Secara Akumulatif Bali Alami Deflasi

Secara Akumulatif Bali Alami Deflasi

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat tarif listrik, menjadi salah satu penyumbang inflasi di Kota Denpasar pada April 2017. Tingkat inflasi tahun kalender sebesar 1,90 persen, dengan inflasi pada April 2017 sebesar 0,07 persen. Sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 4,46 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 125,44 persen.

Kepala BPS Provinsi, Adi Nugroho, mengatakan inflasi terjadi karena adanya peningkatan harga yang ditunjukkan naiknya indeks pada lima kelompok pengeluaran, yaitu kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,59 persen. Kelompok perumahan (air, listrik, dan gas)  sebesar 0,26 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,10 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,05 persen. Serta kelompok kesehatan sebesar 0,04 persen. Sedangkan kelompok yang mengalami penurunan indeks atau deflasi, adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,51 persen dan kelompok sandang sebesar 0,40 persen.

“Dari inflasi pada April 2017 sebesar 0,07 persen, komponen inti/core mengalami inflasi sebesar 0,07 persen, dengan andil inflasi sebesar 0,04 persen. Komponen harga diatur pemerintah/administrative inflasi sebesar 0,85 persen, dengan andil inflasi sebesar 0,16 persen. Serta komponen bergejolak/volatile mengalami deflasi sebesar 0,69 persen dengan andil deflasi sebesar 0,13 persen,” jelasnya dalam rilis BPS Bali, di Denpasar, Selasa (2/5). Komoditas yang memberikan andil atau sumbangan inflasi harga, pada April 2017 adalah tarif listrik, sepeda motor, tarif angkutan udara, tarif pulsa ponsel, daging ayam ras, ikan tongkol pindang, ikan jengki, kangkung, dan kacang panjang. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga, selama April 2017 antara lain cabai rawit, cabai merah, jeruk, telur ayam ras, air kemasan, minuman ringan, dan kemeja pendek katun.

Sementara itu, di bulan yang sama Kabupaten Singaraja mengalami deflasi sebesar 1,08 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 136,83. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–April) 2017 sebesar 1,28 persen, dan tingkat inflasi tahun ke tahun (April 2017 terhadap April 2016) sebesar 4,34 persen. “Deflasi ditandai penurunan indeks yang terjadi pada kelompok bahan makanan 4,60 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,06 persen, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,03 persen,” katanya. Sedangkan empat kelompok lainnya mengalami inflasi, yaitu kelompok kesehatan 1,57 persen, kelompok sandang 1,19 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,55 persen, serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,27 persen. Lanjutnya, komoditas yang mengalami penurunan harga selama April 2017 antara lain cabai rawit, beras, buncis, bawang merah, cabai merah, kentang, bahan bakar rumah tangga, tomat sayur, minuman kesegaran, televisi berwarna, minuman ringan, bayam, semen dan emas perhiasan. Komoditas yang mengalami kenaikan harga antara lain, tarif listrik, pisang, telur ayam ras, pembalut wanita, apel, tongkol/ambu-ambu, teri segar, pasta gigi, daging ayam ras, bedak, parfum, salak dan daging ayam kampung.

Kenaikan tarif listrik memang terjadi, khususnya untuk tarif listrik 900 VA per 1 Mei 2017. Kenaikan ini dari tarif awal Rp 605 per kWh pada 2016, menjadi Rp 791 per kWh pada  1 Januari 2017, lalu Rp 1.034 per kWh pada 1 Maret 2017, dan menjadi Rp 1.352 per k1Wh per 1 Mei 2017. “Kenaikan ini khusus untuk tarif listrik 900 VA non subsidi. Sedangkan tarif 900 VA bagi pelanggan subsidi yang tergolong miskin dan termasuk dalam data BDT (Basis Data Terpadu) TNP2K  tarifnya masih sama Rp 605 per kWh,” sebut Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PLN Bali, I Gusti Ketut Putra. Sementara itu, tarif listrik yang 1.300 VA masih seharga Rp 1.467,28 per kWh, dan tarif listrik 450 VA masih Rp 415 per kWh. “Per Mei tarif listrik 900 VA ini disesuaikan sesuai harga keekonomiannya,” imbuh Gusti Putra. Pihaknya mengatakan ini sesuai arahan dan ketentuan dari pemerintah, dalam menanggapi kenaikan tarif listrik sebagai salah satu penyumbang inflasi. Ditambahkan juga oleh Putra,  bahwa untuk saat ini pelanggan yang menginginkan sambung  baru daya 900 VA sudah bisa dilayani, namun tarifnya tetap mengacu pada tarif subsidi dan non subsidi sesuai ketentuan yang berlaku.

Sementara itu, Wakil Ketua TPID Provinsi Bali, Causa Iman Karana, mengamini secara bulanan Kota Denpasar mengalami inflasi 0,07 persen, dan Singaraja mengalami deflasi (-1,08 persen). “Dengan demikian, Bali mengalami deflasi sebesar (-0,14 persen) secara month to month (mtm) pada April 2017. Berdasarkan data yang didapatkannya, tarif listrik menjadi penyumbang inflasi baik di Denpasar maupun Singaraja. Jika di Denpasar tarif listrik menyumbang inflasi sebesar 0,07 persen, maka di Singaraja tarif listrik menyumbang inflasi sebesar 0,15 persen secara (mtm). Menanggapi persiapan TPID jelang bulan puasa yang sudah dekat, pria yang kerap disapa Cik ini telah berkoordinasi dengan stakeholder terkait. “Waktu itu sudah dirapatkan bersamaan dengan kunjungan staf ahli Kemendag RI. Stok bahan pangan dan semabko aman. Kami mewaspadai transport, makanya dalam waktu dekat kami akan minta TPID sub Perhubungan untuk segera rakor,” sebutnya.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait