Samakan Persepsi, Bappeda se-Bali Bahas RPJMD

Samakan Persepsi, Bappeda se-Bali Bahas RPJMD

Masa transisi pemerintahan yang terjadi saat ini diikuti dengan adanya perubahan beberapa regulasi yang mengakibatkan dampak cukup signifikan yang belum memberikan dasar formal dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama terkait perencanaan, serta adanya perubahan visi-misi karena pergantian pemimpin negara, yang awalnya program pembangunan dilaksanakan secara pendekatan sektoral saat ini dilaksanakan lintas sektoral. Kedua permasalahan tersebut mempengaruhi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), terutama bagi daerah-daerah yang baru usai melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di tahun 2015 lalu  yang wajib menuntaskan penyusunan RPJMD dalam jangka waktu 6 bulan semenjak dilantik.

Sehingga untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan Kabupaten/Kota se-Bali dalam menghadapi permasalahan tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali mengkoordinir Bappeda se-Bali guna membahas penyusunan RPJMD, dengan mendatangkan narasumber dari Dirjen Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) agar tersusun dokumen perencanaan yang benar-benar bisa dipakai acuan pembangunan daerah. Demikian disampaikan Kepala Bappeda Provinsi Bali, Putu Astawa disela-sela rapat penyusunan RPJMD Kabupaten/Kota se-Bali, di Aula Kantor Perwakilan Provinsi Bali Jl. Cikini II No.3 Jakarta Pusat.

“Karena di masa transisi saat ini banyak sekali perubahan-perubahan regulasi yang memerlukan penyamaan persepsi, oleh karena itu kita kumpulkan semua di Kantor Perwakilan Bali ini dengan mendatangkan narasumber Dirjen Pembangunan Daerah dan Menpan, dari situ akan diperoleh penyamaan persepsi dan pengetahuan, sehingga dokumen perencanaan yang tersusun nantinya benar-benar bisa menjadi ajuan pembangunan daerah,” ujar Astawa.

Lebih jauh, Putu Astawa menjelaskan selama proses penyusunan terdapat kendala-kendala belum sinkronnya beberapa regulasi dengan fakta-fakta dilapangan yang tidak linear. Di satu sisi menurutnya daerah dituntut melaksanakan sesuatu, tetapi di lain sisi belum ada payung hukum yang belum tersedia. Sehingga banyak program belum bisa diimplementasikan didaerah. Seperti dicontohkan  terkait pengalihan wewenang dari Kabupaten maupun dari Provinsi ke pusat, sehingga bisa mengantisipasi wacana-wacana seperti itu, ataupun Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang implikasinya sangat erat dengan penyusunan dokumen perencanaan. Kedepannya Ia juga berharap dengan tersusunnya dokumen perencanaan yang sesuai dengan terarah dapat menjadi alat untuk meminimalisir  inefisiensi keuangan daerah. Rapat tersebut dilaksanakan di Jakarta menurutnya untuk menjemput bola, untuk mengatasi kendala jauhnya narasumber dan padatnya kegiatan yang dilaksanakan jajaran kementerian. “Seperti kita ketahui agenda jajaran kementerian kan sangat padat membawahi seluruh Indonedia, mungkin saja kita yang mengundang tapi belum tentu bisa terjadwal seperti yang kita agendakan,” imbuhnya lagi.

Sementara itu, Kasubdit Perencanaan dan Evaluasi Wilayah II Kemendagri, Bob Sagala menyatakan harapannya agar seluruh daerah otonom yang sudah melaksanakan Pilkada serentak, bisa menyelesaikan kewajibannya untuk menuntaskan Perda RPJMD Tahun 2016-2021 sesuai surat edaran Kemendagri, yang diberikan batas waktu hingga 17 Agustus 2016. Untuk itu Ia mengaku gencar memberikan sosialisasi tentang penyusunan RPJMD tersebut. Lebih jauh, Ia menjelaskan dalam menyusun RPJMD harus memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah yang sudah tersusun dan harus sesuai dengan RPJM Nasional sehingga pembangunan bisa searah. Ia pun menyatakan penyusunan RPJMD saat ini wajib memasukan minimal 6 SPM kepada masyarakat yang harus terpenuhi, seperti diantaranya pendidikan dan kesehatan.

Penjelasan tentang teknis penyusunan RPJMD selanjutnya disampaikan oleh Tim Perencanaan dan Evaluasi Wilayah II Kemendagri dan Kemenpan RB, turut diisi sesi dialog, yang diantaranya disampaikan perwakilan Kabupaten Badung yang menyampaikan kendala penyusunan RPJMD terkait kewenangan SMA/SMK yang beralih dari Kabupaten menjadi Kewenangan Provinsi. Setelah beralih kewenangan bisakah Kabupaten tetap membantu sekolah-sekolah didaerahnya melalui sharing dana dalam bentuk bantuan sarana prasarana maupun bantuan peningkatan kualitas para guru. Begitu pula penanganan daerah pesisir yang menjadi kewenangan provinsi tetapi menjadi penghasil PAD Badung, diharapkan bisa masuk dalam penyusunan RPJMD Badung. Menanggapi masalah tersebut, tim menyampaikan walaupun setiap daerah kabupaten otonom setingkat provinsi, namun provinsi yang menjadi perwakilan Pemerintah pusat didaerah dalam hal pelayanan secara hirarki memiliki tingkat lebih tinggi. Oleh karena itu, sesuai aturan yang berlaku kewenangan belum bisa dirubah, sehingga tidak bisa masuk dalam RPJMD kabupaten.


Ditayangkan sebelumnya dari situs redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait