Biogas Simantri : Harapan Ketahanan Energi Petani Bali (1)

Biogas Simantri : Harapan Ketahanan Energi Petani Bali (1)

Pemerintah Provinsi Bali diharapkan melakukan evaluasi terhadap pengembangan biogas pada program sistem pertanian terintegrasi (Simantri) agar berjalan dengan optimal. Optimalisasi pengembangan biogas menjadi penting dalam upaya mewujudkan ketahanan energi dan ketersediaan energi bagi petani di Bali. Harapan tersebut disampaikan peneliti senior dari Fakultas Pertanian - Universitas Udayana, Dr. Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya, S.P, M. Agr dalam keteranganya di Denpasar, Rabu (6/07/2016).

Alit Susanta berpandangan cukup banyak petani anggota Simantri yang memiliki kemampuan untuk mengolah kotoran ternak menjadi biogas. Kenyataanya cukup sedikit yang mengolah menjadi biogas. Begitu juga pengolahan kotoran ternak menjadi biogas oleh petani anggota kelompok Simantri hanya dinikmati oleh beberapa anggota kelompok. “instalasi yang ada sekarang susah menjangkau rumah tangga, apalagi kalau kandang sapi jauh dari perumahan” ujar Alit Susanta.

Menurut Alit Susanta, harus diakui petani belum merasakan mendapatkan manfaat dari pengembangan biogas Simantri. Manfaat baru dirasakan oleh segelintir petani yang pemukimanya berdekatan dengan kandang sapi yang menjadi tempat pengolahan biogas. Petani yang tempat tinggalnya jauh dari kandang menjadi malas untuk terlibat dalam pengolahan kotoran ternak menjadi biogas.

Teknologi biogas merupakan salah satu teknologi tepat guna untuk mengolah limbah peternakan yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah lingkungan. Pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas juga menjadi upaya mengurangi efek pemanasan global sebagai dampak dari emisi gas metan. Teknologi biogas kedepan juga diharapkan mampu menyediakan energi yang murah dan ramah lingkungan bagi keluarga petani secara swadaya.

Anggota Komisi III DPRD Kota Denpasar I Wayan Suadi Putra, ST mengungkapkan biogas Simantri seharusnya menjadi bagian dari program ketahanan energi di tingkat petani di Bali. Dengan memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas seharusnya kebutuhan petani akan energi alternatif dapat terpenuhi. Permasalahannya Pengembangan biogas masih dalam skala mikro dan itu juga belum dapat dinikmati oleh seluruh anggota kelompok simantri. “Kadang juga masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di lokasi pengelolaan biogas” tegas Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi PDI-P tersebut.

Suadi Putra menegaskan evaluasi pengembangan biogas Simantri harus dilakukan dengan cepat dan terencana. Mengingat jika kemudian diberikan sentuhan teknologi tentu prospek bisnisnya akan sangat bagus. “apabila kedepan prospek bisnisnya bagus bisa dikemas dalam tabung, ini menjadi peluang ditengah fluktuasi harga gas elpiji 3 kg” ujarnya.

Mengemas biogas kedalam tabung LPG menjadi peluang baru dalam pengembangan dan pemasaran biogas di Bali. Tantanganya biogas mengandung gas hydrogen sulfida (H2S) yang tinggi pula yang berpotensi mencemari lingkungan. Gas hydrogen sulfide dapat menyebabkan korosi pada bahan besi seperti kompor gas dan tabung gas.

Sebelumnya Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla mengunjungi Simantri 355 Gapoktan Giri Lestari, Desa Baturiti, Tabanan menyampaikan dalam upaya mengatasi dampak kandungan sulfur pada biogas telah dikembangkan Kantung Penampung Biogas dan Desulfurizer. Hilangnya kandungan sulfur pada biogas akan mengurangi korosi pada peralatan yang memanfaatkan biogas tersebut.

 


Ditayangkan sebelumnya dari situs redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait