Geliat Membumikan Biogas di Pulau Dewata

Geliat Membumikan Biogas di Pulau Dewata

Geliat pemanfaatan energi biogas sebagai energi alternatif semakin meluas di Pulau Dewata. Geliat tersebut seiring dengan target Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk mewujudkan “Green Province”, termasuk memperluas pemanfaatan energi bersih. Geliat untuk membumikan biogas di salah satu daerah tujuan wisata dunia ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk salah satunya dari Yayasan Rumah Energi “BIRU” Bali.

Yayasan Rumah Energi Bali menargetkan membangun sekitar 200-300 unit digester biogas per-tahun di Bali. Dengan harapan limbah kotoran ternak termanfaatkan menjadi sumber energi terbarukan. Apalagi program biogas rumah (BIRU) sejalan dengan budaya hidup tradisional Bali yang rata-rata memiliki ternak skala rumah tangga. “Semakin diketahuinya manfaat biogas, peminat pengguna biogas juga makin meningkat” kata Biogas Quality Inspector Yayasan Rumah Energi “BIRU” Bali, Dewa Gde Weda Dharma dalam keteranganya di Denpasar (16/10/2017).

Menurut Weda Dharma, hingga Agustus 2017, BIRU Bali telah membangun 1180 unit digester BIRU dengan kwalitas terbaik. Dengan pengembangan Biru diharapkan masyarakat di Bali tidak hanya mendapatkan energi terbarukan, tetapi juga pupuk berkwalitas,  dan terciptanya kesetaraan gender, serta tersedianya waktu untuk keluarga karena berkurangnya waktu untuk mencari  kayu bakar.

Dalam upaya lebih memperluas pemanfaatan dan sosialisasi biogas, Yayasan Rumah Energi menggandeng 3 mitra di Bali. Ketiga mitra BIRU tersebut yaitu Manikaya Kauci, Kelompok Tukang Dewata, Sastra Loka Samgraha. “Lembaga mitra tersebut tergabung dalam lembaga Cipta Wana Bakti, diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan pemanfaatan dan perannya dalam pengembangan BIRU kedepan” ungkap Weda Dharma.

Weda Dharma mengungkapkan tantangan pengembangan biogas selama ini karena mudahnya mendapatkan dan masih adanya subsidi terhadap energi fosil. Kondisi tersebut membuat masyarakat masih cenderung menggunakan energi fosil. Sehingga peran serta pemerintah dari tingkat desa hingga provinsi diperlukan dalam pengembangan energi biogas. Peran yang diharapkan mulai dalam bentuk sosialisasi, pendanaan hingga regulasi, utamanya regulasi terkait pengolahan limbah.

Weda Dharma mengaku mengapresiasi kebijakan Pemerintah Provinsi Bali dalam pemanfaatan dan pengembangan biogas melalui program sistem pertanian terintegrasi (Simantri). Apalagi Pemerintah Provinsi Bali mencantumkan Biogas sebagai salah satu unsur utamanya dan wajib ada dalam satu kelompok Simantri. “Respon Pemerintah Provinsi Bali terhadap program biogas sudah baik, namun masih dapat ditingkatkan lagi sehingga lebih dapat memberikan nilai tambah” ujar Weda Dharma.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana dalam laporannya pada acara pemberian penghargaan dan hadiah kepada Simantri berprestasi tingkat Provinsi Bali Tahun 2017 menyampaikan bahwa sampai dengan akhir tahun 2017 telah terbangun sebanyak 701 unit Simantri yang tersebar di seluruh Bali. Penyempurnaan Simantri dengan berbagai inovasi terus dilakukan diantaranya perbaikan teknik pengolahan limbah Simantri, mengasuransikan ternak sapi Simantri, mengharuskan setiap Simantri menanam tanaman yang bernilai ekonomis tinggi serta mensinergikan program subsidi pupuk organik dengan Simantri.

Wisnuardhana menyebutkan dalam upaya pemanfaatan biogas di tahun 2017 juga telah dilakukan berbagai bentuk kerjasama diantarnya dengan Grup Riset Fakuktas Teknik UNUD dalam rangka pemanfaatan jenset 1000 Watt dari biogas Simantri. Kerjasama lannya yaitu dengan yayasan rumah energi dalam mengembangkan biogas skala rumah tangga serta kerjasama dengan hidroponik Bali dalam mengembangkan hidroponik di lokasi Simantri.

Ditambahkan Wisnuardhana, berbagai hal positif telah diperoleh program Simantri diantaranya jumlah kelompok Simantri yang terus berkembang. Jumlah sapi Simantri juga meningkat dari 200 ekor tahun 2009 menjadi 11.543 di tahun 2017. Begitu juga total pupuk organik yang mencapai 66 529 ton dan biourine 66 529 liter.

Sebelumnya peneliti senior dari Fakultas Pertanian - Universitas Udayana, Dr. Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya, S.P, M. Agr mengungkapkan bahwa sebenarnya program biogas Simantri yang dikembangkan Pemerintah Provinsi Bali dapat menjadi program ketahanan energi dan penyediaan energi murah di tingkat petani. Teknologi biogas merupakan salah satu teknologi tepat guna untuk mengolah limbah peternakan yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah lingkungan. Pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas juga menjadi upaya mengurangi efek pemanasan global sebagai dampak dari emisi gas metan. “Teknologi biogas kedepan juga diharapkan mampu menyediakan energi yang murah dan ramah lingkungan bagi keluarga petani secara swadaya” jelas Alit Susanta.

Alit Susanta berharap pemerintah melakukan evaluasi terhadap pengembangan biogas pada program Simantri agar berjalan dengan optimal. Cukup banyak petani Simantri yang memiliki keahlian dan kemampuan mengelola biogas kotoran ternak. Permasalahannya hanya sedikit petani yang melakukan pengolahan kotoran ternak menjadi biogas. Belum lagi biogas yang dihasilkan hanya dinikmati oleh beberapa anggota Simantri. “kandang kelompok jauh dari pemukiman petani, sehingga instalasi tidak menjangkau sampai ke tempat tinggal petani” papar Alit Susanta.(Muliarta)

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait