Tingkatkan Kesadaran Masyarakat, BI Bali Sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai

Tingkatkan Kesadaran Masyarakat, BI Bali Sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai

Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga tertinggi negara yang independen dituntut untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Untuk mendukung perbaikan efisiensi dan iklim usaha, Bank Indonesia telah mengeluarkan Gerakan Nasional Non Tunai pada 14 Agustus 2014 lalu. GNNT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang menggunakan instrumen non tunai khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. 

Masih banyaknya masyarakat yang awam terkait Gerakan Nasional Non Tunai ini, Bank Indonesia mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait program yang dinilai merujuk pada kemajuan perekonomian bangsa.  Gede Aryana, Kepala Tim Sistem Pembayaran BI menjelaskan, sosialisasi tentang GNNT kali ini menyasar mahasiswa yang notabene adalah anak muda, karena mahasiswa dinilai memiliki ketertarikan terhadap teknologi yang lebih kuat.

“Kita memang menuju kedunia kampus, karena memang bagi kami, mahasiswa memiliki perubahan mindset terhadap sesuatu yang berbau teknologi termasuk uang elektronik. Kita harapkan mahasiswa -menjadi trendsetter dalam gerakan ini,” ucap Aryana disela-sela kegiatan edukasi elektronifikasi yang diselenggarakan BI di kampus Undiknas, di Denpasar.

Selain di Undiknas, beberapa kampus di Bali telah dikunjungi oleh BI. Bagi BI, hal ini merupakan sesuatu yang wajar, karena kebijakan baru harus disosiliasikan. Terkait dengan GNNT, BI berharap mampu mengajak masyarakat agar lebih memilih transaksi non tunai daripada tunai. 

“Kita ingin masyarakat tahu bahwa lebih aman dan nyaman mengunakan transaksi non-tunai karena selain meminimalisir peredaran uang palsu, dari sisi fleksibilitasnya kita tidak mengalami kesulitan ketika harus menerima uang kembalian. Oleh karena itu, kami perlu meyakinkan masyarakat melalui dan khususnya mahasiswa agar lebih memilih menggunakan elektronik money ini,” ujarnya.

Meskipun belum setahun, perkembangan elektronik money ini setiap bulan mengalami kenaikan atau peningkatan. Terbukti dari jumlah pemakai e-money diberbagai bank selalu menunjukan peningkatan. 

“Dan kita menerima testimoni dari beberapa tempat belanja seperti supermarket, kasirnya mendapatkan kemudahan karena tidak perlu menghitung fisik uang, tidak harus menyiapkan uang kembali dan tidak ada selisih dan tentu saja meminimalisir peredaran uang palsu,” lanjut Aryana. 

Selain memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi, tidak menutup kemungkinan tindak kejahatan atau cyber crime dapat dilakukan. Untuk mencegah hal itu, menurut Aryana BI tidak asal memberikan ijin atau rekomendasi kepada bank-bank yang akan meluncurkan layanan ini.

“Memang kemudahan dan resiko itu selalu berdampingan. Namun demikian, BI tidak gegabah memberikan ijin kepada bank-bank penyelenggara elektronik money. Mereka harus memenuhi persyaratan dari BI, misalnya keandalan TI. Sehingga kalau dinilai kuat dan mapan, BI baru bisa mengeluarkan ijin. Tidak semua bank punya layanan seperti ini, untuk itu kita benar-benar selektif dalam memberikan ijin,” tuturnya. 

Selain memudahkan transaksi, kehadiran E-Money juga dipercaya mampu meminimalisir peredaran uang palsu. BI meyakini, apabila masyarakat sudah beralih menggunakan E-Money, peredaran uang palsu di Indonesia bisa berkurang bahkan tidak akan ada lagi uang palsu yang beredar. Langkah ini menurut Aryana merupakan salah satu bentuk keseriusan BI dalam mengurangi peredaran uang palsu yang masih marak terjadi di tengah masyarakat.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait