Tiga Target Indonesia dalam Pengelolaan Terumbu Karang, Ini Penjelasannya

Tiga Target Indonesia dalam Pengelolaan Terumbu Karang, Ini Penjelasannya

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund) menggelar Kick Off COREMAP - CTI Asian Development Bank, di Nusa Dua, Selasa (30/3/2021). 

COREMAP - CTI atau  Coral Reef Rehabilitation and Management Program - Coral Triangle Initiative merupakan program untuk menjaga kelestarian terumbu karang Indonesia

Program ini sangat penting, mengingat Indonesia memiliki 596 jenis terumbu karang.

Indonesia juga memiliki 14% dari luas terumbu karang dunia, dan 39% jenis ikan karang dunia

Executive Director ICCTF, Dr. Tonny Wagey menjelaskan, COREMAP - CTI Asian Development Bank dilaksanakan di tiga kawasan konservasi perairan di Indonesia. 

Ketiga kawasan itu meliputi Nusa Penida (Bali), Gili Matra, dan Gili Balu (Nusa Tenggara Barat). 

Program COREMAP - CTI Asian Development Bank dilaksanakan selama dua tahun (4 Maret 2021 - 31 Desember 2022). 

"Kalau lokasi, untuk saat ini kick-off yang dilakukan adalah COREMAP - CTI pendanaan Asian Development Bank itu ada tiga lokasi, Nusa Penida, Gili Matra, dan Gili Balu. Adapun jumlah hibah yang diberikan kepada kami, kepada Bappenas yang dilaksanakan oleh ICCTF adalah sebesar US$5,2 juta, untuk program selama dua tahun," katanya kepada wartawan disela-sela Kick Off COREMAP - CTI Asian Development Bank bertajuk "Pelestarian Sumber Daya Alam dan Pemanfaatan Berkelanjutan", di Nusa Dua, Selasa (30/3/2021). 

"Sedangkan COREMAP yang didanai oleh World Bank, itu lokasinya berada di Raja Ampat (Papua Barat), dan Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur). Periode hibahnya itu sedikit lebih pendek, sampai dengan Juni 2022, sampai tahun depan, dengan jumlah dana yang diberikan kepada kami berupa hibah adalah US$6,2 juta," sambungnya. 

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto pada kesempatan yang sama mengemukakan, pengelolaan terumbu karang saat ini menjadi perhatian global. 

Seluruh lembaga internasional disebut memiliki atensi terhadap pengelolaan terumbu karang.

Alasannya, eksistensi terumbu karang berimplikasi luas terhadap sejumlah sektor, diantaranya perikanan, dan pariwisata. 

"Sehingga mereka ada anggaran yang disisihkan untuk mengelola terumbu karang dengan inovasi-inovasi baru. Mereka menitipkan kepada pemerintah Indonesia, yang punya kawasan terumbu karang sangat luas, khususnya kepada Bappenas, untuk mencari inovasi-inovasi baru dalam pengelolaan terumbu karang yang tidak bertumpu kepada pemerintah saja. Ini harus melibatkan semua pihak, semua aktor yang terlibat hidupnya dengan terumbu karang," ujarnya. 

Tidak hanya itu, pengelolaan terumbu karang kata Arifin juga berkaitan erat dengan upaya mendukung Sustainable Development Goals 14 (Life Below Water).

Sustainable Development Goals (SDG's) mengamanatkan, konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudera, dan maritim.

"Hal ini untuk mencapai tiga target utama, antara lain perlindungan ekosistem laut dan pesisir berkelanjutan, mengkonversi setidaknya 10% area pesisir laut dan meningkatkan keuntungan ekonomi yang berkelanjutan," bebernya. 

Arifin Rudiyanto lebih lanjut menyampaikan, di Indonesia target dari program ini meliputi pencapaian 80% kategori biru di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida, 80% kategori biru di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra, dan 100% hijau Taman Pulau Kecil (TPK) Gili Balu. 

Selain itu, pemerintah juga memproyeksikan tiga hal dari pelaksanaan COREMAP - CTI. 

Target pertama adalah perkuatan kelembagaan dalam pengelolaan terumbu karang, 

"Kelembagaan ini tidak harus lembaga pemerintah. Tapi sinergi antara lembaga pemerintah dari kawasan tadi, dengan lembaga-lembaga yang ada di masyarakat. Lembaga ini bisa tour operator wisata bahari, bisa pengelola kawasan budidaya perikanan di wilayah, semua duduk bareng. Karena semua berkepentingan terhadap terumbu karang," ucapnya.

"Jadi bagaimana memperkuat kelembagaan untuk mengelola ini. Ada lembaga yang memang tugas meneliti, ada lembaga yang memanfaatkan supaya berkelanjutan berkaitan dengan wisata bahari, ada lembaga masyarakat yang berkepentingan dengan budidaya perairan, dan lembaga-lembaga yang lain," sambungnya. 

Sedangkan target kedua yaitu pembuatan rencana pengelolaan terumbu karang.

Pengelolaan terumbu karang ini berbasis penguatan lembaga di masing-masing kawasan. 

"Misalnya sudah oke tour operator wisata bahari memanfaatkan ini, tetapi jumlah pengunjungnya dibatasi, diatur kehadirannya, sehingga sekali hadir tidak menganggu kehidupan dari ekosisten terumbu karang itu," sebutnya. 

Sementara target terakhir yakni mengoptimalkan roda perekonomian lokal. 

Hal ini mendapatkan perhatian besar dari pemerintah.

Tujuannya, agar perekonomian masyarakat sekitar tetap berjalan, dan eksistensi terumbu karang dapat dijaga. 

"Sehingga kita harus mencari alternatif mata pencaharian berkelanjutan yang berbasis kelautan, khususnya terumbu karang tadi. Ukurannya akan banyak nanti. Bisa melatih pemuda-pemuda setempat menjadi tour operator yang andal. Bisa melatih warga setempat untuk melakukan budidaya dengan memanfaatkan terumbu karang dan lain sebagainya," bebernya.

"Jadi tiga hal itu yang menjadi fokus kita. Kelembagaannya terbentuk, tidak hanya lembaga pemerintah, tetapi melibatkan semua aktor. Ada rencana pengelolaan yang berbasis ilmiah tadi. Dan yang ketiga mampu mengembangkan ekonomi lokal, dengan alternatif mata pencaharian bagi penduduk lokal. Tiga hal itu yang ingin dicapai, melalui inovasi program COREMAP di Bali," pungkasnya.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait