Keluarga di Bali cenderung enggan untuk mengajarkan anaknya tentang belajar bertani atau bahkan sekedar bercocok tanam. Keluarga petani di Bali juga lebih memilih tidak mengajarkan anaknya untuk bertani, walaupun sekedar menanam pohon di rumah. Permasalahanya kegiatan bertani dianggap tidak menjanjikan dibandingkan pekerjaan yang lain. Pendapatan sebagai petani juga tidak sebanding dengan beratnya bekerja sebagai petani. “nasib petani semakin terpuruk, sehingga banyak petani yang tidak mengajar anaknya menjadi petani” kata Peneliti Senior dari Fakultas Pertanian Universitas Udayana Dr. Alit Susanta Wirya pada keteranganya di Denpasar (7/3/2016)
Alit Susanta menyampaikan karena tidak pernah diajarkan tentang cara bertani maka anak-anak Bali kurang meminati pertanian. Apalagi mereka tidak pernah diajarkan arti penting pertanian sejak dini. Kondisi ini terjadi salah satunya akibat pemerintah Provinsi Bali terlalu mendewakan pariwisata sehingga anak-anak di Bali, terutama kaum muda menganggap pertanian tidak memiliki masa depan. “Jangankan anak muda, orang tua saja kadang kadang di KTP tidak mau menulis pekerjaan sebagai petani” ujar peneliti yang juga penghobi fotografi ini.
Menurut Alit, jika dulu sejak kelas I SD sudah mulai diajarkan berkebun, dimana setiap kelas memiliki kebun. Sejak SD pula diajarkan akan arti pentingnya bertani dan mengenal tanaman. Selanjutnya diajak untuk mengidentifikasi dan mengenal ciri-ciri tumbuhan yang dikotil dan monokotil.
Alit mengungkapkan saat ini kondi sini sangat berbeda, anak sejak usia dini tidak pernah diajarkan bertani. Alasannya cukup beragam, mulai dari rumah yang sempit, tidak punya halaman, dan susah mencari bibit. “sebenarnya alasan utamanya malas” jelas Alit Susanta Wirya.
Tuangkan Komentar Anda