirup rokok di tangan gue dalam-dalam.

"tumben-tumbenan lo ngudud Ri," Indra berkomentar setengah mengejek. siang itu gue dan Indra duduk-duduk di tembok balkon menikmati 'bolos bersama' hari itu.

"lo pikir gue banci?" balas gue.

"eits..jangan salah lo, banci juga ngudud."

"ngudud beneran atau apa nih? yg jelas dong kalo ngomong."

Indra tertawa lebar.

"itu mah hobi lo Ri."

"najis, ogah gue biar dibayar mahal juga."

"jadi lo mau kalo nggak dibayar?"

giliran gue yg tertawa.

"nggak usah bahas masa lalu lo deh," kata gue.

saat itulah pintu kamar Indra terbuka dan Meva keluar berjalan agak tertatih. perban di kedua kakinya pasti sudah membuatnya tidak nyaman.

"mau ke mana lo?" Indra bertanya padanya.

"percuma nggak akan dijawab," kata gue mengingatkan.

"mau ke kamer gue."

gue menoleh kaget. bercampur kesal gue rasa. nggak salah nih cewek ngomong? apa gue yg tadi salah denger yaa? ah, kali aja tadi gue berhalusinasi seolah denger dia ngomong.

"lo kebanyakan dosa sih.." Indra berbisik lalu tekekeh geli.

gue hanya mencibir pelan.

"butuh bantuan?" kata Indra lagi pada Meva.

"nggak perlu, gue bisa sendiri," jawab Meva tanpa menoleh ke arah kami.

beneran loh, cewek itu ngomong!

gue dan Indra saling pandang.

"padahal kalo sama gue dia nggak mau ngomong loh," gue menggerutu kesal.

mata gue menatap lekat sosok wanita itu. dia akhirnya sampai di depan kamar dan masuk ke dalamnya.

"mumpung dia udah pergi, gue ganti seprai kasur dulu deh." Indra bergegas menuju kamarnya dan sepuluh menit kemudian dia sudah kembali lagi dengan gitar cokelat kesayangannya.

"kayaknya bulan ini gue tekor nih," katanya. "mesti beli baju sama seprai baru. gara-gara cewek itu." dia memonyongkan mulutnya ke arah pintu kamar Meva.

"tuh cewek pembawa sial kali yaa?"

"ssstt...jangan kenceng-kenceng entar dia denger marah lho."

"iya gue pelanin deh suara gue," sengaja gue keraskan volume suara gue.

Indra seperti membisikkan kalimat 'bego lu!' tapi entahlah gue sendiri nggak yakin karena biasanya dia bilang 'goblok lu!'.

"kalo gue sendiri nggak mau men judge terlalu dini soal cewek itu," kata Indra. "yg gue pikirkan sekarang adalah apa yg harus kita lakukan sama dia. biar kita nggak kena dampak dari kebiasaan anehnya. gue yakin dia masih punya kemungkinan buat nyerang orang-orang di sekitarnya."

"tapi kan dia cuma melukai diri sendiri? dokter sendiri yg bilang gitu kan?"

"ya sapa tau aja gitu. waspada bos, waspada."

"kalo gue sih nggak takut dia akan nyerang kita. yg gue takutkan gue nggak bisa nahan emosi gara-gara dicuekin sama dia!"

"hahaha....itu mah tergantung elo nya aja, kebanyakan dosa sih."

"gue masih punya stok pahala banyak, jadi tenang aja."

"kalo dosanya lebih banyak ya percuma aja lah," Indra nyengir lebar. "eh, tapi dia nggak sepenuhnya cuek kok. tadi gue ke kamer kan..bubur sama obatnya udah dia makan tuh."

"baguslah. ternyata dia bisa laper juga toh."

rokok di tangan gue habis. gue lempar asal-asalan ke bawah.

"lo kasian nggak sih sama si Meva?" tanya gue.

"jelas gue prihatin lah. nggak kebayang deh kalo gue yg punya keanehan macem itu. iiiihh....sumpah ngeri gue."

"menurut lo kita mesti ngapain?"

"ngapain apanya? ya udahlah biarin aja toh dia bukan siapa-siapa kita kan? kenal juga enggak. tapi yg namanya waspada ya tetep kudu dijaga. biar gimanapun kita yg paling deket sama kamer dia. kamer sebelahnya kan udah pindahan."

"pindah? Mang Eko sama istrinya emang pindah kemana? kok gue nggak pernah liat mereka angkut-angkut barang?"

"ya iyalah nggak akan tau, elo sih ngayap mulu. mereka udah lama pindah kok, dapet dua bulan lah. katanya sih pindah ke Gempol gitu biar lebih deket ke tempat kerja."

gue mengangguk pelan.

"by the way enaknya ngapain nih?" tanya Indra.

"lo udah nenteng gitar kan? ya udah tinggal nyanyi aja."

"lagu apa? request deh, terus salamnya buat sapa aja?"

"haha..lo kata request lagu di radio?" gue menyulut sebatang rokok lagi. lumayan lah gratisan, rokok ini punyanya Indra. tiba-tiba gue teringat sesuatu. "eh, lagunya Jamrud aja yg lagi tenar sekarang. lo apal kan?"

"yg mana?"

"yg ceritanya jam dinding bisa ketawa tuh."

"oh itu. gue tau kok, tapi lo yg nyanyi yaa."

gue mengangguk.

Indra mulai asyik dengan gitarnya. gue pun bernyanyi. sambil nyanyi sekali-kali gue lirik kamar Meva, berharap pintunya terbuka dan dia menghampiri tempat ini. kayaknya lagu ini memang lebih cocok dinyanyikan duet bareng cewek. seperti waktu malam itu..

hey..heyy...kan dia nyebelin? bikin kesel? kok bisa-bisanya gue ngarepin dia nongol terus nyanyi bareng di sini?

ah, bodo amat. gue lanjutkan nyanyi-nyanyi sampai Indra nyerah dan memberikan gitar ke gue.

"ngantuk ah," katanya lalu menuju kamar gue.

gue diam. nggak seru nih nyanyi sendirian. gue beranjak ke kamar Meva. berdiri di depan pintu dan mengetuknya. nggak ada jawaban.

gue ketuk lagi. dan kali ini jelas terdengar suara di telinga gue. suara tangisan seorang wanita.....


Ditayangkan sebelumnya dari situs haha.hehe
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait