Pungli Lokalisasi di Sanur Rp 1,8 Miliar per Bulan

Pungli Lokalisasi di Sanur Rp 1,8 Miliar per Bulan

Salah satu Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar asal Sanur, I Wayan Mariyana Wandhira mengungkapkan, pada tahun 2008, seluruh lokalisasi yang berada di wilayah Sanur, Denpasar, Bali, sempat hendak ditutup.

Waktu itu, para pemilik kompleks, pengusaha panti pijat plus-plus, bungalow, dan lain sebagainya sempat demo. Waktu itu, ketua komunitas lokalisasi di Sanur melaporkan ke Wandhira bahwa setiap hari mereka diminta Rp 60 juta per hari atau Rp 1, 8 miliar per bulan oleh seorang oknum.

“Setiap malam, uang yang beredar kepada mereka yang melakukan pungutan-pungutan liar kurang lebih Rp  60 juta. Mereka datang melaporkan hal itu ketika ada rencana penutupan tempat itu (pada tahun 2008). Itu setiap malam, sekarang kalikan 30 hari, berapa jadinya? Dan, satu tahunnya berapa itu?” ungkap Wandhira, Kamis (12/11/2015).

Namun demikian, Wandhira enggan mengungkapkan apakah pungutan liar itu dibayarkan kepada pemerintah atau bukan.

Ia hanya mengungkapkan bahwa pungutan liar tersebut dibayarkan kepada oknum-oknum. Ceritanya, tutur Wandhira, pada tahun 2008, sempat ada wacana dari pemerintah bahwa lokalisasi di daerah Sanur, baik kompleks, bungalow, dan lainnya akan ditutup.

Pada waktu itu, para pemilik usaha maksiat itu berkumpul dan membuat semacam komunitas untuk memperjuangkan usahanya. Pada waktu itulah, salah satu ketua komunitas itu berkeluh kesah kepada Wandhira bahwa setiap hari mereka rata-rata dimintai Rp  60 juta oleh para oknum.

“Waktu itu mereka menyampaikan sebegini loh sebenarnya saya menghabiskan uang. Lalu saya tanya larinya ke mana uang itu? Terus dijawab, tidak usahlah bapak tahu, yang penting pengeluaran kami itu segitu per hari,” tutur politisi asal Sanur ini.

Terkait keluarnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar No 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan pada pasal 39 secara eksplisit mengarah kepada penutupan lokalisasi, Wandhira mengaku sangat mendukung.

Namun, dengan syarat Pemkot Denpasar harus benar-benar memperhitungkan bagaimana dampaknya apabila tempat prostitusi itu ditutup. Sebab, sesuai pengamatannya, banyak usaha-usaha yang bergantung pada kawasan lokalisasi itu.

“Misalnya, usaha rumah makan, usaha antar jemput, rumah kos, salon kecantikan, dan lain sebagainya. Dengan aturan ini, akan banyak imbasnya terhadap mata pencaharian. Karena ketika pemerintah ingin menerapkan perda ini, harus benar-benar dipikirkan, diperhitungkan, agar jangan sampai ketika akan menertibkan prostitusi dan lain sebagainya justru akan menimbulkan tindakan-tindakan kriminal lainnya,” kata Wandhira. (*)


Ditayangkan sebelumnya dari situs tribunbali
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait