Pantai Jerman di Kuta Diklaim Milik Pribadi, Muncul HGB Atas Lahan 12 Are

Pantai Jerman di Kuta Diklaim Milik Pribadi, Muncul HGB Atas Lahan 12 Are

Tanah seluas 12 are diPantai Jerman, Kuta, Badung, Bali diklaim milik pribadi. Menyusul terbitnya Hak Guna Bangunan (HGB) dari tanah hasil reklamasi yang dilakukan tahun 2008 silam tersebut.  Sudah lebih enam kali dilakukan pertemuan, namun belum ada titik terang.

Pun demikian dengan pertemuan yang dilakukan di Kantor Camat Kuta, Senin (23/11/2015) kemarin. Pertemuan yang dihadiri Desa Adat Kuta, Pemda Badung, dan investor PT Menara Perdana ini tak pula menemukan titik temu.
Kepala Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan PemkabBadung, Made Badra mengatakan, lahan pesisir Pantai Jerman itu masih menjadi perebutan antara pemerintah dan investor.

"Saat reklamasi 2008 lalu, terdapat sekitar 12 are yang tanahnya tidak diketahui pemiliknya. Tapi tanah tersebut sudah habis abrasi. Nah, usai direklamasi pemerintah, mereka (investor PT Menara Perdana) merubah jalan umum di Pantai Jerman‎ dengan alasan bahwa jalan tersebut merupakan tanah milik mereka," ujar Badra.

Menurut historisnya, Pemerintah Pusat melalui Balai Besar Sungai Bali dan Nusa Penida dibawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum melakukan reklamasi tahun 2008. Hal ini dilakukan karena keberadaan pesisir pantai yang rusak lebih dari 20 are. Hanya saja, dalam reklamasi atau revertment pantai tersebut, pemerintah tidak melakukan laporan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung.

Alhasil, kendati pemerintah bersikukuh bahwa sudah dilakukanrevertmen tersebut, secara hukum tidak diketahui BPN. Padahal, menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Agraria, Tanah atau Pesisir Pantai yang mengalami abrasi dan sudah direvertmen pemerintah, maka tanah tersebut secara hukum sah menjadi milik pemerintah. Dengan menjadi milik pemerintah, maka menurut UU tersebut bisa dimanfaatkan secara publik bukan pribadi. 



"Tanahnya berada di sisi sekitar Hotel Holiday INN. Dalam perkembangannya saat ini, tanah 12 are dari 20 are yang direklamasi statusnya sekarang sudah HGB. Karena walk waydipindahkan oleh PT Menara Perdana, jadi fungsi walk way harus dikembalikan," ujarnya.

Hanya saja, kendati meminta untuk memindahkan walk way, Badra tak mendesak pencabutan HGB tahun 2015 yang dikantongi PT Menara Perdana ini.

Pasalnya, pembentukan dan pengesahan HGB yang dimiliki PT Menara Perdana tersebut adalah hasil pertemuan antara pihaknya dengan BPN, serta Satker Wilayah Sungai Bali-Penida pada tanggal 21 Oktober 2015 lalu.

"Masalah status tanah itu sudah selesai, karena sudah dicatat oleh BPN. HGB, tidak bisa diagunkan untuk mendapat apapun," ucapnya.

Kepala Satuan Kerja Balai Besar Sungai Bali dan Nusa Penida, Ketut Jayada membantah adanya pertemuan antara PT Menara Perdana dan BPN yang membahas pengesahan HGB tersebut.

Menurutnya, sesuai UU Agraria, pemerintah atau instansi apapun tidak diperbolehkan membuat surat HGB di kawasan pasir atau pesisir pantai.

Sehingga, keberadaan surat HGB yang diterbitkan pada bulan Oktober 2015 tersebut merupakan kesalahan BPN.
"Enggak ada pertemuan yang membahas HGB, surat itu adalah pertanggungjawaban BPN. Kenapa BPN bisa mengeluarkan surat HGB? Padahal UU melarangnya. Pertemuan tidak membahas adanya pengesahan HGB begitu. Jadi saya serahkan penindakan dan semuanya ke Pemerintah Badung," ujarnya. (*)


Ditayangkan sebelumnya dari situs tribunnews
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait