ASITA Bali Berharap PPKM Berskala Mikro Dapat Menurunkan Covid-19

ASITA Bali Berharap PPKM Berskala Mikro Dapat Menurunkan Covid-19

Pemerintah kembali memperpanjang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Bedanya, PPKM Jilid III yang berlaku dua pekan (9 - 22 Februari 2021) diberi embel-embel berskala mikro. Kebijakan tersebut merupakan respon atas kritik pedas Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terhadap efektivitas PPKM Jawa dan Bali Jilid I (11 - 25 Januari 2021). 

Mengacu pada kritik Presiden, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Instruksi Nomor 3 Tahun 2021. Instruksi Menteri Dalam Negeri itu tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk pengendalian Corona Virus Disease 2019. 

Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) Bali, Komang Takuaki Banuartha berharap PPKM berskala mikro berdampak terhadap penurunan kasus penularan Covid-19. 

Dalam mewujudkan itu, ia meminta pemerintah memaksimalkan peran Satuan Tugas Gotong Royong Pencegahan Covid-19 berbasis Desa Adat. Terlebih Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 mengamanatkan soal pembentukan posko tingkat desa maupun kelurahan. 

"Sekarang juga Satgas-satgas Covid-19 di wilayah-wilayah tertentu juga sudah mulai hampir tidak ada ya. Tidak seperti diawal-awal. Mungkin karena kurangnya perhatian juga terhadap posko-posko tersebut. Mereka kan bekerja tanpa gaji, betul-betul kalau istilah Bali itu ngayah. Mungkin itu juga menyebabkan," katanya ketika ditemui Kabar Dewata di Denpasar, Senin (8/2/2021). 

Sementara berbicara PPKM berskala mikro dari sisi perekonomian, Komang Banu menyayangkan tetap adanya batasan operasional pusat perbelanjaan/mall. Sesuai poin kesembilan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 operasionalisasi pusat perbelanjaan/mall masih dibatasi hingga Pukul 21.00 waktu setempat. 

Ia menilai, tidak perlu lagi ada pembatasan jam operasional pusat perbelanjaan/mall. Alasannya, petugas di posko tingkat kelurahan ataupun desa akan mengawasi seluruh aktivitas dimasing-masing wilayah. Selain itu, pembatasan jam operasional ini idealnya hanya diberlakukan di zona merah. 

"Ya sepertinya lebih baik begitu. Supaya tidak semua diatur, jadinya tidak terfokus. Tidak terfokus ke zona yang betul-betul harus diawasi. Malah kadang-kadang lebih melihat ke seluruh zona. Jadi kadang-kadang zona yang betul-betul banyak terjangkit, itu yang lepas perhatian yang dibutuhkan, ketakutan kita kan seperti itu," ujarnya. 

"Karena ini semua (diatur), jadi tidak fokus. Dari data saja kita bisa lihat, misalnya Denpasar mana yang memang betul-betul penyebarannya sangat cepat. Jadi itu yang sebenarnya perlu diawasi. Misalnya warganya dengan cara di tes cepat antigen secara rutin," tambahnya. 

Sedangkan dari kacamata pariwisata, PPKM berskala mikro kata Komang Banu membuat aktivitas sektor plesiran semakin tidak jelas. Ia pun mempertanyankan strategi promosi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Menurutnya, promosi yang masif akan sangat mubazir, ketika Pemerintah Pusat masih memberlakukan PPKM di Jawa dan Bali. 

Ia meminta, pemerintah saat ini fokus pada percepatan program vaksinasi. Khusus Bali sebagai barometer pariwisata, diharapkan menjadi skala prioritas dalam program vaksinasi Covid-19. Komang Banu berpandangan, kebangkitan pariwisata sangat tergantung pada kesiapan Bali menerima calon wisatawan nusantara dan mancanegara. 

"Kalau saya lebih ke program vaksinasi, untuk mengcover kita semua. Selain itu mungkin Bali menjadi pulau yang 100 persen tervaksin. Dan setelah itu kita mencoba untuk membuka border yang tertutup sampai saat ini," pungkasnya.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait