Hak Politik Perempuan Masih Terbatas

Hak Politik Perempuan Masih Terbatas

11 anggota dewan dari Indonesia, Malaysia, Kamboja, Filipina, dan Timor Leste bergabung bersama untuk memperkuat hak-hak politik Perempuan dengan meningkatkan keterwakilan politik Perempuan di Asia Tenggara.  “Women Leadership Forum to Women Parliamentarian in Promoting Women's Representation in Southeast Asia" . Dalam forum ini, para anggota dewan perempuan menyadari kebutuhan untuk mengambil tindakan proaktif tidak hanya untuk meningkatkan keterwakilan politik perempuan dalam parlemen, tetapi juga untuk memperkuat posisi perempuan dalam politik termasuk memastikan perempuan menjadi pengambil keputusan di parlemen.  

Indonesia dan Timor Leste adalah dua negara yang telah memulai affirmative action untuk medapatkan kuota  30% perempuan dalam daftar kandidat atau di parlemen. Langkah ini sangat penting sebagai tahap pertama untuk mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen.  Mrs. Tep Sothy, Anggota Parlemen perempuan dari Cambodia National Rescue Party (CNRP) menyatakan, “ jika kita meningkatkan promosi untuk keterwakilan perempuan, kita akan bias menyelesaikan banyak permasalahan dan kita juga bisa mengalokasikan anggaran bagi lebih banyak lagi program yang akan bermanfaat bagi perempuan. 

Masuk kedalam parlemen adalah langkah yang sulit untuk kandidat perempuan di lima negara di kawasan ini. Kompetisi untuk mendapatkan suara membutuhkan dedikasih penuh untuk mengkomunikasikan program kepada para konstituen, bekerja dengan tim kampanye sebelum pemilihan, dan juga melibatkan media untuk memastikan bahwa kerja keras anda sudah diliput secara luas. Berhasil terpilih menjadi anggota parlemen perempuan adalah satu langkah yang perlu diambil untuk memastikan bahwa isu-isu terkait perempuan seperti kesehatan, kesejahteraan anak, kekerasan dalam rumah tangga, kesetaraan gender, kesehatan reproduksi, buruh migran perempuan dilindungi dengan baik oleh undang-undang. 

Namun, perjuangan tidak berhenti hanya dengan mendapatkan lebih banyak anggota dewan perempuan di parlemen. Mereka masih harus memperjuangkan untuk menjadi pengambil keputusan dan duduk diposisi kepemimpinan untuk memastikan lebih banyak lagi kebijakan dan undang-undang sensitif gender yang dihasilkan. Agenda kebijakan dan isu yang diperjuangkan oleh anggota dewan perempuan tidak akan diratifikasi secara otomatis selama proses legislasi berjalan dikarenakan posisi mereka yang ‘kurang strategis’. Mrs. Sothy juga menyebutkan bahwa walaupun anggota dewan parlemen perempuan di Kamboja duduk di beberapa posisi kunci di parlemen, namun mereka tidak memiliki kekuatan untuk memberikan keputusan penting selama proses legislasi.

Mrs. Meutya Viada Hafid, seorang anggota parlemen Perempuan dari partai Golkar Indonesia mengatakan, “Kita melakukan pendekatan dan bekerjasama dengan media khususnya stasiun TV karena mereka memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat dan pembentukan opini di masyarakat”. Pada saat yang sama, beliau juga mengatakan bahwa dengan bekerjasama dengan media setiap anggota parlemen Perempuan dapat memastikan bahwa peliputan media adalah fakta tanpa memutarbalik informasi yang ada. 

Diakhir forum ini, para peserta mengharapkan terbentuknya jaringan atau kaukus perempuan di parlemen dan masyarakat sipil di kawasan ini. 

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait