KLHK Dorong Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Hutan dan Lahan

KLHK Dorong Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Hutan dan Lahan

Sejumlah perwakilan organisasi masyarakat sipil dan komunitas dari Aceh, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Papua, dan Jakarta bertemu dengan Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, dan perwakilan pemerintah Inggris—DFID, Matthew Rycroft (Sekretaris Tetap Kerajaan Inggris DFID), dan Lindy Cameron (Direktur Jenderal untuk Program Kenegaraan DFID) di Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai, Denpasar, Bali.  Pertemuan ini dilakukan untuk mendiskusikan dan mengevaluasi pendekatan pengarusutamaan gender dalam upaya untuk mendorong pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan menuju pada pemerataan kesejahteraan bagi komunitas.

“Selain bernilai ekonomis, hutan juga memiliki nilai sosial, dan budaya, serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi eksistensi kehidupan perempuan. Sebagai bentuk komitmen, KLHK telah lama membentuk pokja PUG yang bertugas untuk memastikan pendekatan keadilan gender berjalan dengan baik di KLHK misalnya melalui pelatihan-pelatihan bagi staff KLHK; juga memberikan input kepada Menteri dan Dirjen-Dirjen di KLHK dalam membuat peraturan yang responsive gender. Saat ini di KLHK, ada dua Permen dan 14 Perdirjen di lingkungan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) mayoritas terkait akses perhutanan sosial dan penyelesaian konflik di hutan adat.,” ujar Ibu Ayu Dewi Utari, Kepala Biro Perencanaan KLHK sekaligus ketua Pokja Pengarusutamaan (PUG) gender di KLHK di Tahura Mangrove Denpasar, Bali (14/10/2018).

Sehubungan dengan hal tersebut, KLHK menyambut baik inisiatif yang dilakukan oleh CSO, masyarakat, dan pemerintah Inggris melalui The Asia Foundation (TAF) dalam program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Perbaikan Tata Kelola (SETAPAK), yang difasilitasi oleh United Kingdom for Climate Change Unit (UKCCU) sejak tahun 2011 sebagai bentuk komitmen Pemerintah Inggris dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia, khususnya dengan melibatkan kelompok perempuan maupun laki-laki yang berjuang dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan dalam konteks Tata Kelola Hutan dan Lahan (TKHL).

Country Representative TAF, Sandra Hamid mengemukakan bahwa TAF bersama mitra-mitra CSO melalui program SETAPAK menggunakan pendekatan Gender Responsive Approach, dengan melibatkan kelompok perempuan dalam proses-proses diskusi dan pegambilan keputusan. Pada kesempatan tersebut, Sandra Hamid mengemukakan bahwa, “selama ini perempuan tidak/ jarang sekali dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Namun ketika diberikan ruang untuk berpartispasi dalam penyusunan anggaran desa, sebagai paralegal, ataupun dalam mengakses informasi publik terkait izin tambang dan kebun, perempuan dapat terlibat aktif dan membawa perubahan baik di komunitas mereka. Perlu diingat juga bahwa perspektif gender menempatkan perempuan maupun laki-laki dalam posisi setara untuk memperoleh kesempatan dan berpartisipasi di dalam perumusan kebijakan TKHL maupun proses-proses advokasi,"ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, hadir pula perwakilan DFID Indonesia/UKCCU, yaitu Tom Owen Edmund, Kepala unit UKCCU-DFID Indonesia, Hetifah Sjaifudian, Pimpinan Komisi X DPR RI, Bapak Aries Syafrizal-Kepala Bidang Teknik dan Penerimaan Mineral dan Batubara, ESDM Sumatera Selatan dan Bapak Noralim SH,MH, Kepala Bappeda Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, yang selama ini terlibat dalam mendorong terbitnya beberapa peraturan dan kebijakan yang mengakomodir keseteraan dalam pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia. Sebagai contoh Kabupaten Maros telah menerbitkan Perbup nomor 79 tahun 2017 tentang tata cara pengalokasian penyaluran dan arah penggunaan ADD; yang memastikan anggaran memperioritaskan pemberdayaan perempuan dan pelibatan perempuan dalam pelestarian hutan dan perhutanan sosial. Selain pemerintah hadir pula Direktur HUMA, Dahniar Andriani dan Direktur Pt.PPMA Papua yang aktif mendorong pengakuan masyarakat adat dan hutan adat di Indonesia. Dari komunitas hadir 3 perempuan lokal yang sudah banyak terlibat dalam kerja-kerja perubahan menuju lingkungan hidup yang lebih baik. 

Alam Surya Putra selaku deputi direktur program SETAPAK menyatakan bahwa, “TAF melakukan berbagai kajian untuk memetakan relasi kuasa antara perempuan dan laki-laki yang dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, agama, dan budaya di tingkat lokal. Kemudian, TAF memfasilitasi mitra untuk menyusun strategi dan implementasi program yang responsif gender menggunakan Gender Pathway Analysis—untuk menganalisis dan mengintegrasikan isu gender dalam program dan kegiatan tiap lembaga, serta memastikan pelibatan kelompok perempuan dalam advokasi TKHL agar dapat menjawab kebutuhan perempuan,”imbuhnya.

Selain itu, TAF juga menggagas forum pertemuan tahunan bagi para local championuntuk berbagi cerita dan pegalaman terkait TKHL di tingkat tapak dengan pengambil kebijakan. Local champion adalah penamaan yang diberikan TAF kepada anggota komunitas baik perempuan maupun laki-laki yang memiliki komitmen dan kemauan kuat untuk berjuang agar hutan dan lahan yang rusak dikampung mereka segera dipulihkan dengan kebijakan yang reformis dan perjuangan yang setara antara perempuan dan laki-laki.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait