Kemenpar Harus Fokus Kembangkan Pariwisata Budaya

Kemenpar Harus Fokus Kembangkan Pariwisata Budaya

Kesungguhan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar) membangun pariwisata budaya di Bali, dipertanyakan Ketua Tamiang Bali Nyoman Baskara menyusul munculnya wacana mengembangkan pariwisata berbasis syariah di Bali.

‘’Jika sungguh-sungguh menjadikan Bali sebagai daerah pariwisata berbasis budaya, maka Kemenpar memberikan pendanaan yang cukup untuk menghidupkan budaya Bali,’’  kata Nyoman Baskara kepada POS BALI, Senin (23/11). Pendanaan menyangkut budaya sangat luas. Paling tidak, kata Nyoman Baskara yang juga Dirut Perusahaan Daerah (Perusda) Bali, Kemenpar memberikan pendanaan atau menyediakan dana khusus terhadap sejumlah event budaya yang diselenggarakan di Bali. “Kemenpar harus lebih fokus. Tidak justru mewacanakan yang aneh-aneh, seperti mengembangkan pariwisata syariah. Pasti tidak cocok, saya kira sangat tidak tepat dan saya yakin masyarakat akan menolak. Branding Bali itu pariwisata budaya. Bali dikenal karena alamnya yang indah,” katanya.

Menurut Baskara, arah pembangunan pariwisata di Bali tidak jelas. Pariwisata yang seharusnya untuk rakyat Bali, menjadi kebalikannya, Bali justru untuk pariwisata. Industri pariwisata sementara ini asyik menjual dan mengeksploitasi budaya Bali, sedangkan masyarakatnya dibiarkan morat-marit. “Ini yang sangat menyedihkan. Sektor industri hanya asyik menjual Bali dengan harga tinggi, sedangkan nasib krama Bali morat-marit,” katanya. 

Kenapa morat-marit? Karena menjaga dan melestarikan budaya Bali tidaklah murah. Masyarakat Bali mengeluarkan biaya hidup yang tinggi dibandingkan dengan warga yang lain, hanya karena menjaga budayanya yang notabene menggugah minat wisatawan datang ke Bali. “Namun sayang, ini tak pernah diperhatikan. Kementerian tidak fokus, industri asyik untuk dirinya sendiri. Karenanya, saya berharap semua pihak bisa melihat permasalahan pariwisata Bali lebih fokus dan komprehensif sehingga benar-benar pariwisata mampu mensejahterakan masyarakat Bali. Pemerintah pusat harus bertanggung jawab dengan pariwisata Bali,’’ katanya.

Baskara menambahkan, munculnya wacana pengembangan wisata syariah di Bali menunjukkan bahwa pemerintah pusat tidak memahami pariwisata Bali, terlebih lagi memahami Bali itu sendiri. Bagaimana beratnya warga desa pakraman melaksanakan berbagai ritual yang dimilikinya. Belum lagi secara personal harus melaksanakan berbagai upacara metatah, widhi wedana, ngaben dan berbagai upacara lainnya.

“Sekali lagi, saya mendesak pemerintah pusat menyiapkan dana untuk pelestarian, penggalian dan pengembangan budaya Bali. Biaya-biaya ritual mulai di tingkat desa pakraman, harus dibantu pemerintah pusat. Harus diingat Bali adalah pintu gerbang wisata nusantara,” katanya. “Tak hanya digaungkan, pemerintah pusat harus bertanggung jawab terhadap eksistensi Bali. Caranya, ada dana khusus untuk biaya-biaya ritual baliness life, termasuk metatah, ngaben dan lain-lain. Ini penting agar masyarakat Bali tak lagi menjual natah pekarangannya untuk menjaga budayanya,” kata Baskara.


Ditayangkan sebelumnya dari situs posbali
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait