Ketika Hati Harus Memilih (Bagian 2)

Ketika Hati Harus Memilih (Bagian 2)

Dari: Tari
“oke!! makasih ya Nayla kamu memang sahabatku yang baik.”

Mendengar semua itu harusnya aku senang karena sahabatku senang, namun kenapa hati ini sakit? air mata pun seakan mengalir dengan sendirinya. Hujan saat ini menjadi saksi air jatuh dari kelopak mataku tanpa henti. Kenapa semua terjadi? kuatkah aku melihat semuanya? bisakah aku tersenyum di tengah kebahagiaan mereka? Bagaimana pun caranya aku akan berusaha untuk ikhlas demi sahabatku, meski hati ini perih. Hari demi hari berlalu, tetapi tidak dengan kisahku. Setiap hari aku harus menahan luka. Melihat adegan di mana Alex dan Tari memadu kasih. Hati ini seakan tergores pisau yang tajam, pisau yang kemudian mengirisnya berkeping-keping. Ingin aku berlari menyendiri, entah di mana. Yang ada di pikiranku saat ini adalah Alex, aku ingin Alex bersamaku seperti dulu. Namun itu hanya harapan, yang tak pernah berujung.

Tingkah Tari yang berubah drastis 100% membuatku makin terpuruk. Sia-sia semua pengorbananku, ku kira dengan menahan semua perih ini, persahabatanku terselamatkan. Tapi salah, itu semua tak ada gunanya. Tari telah mengubah duniaku menjadi gelap gulita, Tari yang membuat Alex menjauhiku, dan Tari juga yang membuat Alex membenciku. Kenapa harus Tari yang menghancurkan semuanya? sahabat yang ku kira selalu ada untukku, ternyata ia yang menghancurkan hidupku. Hari ini untuk pertama kalinya aku enggan berangkat ke sekolah, entah apa gerangan. Dengan langkah gontai ku raih ranselku dan meletakkannya di pundakku. Dengan wajah tanpa senyum aku memasuki kelas dan duduk sembari menyembunyikan wajahku di atas meja.

Sesuatu mengagetkanku, sehingga ku dongakkan wajahku. Aku sempat tak percaya dengan apa yang ku dengar dari teman-teman yang sedang asyik bergosip dan topik mereka kali ini adalah Tari. Betapa terkejutnya aku saat mendengar bahwa Alex dan Tari putus. Mereka bilang kepadaku, akulah penyebab kandasnya hubungan Tari dan Alex. “Tega banget sih kamu Nay.. aku gak nyangka begitu piciknya kamu. Padahalkan Tari itu sahabat kamu, tapi bisa-bisanya kamu ngancurin hubungan dia.” kata salah satu dari mereka.
“Apa sih maksud kalian? aku gak ngerti.” tanyaku dengan mata berkaca-kaca. “alah.. gak usah ngelak deh, Tari sendiri yang bilang ke kita bahwa kamu menggoda Alex sehingga mereka putus. Dasar gak tahu diri..” cibir mereka. Tanpa membalas cibiran mereka aku pun berlalu bagaikan angin.

Ku sandarkan tubuhku di atas kursi taman seorang diri, tempat inilah yang tepat untukku menyendiri dan tempat ini pula yang menjadi saksi air mataku terjun dengan derasnya. Aku tak menyangka betapa kejamnya Tari. Aku telah rela mengorbankan cintaku dan berusaha menguburnya dalam-dalam, tapi apa yang ku dapat hanya tangisan. Saat air mataku terus mengalir membasahi pipi, tiba-tiba seorang laki-laki berdiri tepat di depanku sembari mengulurkan sapu tangan berwarna biru langitnya. Wajahnya tak asing untukku, ya itu adalah Alex.

Alex kemudian duduk di sampingku yang sedang mengusap air mata dengan sapu tangannya. “Jelek loh kalau nangis terus, nanti stok air matanya abis lagi. Wkwkwk.” hibur Alex, yang membuat seulas senyum di bibirku. “Ih.. bisa aja kamu” balasku singkat. “Maaf Nay aku udah buat kamu nangis terus. Jangan dengerin omongan mereka aku putus sama Tari bukan karena kamu tapi, mungkin Tari memang bukan yang terbaik untukku.” jelas Alex dengan sedikit murung. “sudahlah, ini semua bukan salahmu. Toh aku juga sudah melupakannya.” balasku sembari berlalu meninggalkan Alex.

Tak ku sangka sisa dua bulan lagi aku di SMA ini. Selama itu pula hubunganku dan Tari tak pernah membaik, Tari selalu menghindar ia pun tidak sebangku denganku lagi. Dia juga selalu menatapku dengan tatapan marah. Aku pun memberanikan diri untuk meminta maaf agar dapat memperbaiki semuanya, tapi apa yang ku dapat Tari malah memakiku terus menerus dan kata yang selalu ku dengar, aku telah merusak hubungannya. Padahal aku tak tahu apa-apa, niatku hanya ingin meminta maaf bukan untuk dimaki. Berbeda dengan Alex yang semakin hari semakin dekat denganku, sebenarnya aku tak menginginkan kedekatan ini. Karena itu semua dapat membuat Tari bertambah marah.

Minggu pagi yang cerah membuatku terTarik untuk jogging. Dan tak ku sangka di taman ramai sekali orang yang jogging. Aku pun duduk di kursi taman yang dihiasi bunga-bunga indah di sampingnya. Tiba-tiba seketika mataku gelap seperti ada sesuatu yang menutupinya, dan kemudian terdengar suara yang tak asing di telingaku. “ayo tebak siapa?” katanya. Aku pun menerawang siapakah yang menjahiliku. “Siapa ya? ini.. Alex ya?” jawabku sedikit ragu. Lalu perlahan-lahan mataku terbuka dan ternyata tebakanku benar itu Alex. Alex pun duduk dan memulai pembicaraannya.

“Nay ada sesuatu yang ingin aku ungkapkan sama kamu.” Ucap Alex. “Apa?” jawabku penasaran.
“Sebenarnya aku sudah lama memendam ini sejak kita baru saling mengenal, dan perasaan itu tak pernah hilang meskipun aku sempat jadian sama Tari karena kekeliruan. Jujur aku baru berani mengatakannya sekarang. Aku sayang sama kamu lebih dari sahabat, Nay mau gak kamu jadi pacar aku?” tegas Alex sembari memberikan setangkai bunga mawar. “Maaf Alex, aku bukan pelarianmu. Kau mendekatiku saat kau sudah bosan pada Tari, kau menyalahkan Tari atas semuanya, padahal kau yang memberi harapan kepadanya..” jawabku sedikit emosi.

“Tapi Nay aku sungguh mencintaimu. Maafkan aku untuk semuanya.” Sesal Alex.
“ke mana saja kau saat aku sendiri, kau memisahkanku dengan sahabatku. Kau telah merusak hidupku jadi tolong menjauhlah dariku. Dan jangan rampas kembali hidup yang baru aku tata kembali.” Balasku sembari berlalu meninggalkan Alex mematung. Berat rasanya kaki ini untuk melangkah, derai tangisku pun kembali muncul, harusnya aku senang harapanku berbuah manis tapi, entah mengapa ada yang mengganjal di hati ini aku tak boleh egois. Aku tak bisa bahagia sementara Tari membenciku, sejahat-jahatnya Tari dia tetap sahabatku. Aku pun berusaha melupakan semuanya dan menganggapnya tak pernah terjadi.

Kini tiba saat yang ditunggu-tunggu, saat kelulusan. Betapa bahagianya aku saat ku lihat aku LULUS begitu juga dengan yang lain, semuanya LULUS. Untuk merayakannya sekolah mengadakan acara perpisahan di taman belakang sekolah. Dengan menggunakan dress berwarna biru sepanjang lutut aku datang ke acara itu seorang diri. Seperti biasa aku selalu menyendiri, bukan ikut bergabung dengan yang lain aku malah duduk sendiri di bangku taman, tiba-tiba ada seorang gadis menghampiriku, wajahnya tak asing untukku, dan ternyata itu Tari. Tari kemudian ikut bergabung denganku.

“Nay sebelumnya aku minta maaf, aku yang salah bukan kamu, seharusnya aku tidak pacaran dengan Alex, aku nyesel Nay. Kamu berhak benci aku, aku memang munafik. Maaf Nay aku benar-benar menyesal.” sesal Tari dengan di iringi tangisan. “Sudahlah Tari tak ada yang perlu disesali, aku sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu meminta maaf. Dan aku juga sudah melupakannya. Sampai kapan pun kamu tetap sahabatku.” jawabku sembari memeluk Tari. “Terima kasih Nay kamu memang baik. Aku mendengar semua perkataanmu dan Alex di taman, kau membelaku di depan Alex dan lebih mementingkan persahabatan kita. Aku tak pantas menjadi sahabatmu. Maafkan aku yang meninggalkanmu demi cinta yang semu.” pinta Tari sambil memelukku dan menangis.

Kini sahabatku kembali padaku, kenapa aku memilih sahabat? karena sahabatku lebih penting daripada cinta. Jika aku memilih cinta aku akan kehilangan sahabatku satu-satunya. Tetapi jika aku memilih sahabat aku hanya akan kehilangan 1 cinta dan masih banyak cinta yang tersisa, yaitu cinta dari keluarga dan sahabatku.

 

Tamat


Ditayangkan sebelumnya dari situs Novariasari
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait