OJK Lakukan Mitigasi Resiko Jika Gunung Agung Erupsi

OJK Lakukan Mitigasi Resiko Jika Gunung Agung Erupsi

Walaupun belum mengalami erupsi, kondisi Gunung Agung yang masih berstatus awas masih menjadi perhatian berbagai pihak. Khususnya Otoritas Jasa Keuangan dan perbankan di Bali, mengingat lumpuhnya kegiatan ekonomi di daerah terdampak, dan masyarakat juga banyak mengungsi. Menurut Hizbullah, Kepala OJK Regional 8 Bali-Nusa Tenggara, dampak jika terjadi letusan Gunung Agung cukup signifikan. “Apalagi jika terjadi letusan besar, dan berdampak ke bandara yang kemudian tidak bisa beroperasi. Tentu berdampak pula ke kedatangan wisatawan ke Bali,” katanya dalam Pelatihan Wartawan dan Gathering Media Massa Bali, NTT, NTB, di Royal Tulip, Bedugul, Jumat (13/10).

Hal ini mengingat pada letusan 1963 silam, mempengaruhi lalu lintas penerbangan akibat hujan abu vulkanik. Jika penerbangan terganggu, maka wisatawan tidak bisa datang ke Bali dan berdampak pada bisnis hotel, restoran, toko oleh-oleh, serta turunannya, termasuk perdagangan di Bali.  “Ini kan semuanya terdampak, dan semuanya dibiayai oleh bank, terutama hotel. Kalau turis tidak datang, berarti kan bisnis turun. Pasti mempengaruhi pembayaran kewajiban kepada bank, dan menyebabkan non performing loan (NPL) naik,” tegasnya.

Namun beruntung, kata dia, hingga saat ini belum terjadi erupsi atau letusan besar. Walaupun tak dipungkiri masyarakat di sekitar wilayah bencana terdampak dengan status awas ini dan mengungsi ke tempat lebih aman.

Untuk internal perbankan, pihaknya telah bertemu dengan beberapa bank umum yang memiliki kantor di sekitar Karangasem, termasuk BPD dan Bank Mantap. Bahkan pihaknya juga bertemu dengan BPR, khususnya ada 4 BPR yang berada di wilayah terdampak. “Kemungkinan kami usulkan memberikan keringanan kepada nasabah, kalau benar-benar ada dampak signifikan. Tetapi sekarang masih dikaji. Kalau terjadi letusan besar, maka akan ada kebijakan keringanan yang diberikan kepada nasabah. “Misalkan saja, keringanan tidak membayar bunga setahun atau 6 bulan. Hal ini pernah terjadi di Yogyakarta  ketika letusan Gunung Merapi dan gempa di Padang. Jangka waktunya bisa antara 6 bulan hingga setahun, tergantung recovery. “Namun tidak termasuk pemutihan,” imbuhnya.

Rochman Pamungkas, Deputi Direktur Pengawasan LJK 2 dan Perizinan OJK KR 8 Bali-Nusra, menjelaskan potensi NPL atau kredit bermasalah memang menjadi ancaman dalam peristiwa bencana alam. “Kami sudah merapatkan hal ini dengan perbankan, khususnya untuk bank umum yang kantor pusatnya di Bali yaitu BPD Bali dan Bank Mantap yang memiliki kantor kas dan KCP yang terdampak bencana,” katanya. Baik banku umum maupun BPR menutup sementara kantor di lokasi terdampak, dan memindahkan operasional sementara ke kantor yang paling dekat dengan kantor terdampak namun radius aman. Selain itu, mitigasi lainnya adalah mengamankan berkas kredit, berkas jaminan, SDM, dan sebagainya yang bisa dipindahkan.

Kemudian secara finansial, sebut dia, perkiraan dampak untuk BPR hingga Oktober 2017 ada sekitar 50 BPR yang akan terdampak dengan baki debet kredit Rp 146,52 miliar. Kemudian berdasarkan rekap terhadap sekitar 8 bank umum tidak termasuk BPD, termasuk bank umum yang berkantor pusat di Jakarta dan punya kantor di Bali ada sekitar Rp 570,86 miliar baki debet kreditnya. Untuk BPD Bali, yang diperkirakan berpotensi menjadi NPL sekitar Rp 781,12 miliar. “Tetapi yang sudah mengalami NPL di BPD Bali ada sekitar Rp 80 miliar. Jadi yang statusnya sudah turun dari lancar menjadi tidak lancar,” jelasnya.

Untuk BPD Bali, angka potensi NPL Rp 781 miliar ini masih sekitar 4,8 persen  dari total kreditnya. Sehingga masih relatif aman. Kemudian dari Bank Mantap, ada Rp 479 miliar yang diperkirakan terdampak, dan yang telah turun kualitas kreditnya sebesar Rp 54 miliar. “Jadi kalau setelah status awas ini berlanjut dan cukup lama, potensi NPL bisa bertambah lagi,” katanya.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait