Pemprov Bali merilis hasil kajian Universitas Udayaya (UNUD) terkait Kebijakan Moratorium Hotel di Kawasan Bali Selatan. Hasil kajian UNUD menyebut bahwa moratorium hotel diberhentikan pada tahun 2016 untuk kawasan Badung dan tahun 2017 untuk kawasan Denpasar. Dengan kata lain, merujuk hasil kajian tersebut, pembangunan hotel kembali dapat dilakukan di Kabupaten Badung mulai tahun 2016 dan Kota Denpasar mulai tahun 2017. Hasil kajian tersebut dibeber Sekretaris Daerah Provinsi Bali Cokorda Ngurah Pemayun di Denpasar.
Lebih jauh Sekda Cok Pemayun membeber kronologis keluarnya kajian tersebut. Kata dia, pada tahun 2010 Pemprov Bali mengeluarkan kebijakan moratorium hotel di kawasan Bali Selatan yang tertuang dalam surat nomor: 570/1665/BPM yang dikeluarkan 27
Desember 2010. Surat itu mengatur penghentian sementara penerbitan ijin dan pembangunan jasa akomodasi (hotel berbintang dan hotel
melati-red) di daerah Denpasar, Badung dan Gianyar.
Ditambahkannya, dasar kebijakan
moratorium tersebut adalah data Badan Penanaman Modal dan
Perijinan Provinsi Bali tanggal 6 Januari 2011. Data tersebut mengungkap bahwa arah investasi pembangunan hotel di Bali sebagian besar terfokus di kawasan Bali selatan. Dari total 130 ribu kamar hotel di Bali, 90 ribu diantaranyaterdapat di Bali Selatan.
Cok Pemayun menambahkan, setelah diterbitkannya moratorium, tim UNUD melakukan kajian yang rampung di tahun 2012. Dalam kajiannya, UNUD menyebut kebijakan moratorium itu bisa diberlakukan di daerah Badung hingga tahun 2016 dan di Denpasar hingga tahun 2017. Hal itu didasari asumsi
jumlah kunjungan wisatawan yang akan meningkat di tahun ini sehingga
memerlukan kamar-kamar tambahan.
“Dan ini juga dikaitkan dengan program
pemerintah pusat yang gencar melakukan promosi wisata di Indonesia, dan
target 20 juta kunjungan wisman,” imbuh birokrat asal Gianyar tersebut.
Sehingga dalam hal ini, Cok Pemayun kembali menegaskan bahwa pemberhentian kebijakan
moratorium tersebut berdasarkan kajian ilmiah UNUD dan pemprov murni
menjalankan aturan. “Jadi di sini, pemprov kapasitasnya hanya menjalankan
aturan, kajian UNUD sudah sangat jelas menjabarkan moratorium diberhentikan
tahun 2016 dan 2017. Dan kajian itu dikeluarkan tahun 2012,” bebernya.
Namun, Sekda prov Bali yang dalam kesempatan itu didampingi oleh Kepala BPM
dan Perijinan, Ida Bagus Made Parwata dan Kepala Biro Humas Setda Bali,
Dewa Gede Mahendra menegaskan pemprov akan terus berupaya mengurangi
ketidakseimbangan antara kawasan Bali Selatan dan lainnya. “
Pemrpov juga tetap akan fokus ke kawasan Bali lainnya,” tambahnya.
Pembangunan infrastruktur di kawasan Utara, Timur dan Barat tahun ini akan
digenjot, seperti pembangunan sejumlah *short cut.
Diharapkan pembangunan jalan
pintas tersebut bisa menarik pemilik modal untuk berinvestasi di luar
kawasan Bali Selatan, karena persyaratan utama untuk investasi adalah
tersedianya infrastruktur dan fasilitas penunjang yang memadai. Selain itu,
Bali juga dipilih sebagai *pilot project *Pembangkit Listrik Tenaga Surya
yang rencananya akan dibangun di Bali Barat. Diharapkan momentum ini bisa
dimanfaatkan untuk mengembangkan kawasan serta menggiring investor juga ke
sana.
Lebih jauh, Cok Pemayun juga membeberkan dampak pemberlakuan moratorium
selama kurun waktu lima tahun terakhir ini. Dari pemberlakuan moratorium,
arah investasi yang bersumber dari Penanam Modal Asing (PMA) yang merupakan
kewenangan provinsi sudah bisa dialihkan ke utara dan timur Bali. meski dia
tidak menampik terkadang masih ada Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) yang
berhasil mendapatkan ijin di Bali Selatan. Hal itu menurutnya karena
merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dan Kota. Untuk itu, dia mengajak
semua pihak untuk ikut mengawasi pembangunan hotel di Bali.
“Kita ingin
arah pembangunan yang lebih baik untuk Bali ke depan, maka dari itu saya
minta semua pihak untuk iut berpartisipasi dan juga ikut serta menjaga
kondusifitas,” bebernya. Ditambahkannya, langkah Gubernur memanggil para
Bupati dan Walikota tempo lalu merupakan sebuah terbosan untuk menyatukan
persepsi pembangunan Bali. “Setidaknya dalam pertemuan itu semua pihak
telah berkomitmen untuk memantapkan sinergitas dan koordinasi demi
pembagunan Bali yang lebih baik,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala BPM dan Perijinan, Ida Bagus Made Parwata menambahkan
bahwa langkah moratorium juga telah didukung oleh pemerintah kabupaten.
Seperti yang terjadi di Badung, pemkab telah mengetatkan persyaratan untuk
perijinan pembangunan hotel. Di Badung jika ingin membuat hotel harus
memiliki lahan minimal 50 are dan dengan ukuran luas kamar yang telah
ditentukan. “Bayangkan cari tanah 30 are saja susah di sana, ditambah kamar
harus luas, jadi mereka sedikit punya kamar, dan dari segi bisnis ini sudah
rugi. Inilah cara Badung untuk memoratorium pembangunan hotel di sana,”
jelasnya. Untuk masalah perijinan ke depan, pihaknya menegaskan siap
berkoordinasi dengan pemkab dan pemkot untuk penataan yang lebih baik.
Tuangkan Komentar Anda