Budaya Desa Trunyan di Masa Lampau

Budaya Desa Trunyan di Masa Lampau

Desa Trunyan adalah desa yang dihuni penduduk asli Bali. Letak desa ini cukup terpencil karena hanya bisa ditempuh dengan menyeberangi Danau Batur.

Turunan leluhur Bali Penduduk Desa Trunyan meyakini bahwa mereka adalah turunan leluhur Bali yang turun dari langit langsung ke bumi Trunyan. Nama Trunyan juga dapat merujuk kepada Taru Menyan yaitu pohon yang menyebarkan bau harum yang banyak di temui di wilayah desa ini.

Kerajaan Badahulu

Pada zaman Kerajaan Badahulu, daerah Danau Batur, termasuk Desa Trunyan, terkenal sebagai lokasi masyarakat Bali Aga.
Setelah Majapahit berhasil menundukkan raja terakhir Badahulu. Gajah Mada mengirim Sri Kresna Kapakisan sebagai Raja di Badahulu yang baru. Diperkirakan yang melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Majapahit di Bali pada saat pemerintahan Sri Kresna Kapakisan adalah masyarakat Trunyan.

Mepasah

Desa Trunyan memiliki banyak keunikan. Salah satunya adalah kebiasaan penduduk setempat dalam menguburkan mayat atau yang biasa disebut Mepasah. Kebiasaan yang bertahan dari dulu hingga sekarang serta yang membuat desa ini unik.
Masyarakat Desa Trunyan, tidak seperti penduduk Bali pada umumnya yang melakukan upacara ngaben (membakar mayat).
Di Trunyan, prosesi ketika seseorang meninggal adalah meletakkan mayat  di suatu tempat, biasanya di dekat pohon yang terkenal dengan kemampuan mengeluarkan bau harum. Mayat-mayat tersebut dipagari ancak saji yang terbuat dari bambu berbentuk kerucut untuk menghindari serangan binatang buas.


Ditayangkan sebelumnya dari situs bobo.grid.id
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait