Pekak Penjaga Toilet: Kalau Saya Maksa, Malu Dibilang Pengemis

Pekak Penjaga Toilet: Kalau Saya Maksa, Malu Dibilang Pengemis

DENPASAR - Tidak sedikit pengguna toilet yang langsung pergi seusai memakai toilet tanpa memberi uang sepeserpun pada penjaga toilet. Padahal, bagi para penjaga toilet, uang Rp 1.000 sangat berarti bagi mereka.

I Made Kanya (80), penjaga toilet di Pasar Tradisional Blahkiuh, Abiansemal, Badung. Di usianya yang sudah uzur, warga Banjar Delod Peken, Desa Blahkiuh ini masih harus menanggung biaya hidup tiga cucunya.

Sementara anaknya yang menjadi tulang punggung keluarga telah meninggal dunia.

Setiap lima belas hari sekali, Kanya mendapat giliran jaga toilet di Pasar Blahkiuh. Sebab harus bergiliran dengan temannya yang lain, I Nyoman Rintun (56).

Sebagai penjaga toilet, uang yang dikumpulkan setiap harinya sekitar Rp 40 ribu.

Dari pendapatan itu, setiap harinya Kanya harus menyisihkan Rp 20 ribu untuk diserahkan ke pemilik pasar, yakni Desa Adat Blahkiuh, karena dalam 15 hari jaga toilet ia harus setor Rp 300 ribu.

"Yang pakai toilet ini banyak. Tapi yang bayar jarang. Kalau saya memaksa, malu dibilang pengemis. Saya ikhlaskan saja. Namun, saya akan sangat berterima kasih pada si pembayar. Meski hanya seribu rupiah, itu sangat berarti bagi saya," ujar Kanya.

Sebagai penjaga toilet, pria kurus kering ini tidak hanya mengepel dan membersihkan toilet.

Bila air keran tidak mengalir, dia harus menimba air di sungai berjarak 200 meter dari pasar.

"Saya sudah kerja beginian sejak tahun 1966. Mau cari pekerjaan lain, tidak ada yang menerima pekerja yang sudah tua dan tidak pernah sekolah," ungkapnya.(*)

 

 

sumber: tribunbali

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait