Lembaga Penyiaran Didesak Hentikan Iklan Pengobatan Tak Berijin

Lembaga Penyiaran Didesak Hentikan Iklan Pengobatan Tak Berijin

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali mendesak lembaga penyiaran di Bali untuk  menghentikan iklan pengobatan yang tidak mengantongi ijin. Termasuk tidak lagi menerima iklan pengobatan dari lembaga pengobatan yang belum mendapatkan ijin dari Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota di Bali. Desakan tersebut disampaikan Ketua KPID Bali A.A Rai Sahadewa dalam keteranganya pada acara "Sosialisasi PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Permenkes No. 1787 Tahun 2010 tentang iklan dan publikasi Layanan Kesehatan" di Denpasar, Kamis (7/4/2016)

Rai Sahadewa menyampaikan KPID Bali telah berulangkali mengingatkan lembaga penyiaran baik berupa surat himbauan, surat edaran dan bahkan dalam bentuk surat ketentuan penayangan pengobatan alternatif. apalagi berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat (3) disebutkan bahwa lembaga penyiaran dilarang menayangkan jasa pengobatan yang tidak mendapatkan ijin dari lembaga berwenang. Lembaga berwenang yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. "iklan pengobatan alternatif yang ada tolong di turunkan dulu, apalagi yang belum memiliki ijin" tegas Rai Sahadewa.

Rai Sahadewa mengakui tidak semua lembaga penyiaran menayangkan iklan pengobatan alternatif. Apalagi lembaga penyiaran yang tidak menayangkan tersebut telah memiliki kebijakan tersendiri dan karena terdapat komitmen dalam upaya perlindungan kepada masyarakat. "Lembaga penyiaran memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kesehatan yang benar kepada masyarakat" ujar Rai Sahadewa.
Rai Sahadewa menambahkan dalam upaya melakukan pengawasan iklan pengobatan alternatif saat ini telah ada tim pengawasan bersama. Tim pembinaan dan pengawasan tersebut melibatkan berbagai komponen mulai dari IDI, Polda, BPOM, Kejaksaan, Satpol PP, KPI dan YLKI. Tim pembinaan dan pengawasan pelayanan kesehatan tradisional ini ditetapkan dalam keputusan gubernur Bali nomor 532/03-B/HK/2016. 
Sedangkan Kepala UPT Jaminan Kesehatan Masyarakat Bali (JKMB) I Gusti Ayu Putri Mahadewi mengakui sedang melakukan penataan karena saat ini cukup banyak pengobat yang tidak berijin dan merugikan masyarakat. "bukan hanya merugikan masyarakat. bahka  ada masyarakat yang menjadi korban. jangan sampai masyarakat tersesat" papar Mahadewi.

Mahadewi mengungkapkan bahwa jasa pengobatan merupakan wewenang Dinas Kesehatan, namun perlu keterlibatan lembaga penyiaran melakuka  filter saat jasa pengobatan akan beriklan. Lembaga penyiaran dapat memfilter dengan meminta ijin dari jasa pengobatan. sehingga jangan sampai yang tidak berijin yang berpromosi atau beriklan di media. Sesuai aturan kesehatan bagi jasa pengobtan ada 2 ijin. Ada yang Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT) dan surat ijin penyehat tradisional (SIPT). Dari 2 ijin yang ada hanya yang memegang SIPT yang memiliki hak untuk berpromosi di lembaga penyiaran.

Mahadewi berharap lembaga penyiaran saat memproduksi atau menayangkan iklan pengobatan memperhatikan etika iklan. Dalam permenkes tentang iklan dan publikasi pelayanan kesehatan sudah sangat jelas disebutkan bahwa iklan kesehatan harus memuat informasi yang akurat, informatif, edukatif, bertanggungjawab dan berbasis bukti. iklan kesehatan juga tidak boleh pamer, memberi informasi palsu, dan tidak boleh menampilkan testimoni.
Mahadewi menambahkan berdasarkan data Dinas Kesehatan Bali jumlah pengobat tradisional di Bali saat ini mencapai 3.200 pengobat. Dari jumlah tersebut hanya 4 persen yang memiliki STPT dan 1 persen memiliki SIPT. sementara  jasa pengobat yang boleh beriklan di media apabila sudah memiliki SIPT. Khusus yang memegang STPT belum boleh beriklan di media, karena STPT  hanya tanda terdaftar bukan ijin. (muliarta)

 


Ditayangkan sebelumnya dari situs Redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait