Tak Ada Lagi Kerang Kipas dan Ikan Kuyuh di Danau Buyan

Tak Ada Lagi Kerang Kipas dan Ikan Kuyuh di Danau Buyan

Sejumlah habitat yang sebelumnya hidup di Danau Buyan, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali kini sudah tiada. Diduga punahnya sejumlah habitat ini karena air danau sudah terkontaminasi bahan kimia.

Seorang warga, Putu Gede Sedana Putra mengatakan, dahulu di danau tersebut terdapat banyak kerang kipas atau lebih dikenal dengan nama cakup-cakup. Ketika itu kontur dasar danau berupa pasir dan bebatuan menjadi tempat yang cocok bagi habitat kerang terssebut.

Namun kini sudah sama sekali tidak ditemukan lagi. Selain itu juga habitat ikan kuyuh juga sudah tidak ditemukan lagi. Padahal dahulu dua jenis ikan itu dapat dimanfaatkan warga sebagai ikan konsumsi.

“Sekarang sudah gak ada, mungkin saja sudah punah kerang kipas itu. Kami juga waktu kecil sering mencari ikan kuyuh, itu sekarang juga sudha gak ada,” katanya, Jumat (11/12/2015).

Ia menduga air danau sudah tercemar zat kimia dari pestisida petani di sekitar danau. Terlebih ketika memasuki musim penghujan seperti ini, air yang mengguyur perkebunan mengalir masuk ke dalam danau.

Namun tidak mudah bagi petani untuk tidak menggunakan bahan kimia dalam merawat tanamannya. Merawat tanaman menggunakan bahan organik hasilnya menurutnya lebih lama dan waktu panen yang dibutuhkan lebih lama.

“Petani juga berpikir kalau pakai organik biayanya lebih mahal. Seharusnya masalah-masalah seperti ini yang perlu disosialisasikan. Karena kalau terus pakai kimia juga berbahaya bagi manusianya sendiri,” katanya.

Sementara itu, seorang warga lain, I Ketut Kariasa mengatakan, nelayan di danau tersebut dilarang mencari ikan menggunakan perahu bermesin.

Mengingat bahan bakar mesin yang berupa bensin maupun solar dapat mencemari air danau dan mengganggu tumbuh kembang habitat di dalamnya.

Nelayan hanya diperbolehkan mencari ikan menggunakan pedau. Kini yang menjadi kendala nelayan dalam mencari ikan adalah pertumbuhan eceng gondok yang sangat pesat. Keberadaan tanaman gulma inilah yang menyulitkan nelayan untuk memasang jaring.

“Nelayan susah cari ikan karena nggak bisa pasang jaring, kalau hujan begini banyak gulmanya,” katanya.

Pertumbuhan eceng gondok di danau tersebut mulai pesat sekitar 15 tahun lalu. Dahulu sebelum itu air danau masih jernih dan banyak ikan yang hidup di dalamnya.

“Eceng gondok mulai banyak munculnya sekitar tahun 2000-an ke atas. Lalu sedikit-sedikit muncul gulma lain seperti kapu-kapu dan ganggang hijau yang banyak bertebaran,” ujarnya. (*)


Ditayangkan sebelumnya dari situs tribunnews
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait