Sejarah Asal Usul Adanya Banjar di Bali

Sejarah Asal Usul Adanya Banjar di Bali

"Om Swastyastu"
 

Dikaji dari sudut ilmu sejarah, asal-usul keberadaan banjar sulit untuk diketahui secara jelas sejarahnya. Namun dari cerita-cerita legenda dan cerita-cerita rakyat di bali dapat diyakini kebenarannya. Banjar dala pengertian ini menunjuk kepada suatu wilayah yang dihuni oleh penduduk yang beragama hindu.

Maka sulit untuk menemukan data-data mengenai sejarah banjar ini, meskipun segala sesuatunya itu masih harus dilihat dari sudut ilmu sejarah. Istilah banjar telah dikenal pada jaman prasejarah bali. Pada tahun 836 caka atau 914 masehi dalam prasasti gobleg pura desa 1, berbahasa bali kuno. Pada prasasti itu disebutkan "......ser tunggalan banjar di indrapura" yang artinya "....pengawasan bersama tunggalan untuk lingkungan atau kelompok di indrapura..."

Salah satu bukti yang mendukung sejarah banjar di bali, adanya suatu cerita yang terdapat dalam lontar Maharsi Markandya sebagai bukti yang mendukung sejarah banjar di bali. Cerita itu di antara lain isinya sebagai berikut :

Seorang Maharsi bernama Maharsi Markandya pada mulanya bertapa di Gunung Raung (Jawa Timur), melakukan perjalanan ke Bali bersama 500 orang pengikutnya, dengan maksud untuk perambahan hutan yang akan dijadikan sebagai lahan pertanian dan tempat pemukiman/tempat tinggal. Mereka bermula tiba di Taro, yakni wilayah Kecamatan Tegalalang Kabupaten Gianyar (Sekarang). Di sini (Taro) mereka mula-mula perambahan hutan dilakukan. Namun usaha Maharsi Markandya tidak berhasil oleh karena banyak banyak diantara pengikut Maharsi Markandya menderita sakit, diserang binatang-binatang buas, dan diantara pengikutnya meninggal dunia.

Kegagalan Maharsi Markandya bersama pengiringnya tidak menjadikan keputus asaan. Maharsi Markandya kembali melakukan upacara ritual (Bertapa) di Gunung Raung hingga beberapa waktu lamanya dan kemudian berangkat lagi ke Bali bersama para pengikutnya yang masih hidup.

Namun kedatangan yang kedua kalinya di Bali ini, Maharsi Markandya terlebih dahulu melakukan upacara ritual Hindu yang dinamakan Bhuta Yadnya. Beliau menanamkan lima jenis logam pelengkap upakara yadnya, pada suatu tempat di kaki Gunung Agung, sekarang dikenal dengan nama Pura Basukian di Besakih. Setelah selesai Bhuta Yadnya, beliau beserta pengiringnya menuju Taro, yang kemudian pekerjaan perambasan hutan dilanjutkan kembali. Alhasil, pembukaan hutan berjalan dengan baik, yang selanjutnya beliau melakukan pembagian lahan garapan dan pemukiman kepada pengikutnya. Tempat beliu mengadakan pembagian tanah itu sekarang dikenal dengan nama Desa Puakan, yang terletak di sebelah utara Desa Taro. Menurut cerita masyarakat setempat, nama Desa Puakan berasal dari kata Piakan, yang artinya pembagian.

Pada perkembangan sejarahnya, keturunan dari para pengikut Maharsi Markendya ini, menyebar luaskan tempat-tempat pemukiman baru serta bertempat tinggal di desa-desa yang baru didirikannya. Perluasan tempat tinggal baru (Pemukiman) antara lain : Desa Pelaga, Desa Trunyan, Desa Batur, Desa Beratan, Desa Cempaga, Desa Sembiran, Desa Gobleg, Desa Tigawasa, dan masih banyak lagi perluasannya yang hampir semuanya terletak di daerah pegunungan.

Maharsi Markandya seseorang penganut ajaran Hindu. Sebagai seorang Pendeta, beliau dikenal kesucian dan kebijaksanaannya. Dikalangan umat Hindu, beliau juga diperkirakan sebagai pencipta sistem pengairan disawah, sekarang dikenal dengan nama "Subak".

Pada Garis besarnya, cerita diatas dianggap sebagai awal asal-usul satu bukti yang mendukung sejarah Banjar di Bali.


"Om Santih Santih Santih Om"

[Baca juga: Sejarah Kerajaan Bedahulu / Bedulu, Bali]

 

Sumber : Buku Osai, XI, mylink.heck


Ditayangkan sebelumnya dari situs Redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait