90% Tenaga Pariwisata Dirumahkan, YPS Salurkan Paket Sembako

90% Tenaga Pariwisata Dirumahkan, YPS Salurkan Paket Sembako

Kepariwisataan Bali mengalami goncangan keras selama pandemi virus corona. Bahkan FSP Par - SPSI Bali mencatat, setidaknya 90% tenaga kepariwisataan Pulau Dewata dirumahkan akibat wabah COVID-19. 

Salah satu yang merasakan resesi tersebut adalah kawasan wisata Sanur. Sanur selama ini berkembang sebagai episentrum kepariwisataan Kota Denpasar. 

Ketua Yayasan Pembangunan Sanur (YPS), Ida Bagus Gede Sidharta Putra mengakui, pandemi COVID-19 membawa perubahan fundamental. 

Ditengah keprihatinan tersebut, Yayasan Pembangunan Sanur (YPS) kata Gusde memiliki kepedulian terhadap nasib masyarakat terdampak pandemi corona. Kepedulian itu diwujudkan melalui penyaluran 500an paket sembako. 

"Jadi kita untuk tahap pertama sudah menyalurkan masker, lalu sekarang ini kita memberikan sembako kepada unit yang dikelola oleh yayasan. Apa yang dikelola YPS itu? Ada nelayan yang sangat terdampak pada saat mereka tidak melaut, ada guru-guru kami, karena di Sanur kita punya sekolah, lalu pekerja di pasar, ada juga tukang pijat, artshop," kata inisiator Sanur Village Festival," di Sanur ujarnya Kamis  (21/5/2020).

"Kebetulan kita juga supaya tidak tumpang tindih dengan bantuan pusat, dengan bantuan pemerintah daerah, kita juga memilih tahapan pertama dalam bantuan ini kita berikan kepada unit kita dulu," ungkap Gusde disela-sela penyerahan paket sembako di halaman kantor Yayasan Pembangunan Sanur.

Setelah bantuan masker dan sembako, Gusde mengaku, kedepan YPS berencana untuk menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT). BLT itu akan disalurkan melalui banjar (setingkat rukun warga, red) yang ada dikawasan Sanur. 

"Jadi banjar-banjar inilah yang tahu tingkat kebutuhan yang ada dimasyarakat. Ini kita mungkin tidak berikan barang, kita mungkin berikan uang tunai, sehingga mereka yang mengkonversikan terhadap kebutuhan warganya," pungkasnya.

Menurutnya lebih dari 90% bisnis kepariwisataan di Sanur tidak beroperasi akibat pagebluk corona. Kondisi itu tentu berdampak langsung terhadap nasib para tenaga kerja. 

"Mereka istilahnya ada yang unpaid leave, masuk kerja dibayar, tidak kerja tidak dibayar. Jadi mereka digilir atau dirumahkan. Kebetulan memang sedikit sekali yang ada PHK. Menurut data kami di PHRI pun dari anggota kami tidak ada yang mem-PHK," ungkapnya.

"Tetapi tetap saja, kalau mereka harus kerja 26 hari, biasanya penuh gajinya, sekarang hanya 4 atau 5 hari, disesuaikan, itu sangat minimum sekali (penghasilan pekerja)," imbuh pria yang akrab disapa Gusde tersebut. 

Gusde yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Denpasar itu mengemukakan, dalam situasi saat ini banyak pekerja pariwisata di Bali yang banting setir. Beberapa diantaranya disebut menjalani profesi sebagai ojek online (ojol) untuk menyambung hidup. 

"Banyak dari teman-teman itu yang sedikit banting setir. Ada yang kerja ojek online, ada yang pintar masak mereka jualan, ada yang membantu teman-temannya. Jadi luar biasa sekali saya pikir dampak dari COVID-19 ini, baik ditatanan normal kita yang dulu, gaya hidup kita, interaksi sosial kita, lalu ekonomi, sangat luar biasa," kata putra asli Sanur itu. 

 

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait