FGD DPD RI Angkat GBHN Dihidupkan

FGD DPD RI Angkat GBHN Dihidupkan

Anggota DPD RI asal Bali, Gede Pasek Suardika kepada wartawan menjelaskan, RDP ini merupakan tindak lanjut dari Focus Group Discussion (FGD) serupa yang mengangkat isu menghidupkan kembali GBHN belum lama ini. Dikatakan karena dalam FGD itu banyak pihak menganggap Indonesia masih perlu GBHN, pihaknya berinisiatif untuk menggali lebih dalam masukan dari seluruh elemen masyarakat di Pulau Dewata.

Puluhan akademisi, pengamat sosial dan politik, mahasiswa, pelajar dan aktivis ambil bagian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bertajuk Reformasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Model GBHN, di Sekretariat DPD RI Provinsi Bali, baru-baru ini. RDP yang berlangsung selama 240 menit itu berlangsung cukup konstruktif, dan sebagian besar peserta menginginkan adanya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam proses perencanaan pembangunan di Indonesia.

"Nanti masukan yang kita dapatkan, akan dijadikan bahan kajian di Badan Pengkajian MPR. Kebetulan saya ada didalam Badan Pengkajian MPR, yang memastikan GBHN ini akan diproses atau tidak didalam amandemen kita nanti," katanya. 

Pasek Suardika beranggapan, dengan pola pengelolaan negara sebesar Indonesia, masih diperlukan sebuah panduan sesuai dengan tujuan bernegara yang tertuang didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Kalau dilihat dari tujuan bernegara di Pembukaan UUD 1945 itu perlu ada turunannya, itu ada di GBHN atau apapun namanya. Kemudian dia masuk diprogramnya Presiden, sehingga kita tahu negara kita ini mau kearah mana dia jalannya," ungkapnya.

Pengamat Sosial dan Politik Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Putu Subanda pada kesempatan yang sama berpandangan dengan pola Pemerintahan diera Reformasi sebenarnya sudah diletakkan fondasi yang kuat dalam proses pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Rencana pembangunan yang tiap kali dibahas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dianggap cukup tepat, hanya saja selama ini komitmen pemerintah dari daerah ke pusat kurang komit dan terkesan tidak konsisten dalam menjalankan perencanaan pembangunan, yang sebetulnya mereka rancang sendiri. 

"Kita diera Reformasi sebenarnya sudah punya program pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Setelah itu ada musrenbang, tapi kita selama ini kurang komit ya dalam menjalankannya. Alhasil, pembahasan dalam musrenbang itu, dalam realisasinya kebawah hanya dapat diwujudkan diangka 30%," kata Subanda. 

Maka dari itu, Subanda berpikir, Indonesia memerlukan sebuah grand design yang bersifat jangka panjang, untuk menentukan rel pembangunan Indonesia. Selain itu, siapapun terpilih sebagai kepala pemerintahan, baik Presiden, Gubernur, Walikota maupun Bupati wajib mengikuti grand design pembangunan Indonesia yang telah ditetapkan tersebu


Ditayangkan sebelumnya dari situs redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait